Chapter 13

784 110 9
                                    

Zeno terbang rendah hendak menggapai salah satu dahan pohon di bawah sana. Nafasnya tak beraturan akibat bertarung menghadapi jiwa-jiwa mengerikan itu yang tak hentinya datang, membuatnya kewalahan tak diberi jeda barang sedetikpun untuk sekedar menarik nafas.

Ia hampir kehilangan tangan kanannya akibat koyakan taring salah satu jiwa yang sudah berubah menjadi monster besar. Bahkan hanya sekedar untuk mengangkat sabitnya pun ia serasa tak sanggup lagi. Namun rasa dendam dan emosi yang telah lama mengendap di hatinya untuk naga itu, menjadikan Zeno buta akan sekelilingnya. Sehingga ia tak ingat lagi dengan keberadaan Jame yang malah menghampiri sang naga di bibir goa dengan memasang senyuman polosnya.

Mark yang kedatangan tamu tak diundang untuk yang kedua kalinya pun mengernyit tak suka.

"Aku tidak mengenal dirimu. Apa kau teman dari si surai hitam itu?"

Jame mengangguk tanpa takut. "Aku datang bukan untuk bertarung denganmu. Aku hanya ingin memastikan apakah gadis yang kau bawa masih hidup atau tidak?"

Mark tidak menanggapi, ia merasa ada yang aneh dengan gelagat si surai navy.

"Kalau tidak berkepentingan lagi denganku, silahkan pergi. Aku tidak suka makhluk asing menginjak wilayahku."

Jame terkekeh kecil. Ia sudah menduga jika kedatangannya pasti tidak akan bertahan lama.

"Sebenarnya kedatanganku ke sini hanya ingin meluruskan sesuatu. Ah, lebih tepatnya ingin memberitahukan suatu kebenaran supaya kau tidak berburuk sangka kepada temanku itu."

Mark yang tadinya tidak ingin menghiraukan kehadiran malaikat maut itu, mulai sedikit penasaran dengan pernyataan barusan.

"Katakan."

Jaemin menarik nafas sejenak sebelum memulai. "Zeno dimarahi habis-habisan oleh penguasa dunia bawah karena gagal mencabut nyawa seorang manusia yang sudah diperintahkan untuknya. Kami, para malaikat maut hanya menjalankan tugas kami sebagai pencabut nyawa manusia. Namun gara-gara dirimu yang seenaknya mengambil nyawa manusia sebelum waktunya, tugas kami menjadi kacau. Kurasa kau sudah diperingatkan oleh penguasa Nirvana soal ini bukan?"

Ya, memang Mark telah diperingatkan untuk tidak lagi berhubungan dengan manusia semenjak berabad-abad lamanya. Namun obsesi aneh ini muncul kembali ke permukaan dalam beberapa dekade terakhir. Kembali Mark berkelana mencari jiwa-jiwa manusia untuknya makan dan dikurung untuk kesenangan sendiri. Entah apa pemicunya, ia sendiri pun tidak tahu. Oh, atau saja ia lupa dengan kejadian yang menimpanya beberapa abad silam?

"Biar kutebak, kau melakukan semua ini untuk mencari jiwa manusia yang pantas untuk menjadi pengantinmu, iya kan?"

Mark terdiam, ia tidak bisa merespon apapun sebagai jawaban. Di satu sisi ia membenarkan, namun ego lain menolak keras pernyataan itu.

"Dan kau sudah dua kali ingin mengambil jiwa manusia yang sama. Ku dengar kau juga sempat membawa jiwa manusia itu ke pohon kehidupan Nirvana. Apakah jiwa itu yang kau cari selama ini?"

Jame harap-harap cemas di tempat karena sang naga tak kunjung merespon perkataannya. Tujuan kedatangannya selain untuk membuat naga itu sadar atas perbuatannya selama ini, ia juga ingin menyelamatkan Zeno dari serangan makhluk-makhluk mengerikan itu dengan sedikit bernegosiasi dengan si penguasa danau kematian.

"Jika tebakanku benar, tolong kau hentikan perbuatanmu yang suka mengambil jiwa-jiwa tak bersalah itu. Kau boleh mengambil lagi jiwa gadis bersurai coklat madu itu, tetapi ini untuk yang terakhir kalinya."

Sang naga menatap manik jelaga sang malaikat maut yang memancarkan sorot penuh pengharapan.

