Jingga Terakhir

1.5K 180 3
                                    

Kak Ishan memanggil Al, Arun dan Zalwa ke ruang rawat Kak Altan, kami berenam berdiri mengelilingi kasur tempat Kak Altan terbaring sesuai printah Kak Ravendra.

"Tidak ada jalan lain, kita harus menyelamatkan Altan dengan cara membagi energi yang kita punya."

"Tapi itu terlalu beresiko, Ravendra! Dengan kondisi sekarang ini, belum tentu Altan kuat menerimanya!" Ishan menentang.

"Lalu dengan cara apa lagi? Untuk saat ini hanya dengan cara pemberian energi kita bisa menyelamatkannya!"

"Tapi jika hasil menunjukkan sebaliknya? Apa kau akan bertanggung jawab?!"

Ravendra mengangguk. "Aku akan terima resikonya,"

"Bagaimana dengan kalian?" Kak Ishan menatap adik-adiknya satu per satu.

Hanya Al, Arun dan Zalwa yang mengangguk, sementara aku masih berpikir akan berbagaimacam resikonya.

Yang dikatakan Kak Ravendra ada benarnya, pemberian energi dari keenam pangeran lainnya bisa mempercepat pemulihan kondisi Kak Altan, meski itu bukan satu-satunya cara. Masih ada beberpa pilihan lain, semisal memanggil seorang Tabib dari daerah selatan, utara, timur atau barat kerajaan, akan tetapi hal itu tak bisa kami ambil karena sudah tak ada kepercayaan kami pada siapa pun.

Namun, jika kami bersikukuh memberikan energi pada Kak Altan, aku takut kejadian yang dialami oleh Al akan terulang kembali. Dia hampir kehilangan nyawa karena energi yang kuberikan tak selaras dengan energi miliknya. Dan... kalau pun Kak Altan bisa bertahan itu akan memakan waktu yang tidak sebentar untuk proses pemulihan.

"Bagaimana denganmu, El?" Kak Ishan menoleh padaku.

Semua mata kini tertuju padaku, seakan-akan menagih jawaban secepatnya.

Lama aku termangu memikirkan hal ini. Namun sekelebat bayangan muncul dalam benak yang membuatku menghela napas pelan.

Manik mata ungu itu, aku ingin melihatnya lagi.

Kutatap wajah pucat yang tertidur itu dan mengangguk, menyetujui keputusan Ravendra.

Ravendra tersenyum lantas menatap satu per satu adik-adiknya.

"Baiklah, kita mulai."

Dengan tangan yang saling berpegangan satu sama lain, kami memejamkan mata. Tak ada yang kami pikirkan selain berkonsentrasi mengeluarkan energi yang kami miliki.

Perlahan tubuh kami memancarkan setiap warna dari masing-masing energi yang dimiliki. Cahaya putih terpancar di seluruh tubuh Kak Ishan, begitu pula dengan Kak Ravendra, mucul cahaya biru muda pada sekujur tubuhnya. Cahaya merah pada tubuh Al, kuning pada Arun, cahaya Hijau muncul di sekujur tubuh si bungsu Zalwa dan tentunya cahaya merah muda keluar mengelilingiku. Hingga keenam warna dari energi itu berkumpul menjadi satu.

Hening! Tak ada yang bersuara selain Kak Revendra yang berucap pelan ketika energi kami mulai masuk menembus tubuh Kak Altan.

"Pokus, pokus..." 

Energi yang keluar hanya sebatas cahaya kecil kini berubah menjadi cahaya lebih terang, hingga Paman Aryo yang sedang berada di luar sana bisa melihat cahaya itu melalui jendela kamar rawat Kak Altan yang berada di lantai lima.

"Apa yang mereka lakukan? Aku harus memeriksanya,"

Ah, celaka! Dia sedang berjalan ke mari. Bagaimana ini? Akan lain cerita jika Paman Aryo tahu kalau kami melakukan pemberian energi pada Kak Altan tanpa persetujuan Ayahanda dan Ibunda. Dia pasti akan memarahi kami habis-habisan.

"Ada yang datang ke mari," kataku pelan dalam keadaan mata terpejam.

"Biarkan saja. Tetap pokuskan energi kalian pada Altan. Jangan terganggu oleh hal apa pun!" Ucap Kak Ravendra.

Pangeran KelimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang