Story 2. First Date

2.3K 70 8
                                    

Menjelang pukul sembilan, pelanggan mulai berkurang dan Hikari diizinkan pulang setelah mendapat semangkuk ramen panas. Yang dipikirkannya sekarang hanyalah tempat tidurnya yang nyaman di Crimson Street nomor dua puluh empat. Tapi pikirannya jadi buyar oleh rambut ungu tua yang muncul saat pintu belakang kedai dibuka oleh Hikari. Raichi menunggunya dengan napas tersengal-sengal sepertinya dia baru saja berlari dari suatu tempat sehingga bisa sampai ke sini tepat waktu. Hikari hanya menghela napas, dia pikir hari ini dia sudah bebas dari Raichi.

“Tepat waktu,” katanya sambil tersenyum.

“Kau ngapain sih sampai berkeringat begitu...,” tanya Hikari dengan nada datar dan dahinya sedikit berkerut.

“Yah, aku lari, tapi itu tidak penting... ayo pulang,” Raichi menarik tangan Hikari.

Hikari pasrah saja, dia sudah menyerah menghadapi Raichi yang muncul di mana-mana seperti hantu. Tak lama kemudian Mereka sampai di Crimson Street nomor dua puluh empat. Rumahnya gelap karena tidak ada satupun lampu yang menyala.

“Hikari, bagaimana kalau besok kita kencan? Di Fantasy Land kota sebelah, jam 10 pagi? Aku akan menjemputmu,” tanya Raichi penuh harap.

Hikari memikirkan jadwalnya besok, dan tidak ada alasan untuk menolak.

“Baiklah...,” jawab Hikari masih dengan nada datarnya yang sama.

 “Ja, mata ashita!” kata Raichi berusaha menyembunyikan rasa senangnya.

“Hn...” Hikari segera masuk ke dalam rumahnya yang gelap gulita dan menyalakan lampu depan.

Sesampainya di kamar, tidak diragukan lagi Hikari langsung tidur lelap tanpa mengganti seragamnya.

Dia bermimpi lagi, tapi ini bukan mimpi yang sama dengan mimpi sebelumnya. Dia berjalan di tengah kegelapan tak berujung, tidak ada apa-apa di sana kecuali kegelapan, tapi setitik cahaya perlahan-lahan mendekatinya. Semakin lama cahaya itu semakin dekat sampai akhirnya Hikari sadar cahaya itu adalah fairy, peri. Peri berukuran kurang lebih sepuluh senti dengan gaun kuning yang terbuat dari kelopak bunga matahari.

Tiba-tiba, cahaya peri itu bertambah terang sampai akhirnya membuat Hikari terbangun dari tidurnya. Hikari menoleh melihat jam dindingnya, sudah jam delapan pagi. Sinar matahari pagi menembus jendela sorong yang gordennya terbuka karena Hikari malas menutupnya semalam. Dia menggeser jendela sorongnya sampai terbuka setengah dan udara pagi memasuki kamarnya.

Setelah itu dia pergi ke kamar mandi, menggosok gigi, mencuci muka, dan mandi. Kira-kira pukul sembilan lewat empat puluh lima menit, Hikari sudah siap untuk pergi kencan dengan Raichi. Dia memakai baju model gothic punk (stocking hitam, rok pendek dengan motif kotak-kotak berwarna pink dan hitam, kaos hitam, jaket hitam dengan renda pink di bagian kerah, pinggang dan pergelangan tangan lalu tas selempang kecil dengan motif yang sama dengan roknya). Rambut panjangnya tetap dibiarkan begitu saja tanpa aksesoris apapun. Hikari memasukan dompet dan handphone yang jarang sekali dipakainya ke dalam tas selempangnya. Seseorang mengetuk pintu rumah Hikari dan orang itu sudah bisa ditebak oleh Hikari.

“Sudah siap? Berangkat sekarang?” tanya Rachi.

“Ya...” jawabnya singkat.

***

Mereka sampai di Fantasy Land setelah lima menit berjalan kaki sampai ke stasiun, dua belas menit naik kereta, dan sepuluh menit naik bus. Di dalam Fantasy Land terdapat Kebun Binatang, Taman Bermain, Planetarium, dan Teater. Fantasy Land memang sangat luas dan selalu ramai pengunjung apalagi saat hari libur. Raichi pergi membeli tiket untuk mereka berdua di loket dan kemudian mereka masuk.

Shinjitsu And The Lost Memory [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang