Cukup!
Kurasa sudah waktunya menyelesaikan tulisan cerita pangeran ke tiga malam ini. Saatnya tidur.
BAM!
Mati lampu.
Aku menghela napas.
Tapi demi apa pun, gelap adalah suasana yang paling kubenci.
Aku tidak bisa melihat apa-apa, ruangan menjadi terasa pengap dan itu membuatku sesak.
Kumohon siapa pun, tolong aku.
"El?"
Sebuah cahaya tipis menerangi kamarku. Kak Altan menghampiri dengan senter di tangannya.
"Kau belum tidur?"
Aku menggeleng sambil terus mengatur napas seperti hampir kehabisan oksigen.
Dia membuka jendela kamarku dan kami berdua tidur di temani cahaya bulan di luar sana.Aku sedikit menggeser posisi tidur, agar Kak Altan mendapatkan ruang yang cukup untuk bernaring. Dia tahu aku takut gelap, maka dari itu saat mati lampu malam-malam begini, Kak Altan selalu datang untuk menemaniku tidur.
"Bulannya cantik ya, El?"
"Mm." Aku mengangguk.
"Andai saja namaku Aruna yang artinya bulan, mungkin aku akan hidup lebih baik."
"Kenapa begitu? Namamu bagus."
"Kau tahu, Altan itu artinya matahari. Tapi aku tidak bisa menjadi matahari sebagaimana mestinya."
Aku tersenyum tipis.
Aku pahan perasaannya malam ini. Mendapatkan penolakan atas keinginan terbesarnya untuk pulang pasti membuat hatinya sedih sekali. Terlebih dia sudah cukup banyak bersabar menerima pandangan sebagai Putra Mahkota yang terhina dan menjalani hukuman atas kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.
"Kak, kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Kita tidak bisa menjadi sempurna, yang bisa kita lakukan hanya melengkapi untuk menyempurnakan. Jangan pikirkan orang-orang yang membencimu, dan mulailah hargai orang-orang yang menyayangimu, yang bisa menerimamu apa adanya, meski itu hanya satu orang."
Kurasakan genggaman erat jemari Kak Altan di tangan kiriku. Aku menoleh, kudapatkan dia tengah terdiam menatap langit-langit. Air matanya perlahan turun di sudut mata. Mata sendu itu tampak merindukan seseorang.
"Kak, kamu adalah orang yang pemberani, jangan pernah menyalahkan dirimu sendiri atas apa yang sudah terjadi. Mereka yang di langit sana pasti bahagia melihat kau menjalani hidup dengan baik."
"Ah?" Kak Altan menoleh padaku yang sudah menatapnya lebih dulu.
"Jangan terjebak dalam penyesalan, hidup itu hanya sekali, kau tidak akan merasakan kebahagiaan masa kini kalau begitu terus," aku memiringkan posisi tidur dan memeluknya.
"Aku akan menjagamu dan akan menghargaimu sebagaimana mestinya, Kak."
***
Sudah pagi rupanya. Kalau bukan karena cahaya sinar matahari yang menembus kaca jendela kamarku mungkin aku tidak akan bangun dari mimpi indah itu.
Aku terduduk di atas kasur untuk mengumpulkan nyawa. Kulihat sudah tidak ada lagi Kak Altan di kasur, tapi kudapatkan dia sedang berdiri menghadap meja belajarku.Dia berbalik dan tampaknya Kak Alan terkejut saat melihatku yang sudah menatapnya.
"Ah?" Mataku melebar.
"Yakk! Sudah kubilang jangan sentuh buku itu!" Aku beranjak dari kasur menghampirinya, dan berusaha merebut buku catatan mimpi-mimpiku selama ini dari tangan Kak Altan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kelima
ФэнтезиKisah Ellio yang sering di hantui banyak pertanyaan tentang dirinya sendiri. Mengapa dia bisa membaca pikiran orang lain? Mengapa dia mampu melihat masalalu dan masa depan orang lain hanya dengan menatap wajahnya? Dan bagaimana bisa dia mengendali...