Story 14. Message (part 1)

468 28 20
                                    

Di meja kerja yang, seperti biasa, dipenuhi buku, Kozuki sedang mengutak-atik sebuah telur yang berukuran dua kali telur biasa. Sedangkan di sofa, Kagayami sedang membalik-balik sebuah buku tua dan di sebelahnya, tubuh Rui terbaring lemah.

"Oi, kapan kita melakukannya?" tanya Kagayami.

"Dua hari lagi, kalau aku bisa memperbaiki benda ini," jawab Kozuki sambil lalu.

"Cepatlah kalau begitu. Aku bosan berdiam diri di sini! Dan bocah itu mulai bangun dan memcoba mengambil alih kesadaranku," keluh Kagayami.

"Kalau kau ingin keluar, temui anggota Shinjitsu dan beritahu mereka tempat yang harus mereka datangi besok," kata Kozuki.

"Pengantar pesan? Setidaknya lebih baik daripada di sini..." Kagayami asal menaruh buku yang dibacanya dan pergi dari ruangan itu.

***

Di dalam kamarnya, Hikari sedang duduk di ujung ranjangnya, meneliti moon stonenya yang berkilau tertimpa cahaya lampu. Rasa hangat yang menjalar di tangannya sudah lama hilang. Tapi setiap kali timbul keinginan untuk mengembalikan batu itu, gelombang rasa senang dan hangat menghentikam niatnya. Hikari tahu batu itu menyimpan kekuatan yang sangat besar.

"Ada apa dengan batu ini?" Hikari bergumam. "Batu ini menghipnotisku untuk mengambilnya dan setelah aku mengambilnya dia hanya diam..., menyebalkan sekali...," gerutu Hikari.

Hikari menjejalkan batu itu ke saku celananya dan membanting dirinya ke ranjang lalu memejamkan matanya yang lelah karena memelototi moon stone misterius itu. Hikari yakin dia hanya memejamkan matanya sebentar, tapi dia merasa terseret ke dalam dunia mimpi.

Semuanya hitam dan dingin, tapi Hikari bisa melihat tubuhnya sendiri. Hikari berjalan tanpa tahu ke mana dia pergi. Dia hanya ingin keluar dari mimpi buruknya.

"KEMBALIKAN BATU TERKUTUK ITU!!"  suara itu tiba-tiba menggelegar memecah keheningan, penuh amarah dan kebencian.

Hikari terperanjat kaget. Dia tersandung kakinya sendiri dan jatuh terduduk.

"HANCURKAN BATU TERKUTUK ITU SEBELUM TERLAMBAT!!" Suara itu kembali menggelegar.

Hikari merasakan sepasang tangan mulai membelit lehernya. Hikari menggapai lehernya, berusaha melepaskan tangan yang mencekiknya, tapi tidak ada apa-apa di  lehernya. Hikari mulai kehabisan napas. Dia mencakar-cakar lehernya dengan putus asa walaupun tangan tak kasat mata itu menolak manampakkan diri.

"Hentikan!" Suara lain terdengar. Suara yang lembut dan menenangkan.

Perlahan-lahan cahaya mulai menerangi ruangan, atau lebih cocok di sebut dunia mimpi Hikari. Tangan tak kasat mata mulai melonggarkan cengkramannya.

"PERGI!" desak suara pertama dengan marah.

"Kau yang harus pergi," kata suara kedua dengan tenang.

Mendadak saja seluruh kegelapan musnah, digantikan oleh cahaya yang menyilaukan. Hikari yakin dia melihat sesuatu yang menyerupai manusia bersayap sebelum dia terbangun.

Hikari bangun dengan kepala yang berdenyut-denyut dan kaus yang basah karena keringat. Hikari memaksa tubuhnya untuk duduk di tempat tidurnya. Dia melirik jam dindingnya dan terkejut saat mengetahui sekarang sudah jam tujuh pagi.

"Sial...," gerutu Hikari sambil mengusap keringat di dahinya. "Sampai kapan aku harus bermimpi seperti ini...," gumam Hikari dengan kesal.

Dia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan dengan sempoyongan ke kamar mandi.

***

"Yo, nee-chan," sapa Izumi di ruang makan.

"Ohayou," balas Hikari dengan lesu.

Di ruangan itu hanya ada Izumi yang sedang mengolesi roti panggangnya dengan selai blueberry. Hikari berjalan dengan langkah berat menuju kursi kosong yang berhadapan dengan Izumi.

"Oi, ada apa dengan wajah mengerikan itu? Tidak bisa tidur atau apa?" tanya Izumi sambil mengunyah roti panggangnya.

"Ya, begitulah...," jawab Hikari sambil menuang susu dingin ke gelasnya.

"Memikirkan sesuatu?" tanya Izumi dengan mulut penuh roti panggang.

"Tidak, hanya mimpi buruk," jawab Hikari sambil meneguk susu dinginnya.

"Oh..., tentang?" tanya Izumi lalu menggigit roti panggangnya lagi.

Hikari melirik Izumi yang pura-pura melihat ke arah lain dengan curiga.

"Bukan apa-apa," jawab Hikari lalu menghabiskan susu dinginnya dalam tiga tegukan.

Izumi mengangkat alisnya dengan curiga. Izumi sudah membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi dia menutupnya kembali saat Shiki muncul di teleporter disusul oleh Hitomi.

"Ohayou!" sapa Hitomi.

"Ohayou, ojou-chan!" sapa Shiki sambil berkedip nakal.

Hitomi memukul belakang kepala Shiki dengan cukup keras.

"Hentikan! Itu menjijikkan tahu!" kata Hitomi.

"Ohayou, Hitomi, Shiki," sapa Izumi tanpa mempedulikan kejadian tadi seakan-akan hal itu sudah menjadi makanan sehari-harinya.

"Ohayou, Hitomi-san, Shiki-san," sapa Hikari berusaha terdengar riang.

Diam-diam Hikari berterima kasih pada mereka karena sudah menyelamatkannya dari adu mulut dengan Izumi.

"Ah ya, si bodoh ini akan mengantar kalian hari ini," kata Hitomi, "jadi berhati-hatilah," Hitomi mengingatkan.

"Oke," jawab Izumi.

"Oi, oi! Kau kejam sekali Hitomi! Dan kau juga Izumi-chan!" protes Shiki. "Jika kalian sudah selesai sarapan. Ayo berangkat sekarang," kata Shiki sambil berjalan ke teleporter.

"Kau tidak sarapan, Shiki-san?" tanya Hikari.

"Aku akan sarapan setelah mengantar kalian saja. Ada seseorang yang membuat selera makanku terganggu di sini...," jawab Shiki.

"Oi! Maksudmu aku?!" Tinju Hitomi sudah nyaris mengenai Shiki saat Shiki menghilang di teleporter.

"Yosh, kita juga sebaiknya pergi. Ittekimasu!" kata Izumi.

"Ittekimasu, Hitomi-san," kata Hikari.

"Ya, itterasshai!" balas Hitomi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Shinjitsu And The Lost Memory [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang