Renna tersenyum kecil kala melihat Mark tetap mempertahankan wajah datarnya walaupun disapa dan telah diberikan senyum terbaik olehnya.
Renna memang menjadi salah satu primadona bangsa peri dari negeri Nirvana karena memiliki pesona luar biasa, didukung oleh rupa cantiknya dan senyum semanis madu miliknya yang mampu menyihir setiap makhluk yang bertemu sapa menjadi terpikat akan keindahan sang peri.
Namun entah kenapa itu tidak berlaku pada Mark. Juvier juga heran kenapa temannya ini tidak terpikat pesona primadona Nirvana? Apakah naga ini terlalu lama tinggal di dunia manusia yang penuh dengan kegelapan?
Ya, wajar Juvier berkata begitu. Danau Demise, rumah Mark di dunia manusia memang tidak ada warna selain hanya kegelapan yang mendominasi.
Namun di situlah letak penasaran Juvier. Mengapa Mark betah bertahan tinggal di tempat suram itu? Padahal bisa saja ia mencari tempat tinggal yang layak dihuni seperti pada bagian di negeri Nirvana misalnya. Apakah ada sesuatu yang membuat naga itu bertahan selama ribuan tahun menjaga danau kematian itu?
"Mana jiwa yang hendak disucikan?"
Mark menyerahkan sangkar di tangannya untuk Renna ambil. Sejenak peri cantik itu mengamati jiwa Haera yang tenang berada di telapak tangannya.
"Jiwa ini sepertinya memiliki tekad yang kuat untuk hidup kembali. Sepertinya ia memiliki suatu penyesalan yang ingin ia perbaiki di kehidupan keduanya."
Renna mulai menyiram jiwa itu menggunakan air dari kendi yang dibantu oleh Juvier.
"Darimana kau mendapatkan jiwa ini, Mark?" tanya Juvier penasaran bagaimana naga itu menemukan jiwa seorang manusia, tapi dirinya saja tidak ingin berinteraksi dengan manusia berabad lamanya.
"Dia menyerahkan sendiri jiwanya padaku."
Juvier tersedak ludahnya sendiri. "Apa? Bagaimana bisa?" Peri oranye itu menatap tak percaya pada Mark yang masih memperhatikan jiwa Haera yang sudah dibawa Renna ke salah satu bunga kuncup tak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Ya, bisa. Aku malas menceritakannya padamu."
"Wah, lama tak bertemu sikapmu makin kurang ajar ya?"
"Aku memang seperti ini dari dulu. Kau saja yang baru menyadarinya."
Dengan manik bulat berwarna coklat terang miliknya, Juvier memelototi kedua bola mata Mark yang berwarna biru, menantangnya seolah mengibarkan bendera perang lewat tatapan mata.
Mark hanya balas menatap Juvier malas, hingga berbuah pekikan kesal dari peri berbadan bongsor itu. Tangannya ingin meraih surai merah itu, namun Mark dengan sigap menghindari jambakan maut Juvier.
Renna terkekeh melihat interaksi lucu kedua makhluk berbeda bangsa di hadapannya.
"Sudah, sudah. Kalian mau melihat jiwa ini dimasukkan ke dalam bunga kehidupan, tidak?"
"Mau!"
Mengabaikan Mark yang masih terlihat tenang setelah dicakar Juvier di punggung tangan kanannya, peri bersurai oranye itu berlari menyusul Renna yang telah berdiri di samping salah satu bunga kehidupan yang masih kosong.
Namun sebelum kelopak bunga berwarna merah muda itu terbuka sempurna, Juvier meringis sambil meniup-niup jemari sebelah kanannya.
"Juvier kenapa?" tanya Renna khawatir melihat si peri oranye seperti terlihat kesakitan.
"Kuku jariku terkena sisik naga Mark. Uh.. lumayan perih juga ya? Untung tidak sampai berdarah."
Renna tertawa anggun sambil geleng-geleng kepala. Memang ada-ada saja tingkah teman perinya yang satu ini.
Mengabaikan keluhan Juvier, dengan hati-hati Renna meletakkan jiwa milik Haera ke dasar bunga, tepatnya di atas putik bunga yang masih berupa tonjolan kecil. Putik itu nantinya akan tumbuh dan memanjang, mendorong jiwa manusia keluar dari mahkota bunga jika nanti tiba waktunya ia akan dilahirkan kembali ke dunia.
Perlahan mahkota bunga itu tertutup dan dilingkupi oleh kokohnya kelopak bunga bergradasi hijau dan merah muda, melindungi jiwa yang berharga di dalamnya.
"Rasanya sedih melihat jiwa-jiwa manusia yang menginginkan kehidupan kedua, harus menunggu lama sampai sang pencipta mengizinkan." ujar Juvier sambil menatap satu persatu bunga kuncup yang bergelantungan di batang pohon kehidupan. Renna juga melakukan hal yang sama.
"Terkadang aku tidak suka bermain di sekitar sini karena kerap kali mendengar pengharapan dari jiwa-jiwa itu. Entah aku tidak pernah ingat memiliki kekuatan dapat mendengar suara-suara seperti itu. Tapi rasanya hatiku perih seperti tersayat belati tajam saat mendengar lirihan penuh pengharapan mereka yang tiada henti."
"Setidaknya mereka memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan mereka di kehidupan sebelumnya. Tidak seperti kita yang hidup dalam keabadian." Suara Mark menyela membuat atensi kedua peri itu teralihkan.
"Perkataanmu ada benarnya juga Mark. Setiap makhluk punya keistimewaan masing-masing. Tak ada yang disesali karena beban yang diberikan sudah sesuai dengan takaran sang pencipta."
"Tapi salahnya hati manusia diciptakan lemah hingga dengan mudahnya mereka melawan takdir yang sudah digariskan oleh sang pencipta."
Setelah berkata demikian, Mark berbalik meninggalkan tempat pohon kehidupan itu tumbuh serta kedua peri cantik yang tengah berpandangan satu sama lain.
"Renna, terimakasih atas bantuanmu hari ini. Aku pergi menyusul Mark dulu ya! Hei Mark! Tunggu aku!"
Juvier buru-buru terbang menyusul langkah lebar sang naga, meninggalkan Renna yang tengah tersenyum manis sambil melambai kecil ke arah dua makhluk yang perlahan terlahap keramaian aktivitas para peri.
***
"Apa kau akan menunggu jiwa yang kau bawa itu bereinkarnasi?" tanya Juvier ketika keduanya kembali berada di hutan perbatasan antara Nirvana dan dunia fana.
"Tidak."
Juvier langsung memasang wajah curiga. "Hei, dari sorot matamu mengatakan sebaliknya eoh?"
Mark tidak menggubris perkataan Juvier barusan. Ia tetap dalam temponya berjalan, tak menghiraukan jika peri itu sudah merangkulkan tangannya ke pundak sang naga.
"Aku tidak tahu apa hubunganmu dengan jiwa manusia itu sebelumnya. Tapi kuharap dia akan diberikan alur kehidupan yang lebih baik dari yang pertama. Yah.. semoga reinkarnasinya cepat. Kau tahu, banyak jiwa manusia yang sudah berjuta-juta tahun lamanya tak pernah terbuka kelopak bunganya. Kasihan, namun bagaimana lagi? Sang pencipta yang mengatur segala-galanya."
Juvier baru sadar mereka sudah jauh berjalan ke dalam hutan, dan itu tidak baik bagi seorang peri penghuni Nirvana seperti Juvier.
"Kau akan langsung kembali, Mark?" tanya Juvier menghentikan langkah kakinya sehingga Mark berjalan sendirian ke depan.
"Ya, aku pergi."
"Tidak ingin menemui teman-teman yang lain? Mungkin mereka akan rindu bertemu denganmu setelah sekian lama."
"Tidak perlu, aku harus segera kembali."
Portal pembatas dua dimensi berbentuk lingkaran muncul di atas tanah tempat Mark berpijak.
"Yah, pergilah. Kapan-kapan datang kesini lagi ya!"
Setelah mengucapkan salam perpisahan, tubuh Mark sepenuhnya lenyap bersamaan dengan portal yang ia buat.
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH: REDCARNATION✓
Fantasy[TERBIT] Seekor naga merah penjaga danau kematian yang hidup dalam jeratan kutukan sang biksu, mengarungi perairan untuk memuaskan dahaganya atas jiwa-jiwa manusia yang memiliki takdir kematian di dalam air selama berabad-abad lamanya. Hingga suatu...