11. Untuk Seorang Haru

71 18 2
                                    

Jaemin menatap Haru dari jauh. Gadis itu tampak serba tanggung. Seolah kebingungan untuk memilih, harus tertawa atau menangis, harus berdiam atau bergerak, harus menjadi lemah atau kuat. 

"Kak Jaemin?" panggil Haru dengan senyum kikuk. Ia baru sadar bahwa Jaemin memerhatikannya dengan sedemikian rupa.

"Ya?" balas Jaemin dengan senyum dan tatap mata yang sama berbinarnya.

Haru tersenyum. "Ada apa?"

"Ah. Haha." Jaemin tertawa kecil. Sebenarnya ia agak canggung juga karena ini sudah kesekian kalinya ia tertangkap basah tengah memerhatikan Haru. "Bukan apa-apa."

Pemuda itu sekilas mencuri pandang ke arah Haru. Ada sesuatu yang sangat ingin ia pastikan sejak kemarin: Raut wajah gadis itu.

Ah, benar kan, batin Jaemin sambil menghela napas gusar. Ia menemukan rona pada wajah sang gadis yang gerak-geriknya jelas sekali terlihat malu-malu. Rupanya Haru memang tidak pandai menyembunyikan rasa.

Jaemin jadi bingung sendiri setelah ia menarik kesimpulan:


Haru Lee mungkin saja, sedang jatuh hati padanya.

Tidak. Sebenarnya ini bukan suatu hal yang membingungkan untuk Jaemin. Toh, dia sudah sering menghadapi gadis-gadis yang juga menaruh hati padanya. Mulai dari gadis selugu Haru, sampai gadis klub malam sekalipun.

Hanya saja, ini adalah sesuatu yang sangat Jaemin takuti. Sebab, ia menaruh asumsi kalau Jeno juga jatuh cinta pada Haru.

"Ah, sial!" gumam Jaemin sambil mengacak rambutnya kasar.


"Kamu kenapa lagi?"

Suara yang lebih dari sekadar familiar itu tiba-tiba terdengar. Jeno. Entah sejak kapan dia kembali dari pabrik pusat dan berdiri tepat di depan meja kasir.

"Jeno, ayo bicara," ajak Jaemin tiba-tiba. Tentu, dengan rambut berantakan dan wajah gusar yang ia hadapkan ke atas, ke arah wajah Jeno yang penuh kebingungan.


---


"Hahaha! Tolol, ah!" seru Jeno sambil tertawa geli. Ia sampai memegangi perutnya yang jadi agak ngilu akibat perkataan Jaemin tadi. "Aku kira ada apa sampai mau bicara serius begini!"

Jaemin memutar matanya, lalu berdecak. Dia benci kalau harus menjadi orang bodoh seperti ini. "Jangan ketawa terlalu keras! Nanti kamu sakit lagi!"

"Ah! Haha. Oh iya, benar." Jeno menegakkan posisi tubuhnya. Ia lalu menepuk-nepuk dadanya. Memastikan kondisinya saat ini masih baik-baik saja.

"Jangan dipukul!"

"Cuma ditepuk, Jaemin!"


Jaemin menghela napas lelah. Ia lalu menggeleng sambil membuang muka. Entah sejak kapan, ia jadi seperti punya tugas lebih untuk menjadi guardian sang sahabat.

"Jadi kalau kamu mau pacaran sama dia, ya aku tidak ada masalah. Itu bukan urusanku malah."

"Bukan itu masalahnya." Jaemin kembali menatap Jeno dengan tatapan menusuk. "Aku baru lihat kamu sepeduli itu sama seseorang. Apalagi ini perempuan. Kamu tahu? Makan malam, jemput sekolah, antar pulang. Itu semua kan kamu yang suruh. Ya meskipun aku juga kasihan sih. Cuma kalau dia salah paham dan malah suka aku padahal kamunya juga suka kan gawat!"

"Hahaha. Bukan begitu," ujar Jeno. Ia mulai menatap nyalang ke sembarang titik. "Aku hanya merasa bertanggung jawab untuk menjaga Haru Lee."

Jaemin mengerutkan dahi. "Oh ya? Memangnya kenapa? Kamu dibayar ayahnya buat jadi baby  sitter?"

Selamat Pagi, Jeno Lee [NCT Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang