Jam pulang sekolah menengah atas tidak secepat sekolah di tingkat bawahnya. Mereka harus ingat jika sekolah mereka menerapkan program *full day school* yang mana jam pulang yang dijadwalkan selesai pada saat langit berubah warna menjadi oranye kemerahan.
Sebelum melakukan rencana yang mereka rembukkan siang tadi, terlebih dahulu Chelsea mengajak Haera dan Andy makan di restoran terdekat dengan Chelsea yang mentraktir mereka tentu saja.
Setelah menuntaskan keinginan perut, mereka bertiga dengan masih terbalut seragam sekolah, berangkat menuju danau misterius itu. Karena jarak danau itu lumayan dekat dengan sekolah, maka mereka berjalan kaki sembari menikmati pemandangan desa yang asri sepanjang perjalanan mereka ke tempat tujuan.
Bermodal cahaya senter dari ponsel milik Chelsea dan Andy, mereka bertiga berbelok ke arah di mana letak danau itu yang hampir tertutupi oleh rimbunnya hutan yang mengelilingi.
Insting petualangan yang dimiliki Chelsea pun berhasil membawa mereka ke tepian danau yang hanya dikelilingi oleh ilalang kering karena efek cuaca yang masih dalam musim kemarau.
Rembulan yang kebetulan sedang bersinar terang di atas sana, menjadikan permukaan air danau yang tenang menjadi indah terkena pantulan cahaya bulan.
Chelsea terpana dengan suguhan keindahan danau yang sama sekali terjaga kelestariannya. Gadis itu langsung mengambil beberapa gambar dengan kamera ponselnya. Andy memegangi pinggang Chelsea karena takut jikalau gadis itu tiba-tiba salah pijak dan berakhir tercebur ke danau. Keselamatan dua gadis itu secara tidak langsung menjadi tanggung jawab Andy yang merupakan satu-satunya lelaki di sana.
Lain halnya dengan dua temannya yang asyik mengambil foto, Haera menatap lurus ke tengah danau dengan pandangan hampa. Entah kenapa suasana sunyi yang diciptakan sang malam mampu menghantarkan rasa sakit tak bersumber yang perlahan menggerogoti relung hatinya.
Ia merasakan kehampaan, kekosongan, keputusasaan dan ketakutan yang tak berdasar.
Entah mungkin karena pengaruh dinginnya udara malam itu, Haera melihat sesuatu yang aneh tiba-tiba saja muncul pada tepian danau yang berseberangan dengan tempatnya berdiri.
Walaupun samar-samar, ia dapat melihat seseorang berlutut di tanah sambil menutup telinganya. Suara-suara berisik yang samar-samar terdengar kini perlahan tertangkap dengan jelas di indera pendengarannya.
Pupil matanya membelakak kala mengetahui jika seseorang yang tengah berlutut di seberang sana adalah dirinya sendiri.
Terdengar jelas raungan kesakitan kala replika tubuhnya dikerubungi oleh bayangan hitam yang tiba-tiba saja muncul mengelilingi tepian danau. Haera ingin meredam teriakan pilu dari roh-roh hitam itu dengan kedua telapak tangannya, namun tubuhnya serasa beku tak bisa digerakkan.
Haera menangis ketakutan dalam ketidakberdayaan sambil terus menyaksikan bayangan dirinya yang digerogoti oleh taring tajam milik makhluk-makhluk hitam itu.
Pemandangan ini.. seperti pernah dilihatnya, namun untuk sekarang ia tidak bisa berpikiran apa-apa. Raungan pilu semakin nyaring terdengar di telinganya.
"To.. tolong aku.. siapapun.."
Haera berusaha menutup matanya erat sambil berusaha mengais sisa kesadarannya yang perlahan menguap ke udara. Angin kencang berhembus tiba-tiba hingga mampu menyapu rintihan itu seketika dan menghilang terbawa arus angin.
Haera jatuh berlutut dengan mata basah akibat air mata yang terjun deras tanpa ia sadari. Suara Chelsea yang memanggil-manggil namanya pun berangsur dapat ia dengar dengan jelas di tengah sepinya malam yang semakin larut.
"Haera, kau tidak apa-apa?"
Raut wajah Chelsea kentara sekali khawatir berlebih setelah melihat wajah pucat Haera serta linangan air mata yang meninggalkan jejak sembab di pipi tirusnya.
Haera menggeleng tanda mengatakan ia baik-baik saja. Namun ketika ingin menegakkan tungkainya, ia tidak sanggup.
Halusinasi menakutkan yang ia saksikan di hadapannya barusan mampu mengikis hampir seluruh kekuatannya untuk berdiri.
"Astaga, tubuhmu panas sekali! Apa kau bisa berdiri?" ujar Andy terkejut setelah ia ingin membantu gadis itu berdiri, namun tak sengaja tangannya menyentuh leher Haera yang terasa sangat panas. Gadis itu menggeleng lemah.
"Sebaiknya kita pulang saja. Aku tidak mau membuat kondisi Haera semakin memburuk. Kita ke rumahku saja. Di sana Haera akan mendapatkan perawatan dari dokter pribadiku."
Setelah mengatakan itu, Andy segera mengangkat tubuh lemas Haera dan ketiganya meninggalkan danau itu. Menyisakan sang naga yang masih berdiri di balik pepohonan sembari memperhatikan ketiganya yang perlahan menghilang di balik rimbunnya pepohonan.
***
Haera bergerak tak tenang dalam tidurnya. Pelipisnya kembali dibanjiri keringat dingin hingga alas bantal yang ia gunakan untuk menyangga kepalanya basah seketika. Deru nafasnya tak beraturan hingga mampu membuat seorang gadis pemilik kamar terbangun.
Chelsea panik melihat Haera yang gelisah di kasurnya, sesekali mulutnya meracau tak jelas. Ia berinisiatif untuk menepuk-nepuk pundak Haera supaya gadis itu lolos dari mimpi buruknya.
"Ra, Haera! Bangun! Kau kenapa hei?!"
Berhasil, Haera terbangun dengan kondisi yang cukup berantakan. Mata sayunya ia bawa bergulir menatap ke arah Chelsea yang juga tak kalah berantakannya dengan dirinya karena baru saja bangun tidur.
"Kau kenapa? Mimpi buruk?" tanya Chelsea sambil meletakkan punggung tangannya di dahi Haera. Gadis bersurai coklat madu itu hanya mengangguk lemah sambil mengingat-ingat kembali kejadian sebelum dia terbaring di kasur Chelsea.
Haera pernah bermain ke rumah Chelsea sekali, itupun saat mereka tergabung dalam kelompok yang sama untuk mengerjakan tugas seni. Jadi Haera tidak terlalu asing lagi dengan kamar Chelsea yang bernuansa serba pink.
"Sepertinya ini efek dari demammu, Ra. Tapi syukurlah tidak sepanas tadi malam. Aku akan mengambilkan air minum dulu, lalu kau minum obatmu ya?"
Haera bergumam terimakasih kepada gadis berkulit susu itu. Setelah ini mungkin ia akan banyak berterimakasih dan meminta maaf karena telah banyak merepotkan gadis itu.
Soal Andy, setelah mengantar Haera ke kamar Chelsea, ia pamit untuk pulang ke rumah karena khawatir orangtuanya mencarinya. Begitu juga dengan ibu Anne yang kelabakan mencari keberadaan anak gadis semata wayangnya yang tidak kunjung pulang sejak kemarin.
Beruntung salah satu pembantu di rumah Chelsea yang kebetulan melewati jalan sekolah Haera untuk pergi berbelanja melihat wanita itu yang sedang gelisah berjalan mondar-mandir di depan gerbang sekolah yang masih tertutup.
Jadilah ibu Anne dibawa ke rumah Chelsea dan langsung memeluk Haera yang sedang duduk di sofa ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya.
Chelsea menceritakan semua yang terjadi kemarin malam tanpa ada bumbu-bumbu kebohongan. Ia juga berkali-kali minta maaf pada wanita yang telah melahirkan Haera itu, karena gara-gara dia lah Haera jadi seperti ini.
Ibu Anne memaafkan teman sang anak yang berani untuk bertanggungjawab atas kesalahannya. Wanita itu juga menasihati keduanya agar jangan mengulangi perbuatan itu lagi, terlebih mendengar dari para orang tua terdahulu bahwa danau itu angker dan banyak kejadian tak masuk akal yang terjadi di sekitar danau ataupun hutan yang mengelilinginya.
Baik Haera maupun Chelsea jadi syok dan merinding sendiri karena kemarin malam itu mereka telah memasuki kawasan angker yang ajaibnya mereka bisa keluar dari tempat itu dalam keadaan hidup.
Haera memilih untuk bungkam soal dirinya yang melihat kejadian aneh yang muncul di seberang danau itu, baik dengan ibunya maupun Chelsea.
Biarlah kisah itu ia pendam sendiri untuk dirinya.
Bersambung..
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH: REDCARNATION✓
Fantasy[TERBIT] Seekor naga merah penjaga danau kematian yang hidup dalam jeratan kutukan sang biksu, mengarungi perairan untuk memuaskan dahaganya atas jiwa-jiwa manusia yang memiliki takdir kematian di dalam air selama berabad-abad lamanya. Hingga suatu...