"Entahlah, aku tidak mengerti apa yang kurasakan sekarang. Rasanya aneh.. hatiku telah mati sejak dulu." Mark menyentuh dadanya yang mengalir perasaan asing yang tak pernah ia rasakan selama ia hidup.

Jame tersenyum, "Itu perasaan cinta, mungkin. Memang wujudnya tidak bisa digambarkan secara pasti, namun kau akan menemukan jawabannya jika mau menjalaninya. Tidak ada kata terlambat untuk memulai."

Sejenak keheningan menyelimuti keduanya. Jame membiarkan sang naga memproses perkataannya di bawah langit malam yang kelam.

"Tapi sebelum itu, bisakah kau perintahkan makhluk-makhluk hitam itu kembali ke penjaranya? Kasihan temanku mungkin sudah mati karena kelelahan."

Mark tersadar dari lamunannya. Ia menengadah ke langit, makhluk-makhluk hitam miliknya tak sebanyak tadi, tapi masih ada beberapa yang berterbangan tak tentu arah.

Sang naga mengangkat kepalan tangannya ke udara, dan seketika jiwa-jiwa itu menghilang menyisakan keheningan malam bertabur cahaya bintang. Jame diam-diam menghela nafas lega. Setelah ini ia akan mencari keberadaan sang teman, harap-harap masih hidup walaupun ia tak yakin dapat membawa Zeno dalam keadaan utuh.

"Itu saja yang mau kusampaikan. Aku akan menasihati temanku jika ia berniat ingin mengajak ribut dirimu lagi."

Setelah berpamitan, Jame melesat cepat guna menemukan keberadaan Zeno, menyisakan Mark yang kembali terdiam namun kesadarannya teralihkan kala mendengar rintihan kecil dari dalam goa.

Dengan berbekal penerangan dari si api biru, Mark dapat melihat Haera yang telah tersadar namun kelopak matanya masih tertutup. Tubuhnya menggigil sebagai respon atas suhu dingin yang ada di goa.

Karena kedatangan malaikat maut bersurai navy itu, Mark jadi hampir lupa membuat perapian. Jubahnya ia tanggalkan guna menyelimuti tubuh dingin Haera, memberikan sedikit kehangatan sebelum dirinya membuat sumber api di dekatnya.

Api berwarna oranye menyala mengusir gelap yang ada di sekelilingnya. Mark menghangatkan telapak tangannya ke dekat api, selanjutnya ia bawa menangkup kedua sisi wajah pucat Haera guna menyalurkan kehangatan dari telapak tangannya. Hal itu dilakukan berulang-ulang hingga Haera membuka matanya.

Manik coklat itu bertemu dengan indahnya netra kembar sewarna langit siang milik sang naga, hingga menyadarkan dirinya jika ia berada di tempat yang asing bersama sesosok yang juga menurutnya aneh dan sedikit.. menyeramkan?

Mark menatap teduh ke wajah cantik Haera, berbanding terbalik dengan gadis itu yang malah mulai ketakutan karena sisik naga yang memenuhi setengah wajah rupawan itu terlihat jelas pada pantulan cahaya api.

"Si-siapa kau..?"

Mark seketika tersadar jika suara Haera bergetar tanda gadis itu tengah ketakutan melihatnya.

"Kau tidak ingat diriku?" tanya Mark sembari mengalihkan pandangannya pada kayu bakar yang perlahan dilahap api.

"Aku baru pertama kali melihat orang aneh sepertimu, bagaimana bisa aku mengingatmu?"

Mark menoleh kemudian tersenyum kecil. "Tidak apa-apa, akan kubuat kau mengingat kembali siapa diriku."

Sepersekian detik Haera rasa jantungnya berhenti berdetak kala bibir dingin itu bertemu dengan bibir pucatnya.

Seketika penggalan memori kehidupan pertama miliknya merengsek masuk memenuhi pikirannya. Mark menjauhkan wajahnya kala melihat Haera mengerang kesakitan sambil menjambak rambutnya sendiri. Sang naga berusaha menghentikan kedua tangan Haera karena itu menyebabkan pelipisnya yang luka akibat pukulan botol kaca kembali mengeluarkan darah. Dan Mark baru tahu jika di kepala Haera terdapat beberapa gores luka yang lumayan untuk menguras darah di tubuhnya.

Ia mendekap tubuh ringkih Haera, berharap dengan itu membuatnya tenang. Memang perlu usaha yang cukup lama sampai gadis itu tenang dan jatuh tertidur di pelukan hangat sang naga.



Bersambung..

HIRAETH: REDCARNATION✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang