Chapter 12

781 109 5
                                    

"Aish! Jangan ke air lagi!!"

Zeno merasa deja vu melihat tubuh manusia targetnya jatuh ke sungai. Ia ingin marah dan mengamuk, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa karena ini bagian dari skenario yang sang pencipta rencanakan untuk gadis itu.

"Apakah takdirnya mati di dalam air lagi?" tanya Jame yang sudah berdiri di samping Zeno seraya mengamati Kriss yang malah tertawa seperti orang gila di tepian jembatan setelah melihat anaknya terjatuh ke sungai.

"Kau tahu kemana sungai ini berujung, jadi aku tidak mau kalah cepat dengan ular merah itu untuk yang kedua kalinya!"

Jame menghela nafas kala Zeno kembali melesat cepat menyusul kemana tubuh Haera terseret arus.

"Seharusnya kau mencabut nyawa pria gila itu daripada memperebutkan nyawa seorang gadis malang dengan seekor naga."



***



Zeno berdecak dan hampir mengumpat kala melihat pergerakan aneh dari dalam air tengah melawan arus sungai. Tubuh Haera sudah tidak ada lagi terlihat di permukaan air. Ia yakin si ular merah itu pasti sudah mengambil gadis itu dan membawanya ke danau Demise.

Langsung saja Zeno melesat cepat mengiringi pergerakan aliran air hingga tibalah ia di danau tempat tinggal sang naga. Suasana malam yang gelap dan sepi tanpa cahaya rembulan menjadikan tempat itu semakin suram. Zeno masih dapat mendengar rintihan suara roh-roh malang yang dikurung naga itu di sekitar danau dan hutan.

Malaikat maut dengan paras rupa sebanding dengan dewa Yunani itu mengeluarkan senjatanya berupa sabit hitam, senjata kebanggaan para pencabut nyawa. Mata tajamnya menunggu kemunculan naga merah itu dari palung yang perlahan tercipta di tengah danau, tanda sang penguasa danau Demise akan menampakkan wujudnya ke permukaan.

Sepersekian detik, seekor naga bersisik merah kehitaman dengan pendar cahaya biru dari kedua bola matanya melesat cepat ke udara dan langsung menuju tempat sang malaikat maut mengambang.

Dengan refleks yang bagus, Zeno berhasil menghindar dari mulut terbuka sang naga yang hendak melahapnya. Si malaikat maut membalas dengan mengayunkan sabitnya ke arah leher si naga, tempat di mana urat nadi kehidupan berada, namun tidak terlalu berefek karena sisik keras itu melindunginya.

TANG!!

Sang naga mengaum marah. Dengan tubuh besar nan panjang ini sedikit menyulitkannya untuk melakukan pergerakan cepat. Maka dengan sekali kedipan mata, ia mengubah wujudnya menjadi manusia setengah siluman.

"Sepertinya aku tidak ingat pernah mengizinkan makhluk asing memasuki wilayahku tanpa permisi."

Mark berdiri di salah satu pohon di sana dengan tatapan lurus ke arah seorang malaikat maut yang tengah menatapnya tajam.

"Kau mengambil targetku lagi!!" seru Zeno tersulut emosi. Sudah diberitahukan sebelumnya jika ia menyimpan dendam pada naga itu selama beribu-ribu tahun lamanya.

Mark mengernyit, "Bukankah pekerjaanmu akan terbantu olehku? Aku hanya ingin menyelamatkan nyawa manusia malang itu, apa salahnya?"

Zeno menggertakkan giginya. Bukan hanya sekali dua kali naga itu mengambil nyawa manusia yang menjadi target Zeno dan malaikat maut yang lain. Sejak ribuan tahun silam, Mark mengambil nyawa manusia dan mengurungnya di danau Demise ini. Padahal seharusnya jiwa manusia tidak boleh berlama-lama di dunia atau jiwa-jiwa itu akan tersiksa bersama penyesalan mereka dan kemungkinan akan berubah menjadi monster yang akan membahayakan kehidupan di dunia manusia.

Zeno tidak ingin kejadian itu terjadi, walaupun Mark mengurung mereka di danau ini dan belum pernah ada kejadian jiwa yang terlepas, tetapi itu tidak akan menjamin selamanya akan terus terkurung di sini.

"Jiwa manusia itu suci, seharusnya dia tenang di Nirvana. Tapi kau akan mengurung jiwa manusia itu di danau ini bersama jiwa-jiwa busuk yang lain!?" teriak Zeno. Ia sudah tahu gelagat rencana sang naga.

Mark terkekeh meremehkan. "Ah, kau mengenal baik hobiku yang satu ini ternyata. Apakah kita memang sedekat itu?"

Zeno mengeratkan genggamannya pada gagang sabit miliknya. "Apa obsesimu melakukan semua ini!?"

"Rasanya senang sekali mendengar rintihan pedih dari jiwa-jiwa manusia yang menginginkan kebebasan. Inilah kesenangan pribadiku, dan kau malaikat maut tidak punya hak untuk melarangku."

Kekehan ringan yang barusan mengalun seketika tergantikan dengan wajah datar penuh dengan aura membunuh.

Suasana yang tadinya tenang berubah mencekam kala Mark membangkitkan jiwa atau roh manusia yang telah ia kurung dari ribuan tahun lalu hingga saat ini.

Terbayang betapa banyaknya roh-roh itu hingga tak terhitung jumlahnya, menyerang Zeno yang tengah melayang di atas danau dengan wujud mengerikannya.

Sang malaikat maut menebas setiap jiwa yang ingin menggerogoti tubuhnya menggunakan senjata sabit miliknya. Ia agak terkejut melihat wujud jiwa-jiwa itu yang sebagian telah berubah menjadi monster yang mengerikan. Sebisa mungkin ia bertarung tak melewati batas danau Demise, atau umat manusia akan dibantai habis oleh makhluk-makhluk ini.

Pertarungan di atas udara itu tak membuat Mark tertarik untuk duduk santai sambil melihat adegan seru itu. Ia lebih tertarik pada seorang gadis bersurai coklat madu yang terdampar di tepian danau dengan nafas putus-putus.

Mark membawa tubuh lemah Haera ke goa tempat dirinya merawat anak itu untuk yang kedua kalinya.

Semua ini terasa terulang kembali. Hanya saja hal yang baru adalah kedatangan tak diundang sang malaikat maut di kediamannya.

Mark menekan punggung Haera hingga gadis itu terbatuk hebat dan aliran air mengalir deras dari mulut dan hidungnya. Beberapa kali ia mengulang kegiatan yang sama, hingga nafas Haera perlahan normal.

Mark merasa jika suhu di goa semakin turun, ia mengeluarkan bola api biru untuk mempermudah penglihatan dalam kegelapan. Sang naga membiarkan Haera yang tak sadarkan diri berbaring di lantai goa, ditemani oleh api biru miliknya yang berusaha untuk menghangatkan tubuh dingin Haera, walaupun usaha itu tidak banyak membantu karena api biru tidak memiliki kehangatan seperti api merah. Sementara ia keluar mencari kayu bakar kering untuk membuatkan sumber kehangatan bagi gadis malang itu.

Manik sapphire miliknya menatap ke atas langit yang sekarang telah kehilangan cahayanya karena tertutupi oleh hitamnya jiwa-jiwa manusia yang tengah mengerubungi sesosok pencabut nyawa yang tengah berjuang untuk melepaskan diri.

"Mainanku jadi berkurang berkat malaikat maut tak tahu diri itu. Tapi, yah.. setidaknya ada hiburan untuk malam ini."



Bersambung..

HIRAETH: REDCARNATION✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang