Story 13. Secret Rooms (part 2)

876 42 9
                                    

Di ruangan yang lain, Hikari dan Izumi tengah mengahadapi dua laki-laki paruh baya dan seekor anjing yang terbuat dari lahar. Salah satu pria itu memegang belati di kedua tangannya.

Ruangan itu terlihat seperti garasi suatu gedung yang sudah tak terpakai. Berbagai jenis obat-obatan dan juga serpihan-serpihan kayu yang bertebaran di lantai jelas sekali menandakan telah terjadi pertarungan.

“Akan kubunuh Earl sialan itu! Dia tidak mengatakan tentang pengguna kekuatan sama sekali!” geram Izumi.

“Kali ini aku setuju denganmu,” kata Hikari dengan napas tersengal-sengal.

Hikari sudah memanggil Silva, Nox, dan Cura. Sekarang dia kehabisan tenaga.

“Hanya segitu kemampuan kalian?” tanya salah satu pria dengan nada mengejek.

“Kalian sudah menghancurkan sebagian barang dagangan kami. Sekarang kalian harus membayarnya!” Pria yang memegang belati melesat maju menyerang mereka.

Izumi menyambut kedatangan pria belati dengan tendangan ke sisi perut pria belati, tapi tendangan itu berhasil ditangkis dengan salah satu sisi belatinya. Lalu, pria belati mengayunkan belati yang lain ke wajah Izumi. Izumi dengan cepat memegang pergelangan tangan pria belati, menghentikan gerakannya. Pertarungan sengit terus berlangsung di antara mereka.

Exi foras, Orion the weapon fairy,” gumam Hikari memanggil salah satu perinya dengan sisa tenanganya.

Begitu Orion muncul, Hikari bergumam, “dual blade.” Dalam seketika, Orion berubah menjadi sepasang pedang dengan ukiran rumit.

Walaupun Hikari belum pernah memegang, apalagi memakai senjata, dia tahu pedang itu sangat cocok di tangannya. Panjangnya, pegangannya, beratnya, dan keseimbangannya terasa pas di tangan Hikari seakan-akan pedang itu dibuat khusus untuk dirinya. Selain itu, Hikari juga bisa membayangkan gerakan-gerakan yang bisa dilakukannya dengan dual bladenya walaupun, sekali lagi, Hikari belum pernah memakai senjata apapun.

Dual blade? Kau mencontoh belati Ichirou?” tanya pria yang satunya lagi sambil mendengus.

“Bukan urusanmu,” balas Hikari dan melesat maju.

“Hentikan, kau tidak akan bisa melawan kreasi terbaikku.” Anjing lahar di sebelah pria itu menyemburkan api seakan-akan menyetujui perkataan majikannya.

Hikari menyilangkan kedua pedangnya untuk melindungi dirinya dari api. Semua itu berjalan cukup lancar sampai si anjing lahar menerjang dari dalam api. Hikari tejengkang dengan anjing lahar menidih tubuhnya. Leher Hikari masih selamat hanya karena kedua bilah pedangnya berhasil membuat jarak antara taring-taring tajam si anjing lahar dengan lehernya.

Air liur yang terasa seperti lilin cair menetes-netes di leher Hikari. Hikari menendang perut anjing itu dengan cukup kuat, tapi itu hanya membuat si anjing lahar berguling ke samping. Hikari segera berdiri sebelum anjing lahar itu menerjangnya kembali.

Pertarungan Izumi masih berlansung sengit. Mereka berdua saling tikam, saling tendang, saling pukul, dan terkadang saling gigit seperti bintang buas.

Hikari dan Izumi sudah kelelahkan sedangkan lawan mereka masih terlihat baik-baik saja akibat obat-obatan yang mereka konsumsi. Mereka tidak bisa memenangkan pertarungan ini, pikir Hikari.

Hikari berusaha memikirkan rencana, tapi tidak bisa. Sulit untuk memikirkan rencana saat diserang anjing jadi-jadian secara non-stop. Dia butuh lebih banyak kekuatan. Mendadak, ide itu muncul di benaknya.

“Vi,” panggil Hikari dalam kepalanya.

“Kau memanggilku? Tumben sekali...,” desis Vi.

“Pinjamkan aku kekuatan,” kata Hikari.

Shinjitsu And The Lost Memory [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang