32. Jaemin dan Jisung yang Berusaha

67 11 0
                                    

Halo, long time no see. Maaf ya, aku baru lanjut sekarang, karena book ini sempat hilang di notes-ku, jadi aku harus re-arrange plot berikutnya. Enjoy yaa~


---


Selamat pagi, Kak Johnny. Maaf karena sudah banyak merepotkan. 

Johnny menutup selembar surat yang sejak tadi dipegangnya erat. Ia tersenyum, mensyukuri apa yang baru saja dibacanya. Di sampingnya berdiri Dokter Seulgi, dengan tangan bersedekap dan tubuh bersandar pada jendela koridor rumah sakit.

"Sekarang percaya, kan?"

Johnny mengangguk. Sedikit terbata-bata akibat keterharuan. "Y-ya, ya, aku percaya."


"Dokter Seulgi!" seruan samar itu terdengar bersama dengan derap langkah yang jauh dari kata tenang. Ditambah lagi, suara gesekan ribut dari kantung kresek putih yang terus beradu akibat guncangan langkah kaki. "Kak Johnny! Dokter Seulgi!"

Kegaduhan itu membuat masing-masing orang di lorong rumah sakit menyingkir. Mata Seulgi pun memicing dibuatnya. "Jaemin?"

"Jaemin?" Johnny terhenyak. Ia baru menyadari seruan Jaemin yang lebih keras dibanding sebelumnya. "JAEMIN? JAEMIN! YA TUHAN, MAU KABUR LAGI KAMU HAH?"

"Kak Johnny!" Jaemin menyeru, dan tanpa disangka, ia menghambur ke dalam pelukan Johnny dengan seerat-eratnya. Ia bahkan mengajak Johnny berputar sekali, sebelum akhirnya beralih ke Seulgi dan menghambur ke pelukannya. "Dokter!"

"I LOVE YOU, DOKTER SEULGI!" seru Jaemin sebelum lanjut berlari menuju ruangan Jeno. Ia tertawa lebar-lebar tanpa memedulikan dua orang dewasa yang menatapnya kebingungan  di belakangnya.


---


"JENO!" 

Jaemin membuka pintu ruang rawat Jeno dengan tawa sumringah. Langkahnya berhenti seiring matanya melebar tak percaya. Jeno, dengan wajah kagetnya yang canggung, tengah duduk di atas kursi dan menoleh ke arahnya.

"Jaemin, kamu bolos lagi?"

Jaemin terdiam. Senyuman di mata Jeno yang kecil kembali. Tadinya, ia pikir ia akan menghambur begitu saja saat melihat Jeno, tapi apa yang ia lakukan kini sangat berkebalikan dengan apa yang ia pikirkan.

"Tidak. Tidak bolos lagi," ujar Jaemin sambil sedikit menggelengkan kepalanya. Ia bahkan melangkah dengan dengan sangat ragu. Langkahnya terlalu pelan, jika dibandingkan dengan derap antusiasnya di lorong tadi.

"Terus kenapa ke sini?"

Jaemin berhenti melangkah. Ia menghirup napas sedalam-dalamnya, sebelum ia hempaskan sambil tertawa. "Ya karena terima suratmu lah, Tolol!"

"Hahaha. Aku tidak jadi makan yang basi itu, kok."

"Ya makanya! Nih!" Jaemin meletakkan kresek putih itu seenaknya di atas nakas yang tengah Jeno pakai untuk menulis. "Aku beli yang baru! Makan yang ini, jangan bodoh. Oke?"

"Hahaha." Jeno membuka kresek putih itu, lalu melongok isinya. "Sok baik nih."

"Dih? Sialan!" 

Jaemin memukul kepala Jeno pelan. Pertemuan pertama mereka setelah huru-hara selalu terlalu indah. Hanya saja, Jaemin sudah belajar dari terlampau banyak pengalaman. Ia tidak ingin berharap apapun. Ia hanya senang dengan Jeno yang tertawa seperti ini.


Meski ia tahu, Jeno bukannya tertawa saat ini. Ia hanya memaksakan diri untuk tertawa.

Sebenarnya, Jaemin kadang merasa Jeno terlalu egois, terlalu pengecut. Setiap kali ia berusaha membuang orang-orang dari hidupnya, lalu akhirnya orang-orang itu kembali, Jeno selalu bertingkah seperti tak ada yang terjadi. Jeno selalu seperti ingin mengulang semuanya dari awal, namun kemudian berhenti di suatu titik dan membuyarkan semangatnya sendiri lagi.

Selamat Pagi, Jeno Lee [NCT Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang