28. Dalam Satu Waktu

74 17 0
                                    

"Tidak usah! Memangnya aku bakal lama di sini?" tanya Jeno dengan santainya. 

Sementara Jaemin sejak tadi sibuk memasuk-masukkan bekas makanan mereka ke dalam kantung plastik putih. Wajahnya bersungut-sungut dan tampak penuh tekad.

"Mana sini kunci rumahmu?" tanya Jaemin tanpa memedulikan ucapan Jeno sama sekali. Ia akan pergi ke rumah Jeno untuk mengambil beberapa baju. Dokter bilang, perlu rawat inap beberapa hari lagi untuk memastikan kondisi Jeno benar-benar pulih.

Jaemin mengikat kantung plastik itu, lalu berdiri tegap. Ia kemudian menatap Jeno dengan mata memicing. Sahabatnya itu tak mau bergerak sama sekali rupanya.

"Lama-lama aku cari sendiri nih ya!"

"Jangan! Jangan!" Jeno menyeru panik, lalu melemparkan kunci rumah dari saku celananya kepada Jaemin. 

"Nah." Jaemin bernafas lega, lalu berpaling dari Jeno sambil menenteng kantung plastik putih tadi. "Kalau begitu aku pergi dulu ya. Kamu sendirian loh. Kak Johnny pergi ke minimarket, Haru pergi sekolah."

"Iya."


---


Langkah Haru terhenti. Ujung sepatunya bertemu dengan ujung sepatu Jisung yang mengilat. Gadis itu menengadah, mendapati wajah Jisung yang ekspresinya amat sulit untuk diartikan.

"Jisung? Tumben tidak ke kelas! Tadi Jia cari tuh."

Jisung tersenyum tipis. Ia lega karena Harunya tidak murung. Bayang akan kepedihan Haru kemarin berkelebat di dalam pikirannya. Sesuatu dalam dadanya berpendar. Jiwanya tersentuh.

Haru, panggil Jisung dalam hati. Seiring nama itu disebutnya, tangan pemuda itu terangkat. Dengan sisi luar telunjuknya, Jisung menyentuh pipi kiri Haru, membuat Haru termangu penuh kebingungan.

"Jisung?"

Tangan Jisung beralih. Ia bergerak menuju puncak kepala Haru, lalu mengusap rambut gadis itu dengan selembut-lembutnya. Perlahan matanya menatap sayu keterkejutan di mata Haru. Jisung tahu ia telah membuat suasana terik ini begitu canggung, tapi ia tidak peduli sedikit pun.

"Jisung?"

"Aku suka kamu." 

Tentu, keluar begitu saja dari mulut Jisung. 

"Ya?" Haru semakin tak mengerti apa yang Jisung ucapkan.

Jisung menjauhkan tangannya dari kepala Haru. 

"Dari dulu." Jisung menghela nafas dalam, mengisi dadanya dengan kepasrahan. Terlanjur basah. Ia ingin mengucapkan semuanya dengan jelas. "Dan rasanya menyebalkan saat tahu ada orang yang seenaknya sama perasaanmu."

Haru termenung selama beberapa waktu. Ia tidak mengerti arah pembicaraan Jisung.

"Kemarin aku lihat Jeno Lee seenaknya menolakmu."

Mata Haru membola. "Kemarin?"

Jisung mengangguk. "Kamu sampai menangis sambil pergi begitu. Dia keterlaluan sekali!"

Haru tersentak. Jika Jisung melihatnya pergi, bukankah artinya Jisung berada di sana lebih lama dibanding dirinya?

"Kamu t━"

"Jisung!" seru Haru memutus kalimat Jisung. "Kamu tahu apa yang terjadi sama Jeno Lee setelah aku pergi?"

"Hm?" 

Oh, tentu saja Jisung tahu!

"Apa━m-maksudku, dia, apa kamu lihat dia seperti kesakitan━" Haru seketika mengingat apa yang dokter katakan malam tadi. Soal perkelahian. "━Oh, kamu melihat dia dirampok?"

Selamat Pagi, Jeno Lee [NCT Jeno]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang