25. Sebuah Malam Tanpa Cahaya

100 19 2
                                    

Halo semuanya! 

Maaf aku lama gak balik T_T

Akhirnya aku lulus, Guyss! Happy banget T_T

Enjoy semuaaa!


---


Kini, sambil bersandar pada dinding-dinding batako, Jeno hanya dapat menatap langit dengan nyalang. Dadanya begitu sesak, dan batuk keringnya semakin menjadi. Kejadian beberapa saat lalu masih berputar di kepalanya. 


"Lupakan saja."

Jeno menggeretakkan gigi. Jika saja ada kalimat yang lebih baik yang bisa ia pikirkan, ia akan mengatakannya. Tapi, saat itu ia tak bisa berpikir jernih. 

Ia memejamkan mata erat-erat, berusaha menghapus rasa sakit yang mendera dadanya dengan sangat. Wajah kecewa Haru kembali terbayang di benaknya. Ia merasa pedih. Untuk kedua kalinya, ia menerima cinta yang tak pantas ia terima. Rasa kasih dari seorang gadis tulus yang baik hati.

Sekali lagi, wajah pilu Haru kembali muncul di bayangnya. Wajah itu kian lama terbenam, berganti dengan wajah kecewa Yeji yang ia yakini tak mungkin ia lupakan seumur hidupnya. 

"Y-Yeji..."

Jeno tertawa pilu. Menyaksikan Haru teramat kecewa seperti tadi sungguh membuatnya menyesal. Ia kembali menyakiti perasaan seorang gadis, yang seharusnya paling ia jaga perasaannya. Tapi, bukankah Haru akan lebih sakit jika ia membalas perasaannya?

Oh. Jeno punya banyak alasan untuk berpikir bahwa membiarkan Haru patah hati hari ini lebih baik dibanding nanti.

Pertama, Jeno masih mencintai Yeji, bahkan hingga detik ini.

Kedua, jika pun Jeno menyayangi Haru, baginya, gadis itu seperti seorang adik kecil yang harus ia jaga. Memandang Haru dengan cinta selayak pria dan wanita terlalu tak tahu diri untuknya.

Ketiga, kondisinya. Lebih baik Jeno pergi tanpa sempat Haru miliki sama sekali, kan? Jadi Haru tak perlu merasa kehilangan.


Jeno memandang langit luas, menghela nafas sekali lagi, lalu tertawa ketika bunyi mengi kembali terdengar.

Ia tidak kuat lagi.


"Kamu yang paling tahu sehancur apa aku hari ini, Jeno."


Ah. Jeno benar-benar ingin Haru memaafkannya,



untuk seluruh bagian hidup Haru yang telah ia hancurkan. Pria itu merogoh kantung celananya, berusaha menemukan sebuah obat dalam plastik klep kecil, lalu menenggaknya tanpa air. 


---


"H-Haru Lee?"


Haru semakin meringkuk dan menunduk. Wajahnya masih merah padam akibat patah arang yang baru saja dialaminya. Sudah kesekian kalinya, ia mendengar suara Jeno yang parau, sayup, diiringi batuk dan nafas tersengal.

Oh, sejujurnya, ia tak tahu kenapa ia harus mengurung diri dan merasa sangat tersakiti begini. Jeno bahkan tak salah. Ia bisa menolak jika memang ia tak suka, kan? Lantas, kenapa Haru harus seperti ini?

Perlahan, kepalanya menegak. Ia melihat lurus ke arah pintu yang sedikit bergerak karena terus Jeno ketuk itu.

"H-Haru Lee." Jeno kembali memanggil namanya dengan susah payah. Haru pikir, pria itu mungkin lelah karena baru saja berlari. "T-tidak usah... buka."

Selamat Pagi, Jeno Lee [NCT Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang