Juvier terbang riang di bawah cerahnya suasana pagi di Nirvana yang indahnya tiada duanya. Tak jarang ia akan bertegur sapa dengan setiap peri yang ia temui. Sesekali menggigit buah pomme serupa apel namun semanis perpaduan madu dan buah peach, pemberian dari salah satu peri yang ia jumpai.
Kedua kakinya ia daratkan di atas rerumputan hijau kala telinganya mendengar suara berbisik dari gerombolan peri yang hendak melewatinya. Ia penasaran apa yang gerombolan itu bicarakan sesekali mereka menoleh ke belakang seolah objek pembicaraan berada di sana.
"Hei, tunggu sebentar." seru Juvier menghentikan salah satu peri yang terbang paling belakang. "Apa yang sedang kalian bisikkan? Apa ada sesuatu yang menggemparkan terjadi?" tanya Juvier bersemangat jika sudah terkait dengan berita-berita terbaru yang terjadi di Nirvana.
"Hm, yah, mungkin ini cukup menggemparkan bagimu." jawab peri itu. Karena melihat Juvier tidak puas dengan jawabannya dan ingin bertanya lebih lanjut lagi, jemari lentik sang peri menunjuk ke arah belakang hutan tempat gerombolan mereka muncul barusan. "Kalau kau mau tahu lebih jelasnya, silahkan lihat ke sana. Aku pergi."
"Eh tunggu! Apakah membahayakan!?"
Terlambat, peri itu sudah menyusul gerombolannya yang sudah jauh terbang di depan sana. Dengan membawa rasa penasaran dan nyali yang tidak seimbang, Juvier terbang perlahan memasuki hutan perbatasan.
Tidak ada hal yang berpotensi membahayakan untuk penghuni hutan ini sepanjang perjalanannya. Namun seperti mengalami deja vu untuk yang kedua kalinya, ia melihat sesosok pria bersurai merah dengan sisik naga yang memenuhi sebagian wajahnya berjalan lurus menuju ke arahnya terbang.
"Mark!?"
Cahaya mentari yang menembus celah-celah daun rimbun hutan menerpa wajah rupawan yang tak lagi tertutup oleh gelapnya tudung jubah hitam miliknya.
Juvier tanpa aba-aba segera berhambur memeluk teman naganya yang suatu keajaiban dapat bertemu lagi di hutan Nirvana ini setelah sebelumnya tak dapat mengobrol banyak.
"Kau datang lagi? Tidak terduga, dan kali ini apa yang membuatmu menginjakkan kaki di Nirvana ini?"
Mark hanya diam namun senyuman bahagia(?) yang sang naga tunjukkan membuat Juvier membeku sejenak.
"Eh? KENAPA TERSENYUM?" heboh Juvier dengan mata melotot hampir keluar dari tempatnya. Semenjak Mark terkena kutukan, naga itu tak pernah lagi menunjukkan raut bahagia apalagi hanya sekedar menarik senyum kecil.
Mark mengangkat alisnya tanda tak paham, "Memangnya kenapa jika aku tersenyum?"
Juvier melepas pelukannya, "Nanti sabit malaikat maut patah."
Mark terkekeh geli karena jawaban Juvier sedikit melantur saking terlalu terkejutnya dengan perubahan yang sang teman bawa.
"Juvier, terimakasih.."
Sang peri yang ingin bertanya lebih lanjut harus menelan kalimatnya kembali. "Uh? Terimakasih untuk apa?" Sudah dua kali ia dibuat kebingungan oleh si naga merah ini.
"Karena kau terus menyemangatiku kala hidupku sudah tak bergairah lagi. Dan sekarang, pengantinku sudah kutemukan setelah berkelana ribuan tahun."
Juvier tidak bisa mengatupkan rahangnya karena kembali terkaget dengan pernyataan barusan. "Ap-apa? Pe-pengantin? Si-siapa?"
"Jiwa manusia yang aku bawa dulu."
Terlihat semburat kemerahan samar muncul di kedua pipi sang naga. Dan Juvier tidak menyia-nyiakan pemandangan langka itu untuk melebarkan matanya supaya penglihatannya semakin jelas.
Karena ditatap sebegitu konyolnya oleh sang peri oranye, Mark mengibaskan tangannya dan kembali berjalan ke tempat yang sangat ingin ia datangi sedari tadi, namun tertahan karena kedatangan Juvier.
"Yak! Mark!? Kau mau kemana? Tunggu aku!"
Dengan kepakan sayap yang memunculkan melodi indah setiap gesekannya, Juvier segera menyusul langkah lebar sang naga menuju tempat pohon kehidupan Nirvana tumbuh.
***
Tetesan air yang meluncur dari ujung surainya yang basah mampu menciptakan lingkaran sempurna pada permukaan air yang memantulkan wajah ayunya.
"Sudah selesai?"
Ia menoleh pada peri yang memiliki wajah setara dengan kecantikan bidadari yang sedang terbang anggun ke arahnya, ia mengangguk. Selembar jubah putih tersodor ke hadapannya dan langsung memakaikan pada tubuhnya yang tidak lagi merasakan sakit raga dan jiwa.
"Namamu Haera, kan?"
Haera sedikit terkejut dengan si peri yang mengetahui namanya, namun setelahnya menganggukkan kepala. Renna tersenyum, "Kita pernah bertemu, namun mungkin kau tidak mengingatnya."
Haera tidak tahu ingin merespon seperti apa. Tempat yang ia pijaki sekarang ini terasa menenangkan, menghantarkan suasana kedamaian yang sesungguhnya. Bibir plum itu tak henti-hentinya menggumamkan kekagumannya pada keindahan yang Nirvana suguhkan.
"Kau tahu kita sekarang ada di mana?" tanya Renna menyadari jika Haera masih asing dengan tempat ini.
"Rasanya seperti terlahir kembali. Apa aku berada di surga?"
Renna tersenyum tanpa menjawab pertanyaan tersebut. "Ayo ikut denganku!" Sang peri menarik pelan membawa Haera berjalan yang masih dalam kekagumannya menatap bakung bunga yang bergelantungan di dahan pohon kehidupan yang tak terhitung jumlahnya.
Keduanya sampai pada pembatas antara pohon kehidupan dengan hunian bangsa peri. Sekali lagi Haera dibuat takjub dengan keindahan yang disuguhkan bangunan bangsa peri. Namun tak lama atensinya teralihkan pada sesosok pria bersurai merah dengan jubah hitam yang melambai seirama dengan langkah kaki tegasnya, berjalan menuju ke arahnya dengan senyum yang terpatri di bibir tipis milik sang naga.
Satu nama terucap mulus dari kedua belah bibirnya. "Mark."
Renna terbang meninggalkan keduanya, menghampiri Juvier lalu menyeret peri oranye itu agar tidak mengganggu mereka kala Mark telah sampai di hadapan sang pengantin, menggenggam kedua tangan selembut sutra milik separuh hidupnya, menyatukan kening mereka, menyelami dalamnya kerinduan yang tertampung pada indahnya manik masing-masing.
Kebahagiaan membuncah naik, menjadikan setetes kristal bening meluncur indah di kelopak mata seindah bunga Camelia. Mark menangkup wajah pengantinnya, mengusap pipi nan lembut dengan sangat amat hati-hati agar jemari kasarnya tak melukai wajah ayu itu.
"Jangan menangis lagi. Rasa sakit yang kau rasakan selama di dunia sudah tiada. Tidak ada yang membuatmu bersedih lagi di sini. Kau bahagia bersamaku, pengantinku.."
Haera mengangguk, menerbitkan senyum secerah mentari pagi yang mampu menghancurkan dinding es tebal yang membelenggu hati dan jantung sang naga.
Mark rasa ia seperti hidup kembali. Kehadiran seorang gadis berhati tabah dan kuat di sisinya seakan rasakan bagaimana hidup yang sebenarnya.
Hidup dengan tulang rusuk yang kekurangan. Hadir Haera lah yang telah menyempurnakan kecacatan itu. Ia harus berterimakasih tak terhingga kepada sang pencipta, karena telah menghadirkan Haera sebagai pendamping di sisinya.
Kedua belah bibir itu kembali bertemu, bersamaan dengan sorak sorai penghuni Nirvana yang turut bahagia atas bersatunya dua kisah pilu penuh lika-liku. Dipertemukan untuk saling melengkapi satu sama lain, perjuangan yang amat panjang untuk bertahan pada badai kehidupan, menepi di tempat yang penuh akan kebahagiaan.
Akhir yang manis, bagi orang-orang yang tabah dan lapang dada menerima semua warna-warni kehidupan untuk melukiskan jiwa yang putih.
"Terima kasih.. untuk segalanya.."
Selesai.
Akhirnya end juga🤗 Happy ending🤭
Saya ucapkan banyak terimakasih pada kalian yang sudah ngikutin book ini dari awal hingga akhir.
So, jangan lupa untuk follow saya supaya kalian tidak ketinggalan berita jika saya mendebutkan karya lagi😘
Have a nice day~
Sampai jumpa di karya-karya saya selanjutnya~
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH: REDCARNATION✓
Fantasy[TERBIT] Seekor naga merah penjaga danau kematian yang hidup dalam jeratan kutukan sang biksu, mengarungi perairan untuk memuaskan dahaganya atas jiwa-jiwa manusia yang memiliki takdir kematian di dalam air selama berabad-abad lamanya. Hingga suatu...