Story 10. Battle (1)

898 38 8
                                    

“Hanya segini kekuatanmu? Membosankan....” keluh pria yang berada di ruangan paling bawah dengan tatapan merendahkan.

Napas Naito memburu tapi keringatnya tertahan oleh dinginnya ruangan itu. Luka-luka gores tersebar di sekujur tubuh Naito, darah merah dari luka Naito menetes ke lantai yang diselimuti es.

“Heh! Ini belum apa apa!” balas Naito, “Aku hanya ingin mengetes kekuatanmu, tahu! Ngomong-ngomong siapa namamu?”

“Kau masih sempat menanyakan nama di saat seperti ini?” katanya mencibir, “Namaku Zen, dan kau tidak akan selamat setelah medengar namaku.”

“Hmmm, Zen ya..., aku akan mengingatnya...”

Naito memakai kecepatan suara untuk berpindah tempat ke belakang Zen yang sedang membuat serpihan es di udara.

“Kau!”

“Kena kau!” teriak Naito di telinga kanan Zen dengan suara berfrekuensi super tinggi.

Es-es di ruangan itu pecah. Zen terlihat sangat kesakitan, harusnya sekarang telinga Zen sudah hancur.

“Bagaimana? Bisa mendengarku?” tanya Naito.

“Ow! Ruangan di bawah berisik sekali!” keluh kembaran Zen yang ada di ruangan atas.

“Oi, apa kau yakin kembaranmu itu baik-baik saja? Aku yakin sekarang Naito sudah mengeluarkan suara yang berfrekuensi super tinggi,” kata Ryuuki.

Tubuh Zen pecah berkeping-keping seperti es. Pertarungan Zen dan Naito sudah berakhir atau mungkin baru dimulai.....

Zen keluar dari bayangan tangga yang menuju ke ruangan kembarannya dam berjalan mendekati Naito dengan tatapan marah.

“Itu tidak cukup untuk merusak telinga Zen. Anak itu selalu waspada dan sering memakai tubuh pengganti dari es dan namaku bukan ‘oi’ namaku Alv,” balas kembaran Zen pada Ryuuki.

“Tidak mungkin.... bagaimana kau–” Naito terlihat sangat kaget.

“Tubuh pengganti es.... aku tidak bisa memakainya sering-sering karena akan menghabiskan banyak stamina.”

“Hmmm....” Naito bergumam sambil tersenyum.

“Hidupmu takkan lama lagi..., membosankan...”

Zen membuat ribuan stalaktit es raksasa di atas kepala Naito

“Tamatlah kau....” kata Zen sambil menyeringai.

Ribuan stalaktit jatuh dari langit-langit ke arah Naito, tapi Naito berhasil menghindarinya dan mengambil salah satu stalaktit. Naito berlari menyerang Zen yang masih lengah dengan kecepatan suara. Akan tetapi, sesaat sebelum stalaktit es itu mengenai Zen, duri-duri es tajam muncul dari permukaan stalaktit es yang dipegang Naito.

“Hanya orang bodoh yang nekat menyerangku dengan es... aku bisa mengubah bentuk semua es yang ada di dekatku,” kata Zen sambil memandang Naito yang jatuh akibat rasa sakit yang menjalar di tangannya dengan tatapan merendahkan.

“Ho! Maaf saja ya kalau aku bodoh!” Naito melempar es itu ke arah wajah Zen.

“Sudah kubilang percuma menyarangku dengan–”

“Graaa!” Naito berteriak dengan frekuensi yang sangat tinggi hingga stalaktit es yang dilemparnya pecah berkeping-keping.

Kepingan-kepingan es membuat luka gores pada Zen yang tidak menyangka Naito akan menggunakan teriakan frekuensi tingginya untuk memecahkan stalaktitnya.

“Rasakan itu!” ejek Naito.

***

Besi panas Alv mendarat di betis Ryuuki dan membuatnya melepuh. Ryuuki dengan sigap segera menyelimuti lukanya dengan salju yang dibuatnya.

Shinjitsu And The Lost Memory [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang