"Egois!" Ucapan itu keluar penuh penekanan dari mulut Al.
Kak Altan sedikit menundukkan kepalanya di hadapan sang Adik.
"Sungguh, aku benar-benar tidak percaya kau melakukan itu, Altan!" Aleo menatap kecewa.
Aku tak kalah berdiri cemas memperhatikan mereka di ujung lorong istana bersama Arun dan Zalwa.
Waktu hampir sore dan uji evaluasi kami yang terakhir akan dimulai sebentar lagi.
Namun, waktu istirahat ini tak digunakan Al untuk memulihkan staminanya, akan tetapi dia gunakan untuk hal yang tak seharusnya dilakukan.Kami yang melihat Al membawa Kak Altan menjauh dari keramaian, bergegas membututi keduanya.
"KAU SEORANG PUTRA MAHKOTA, SEHARUSNYA KAU TAHU PRIORITASMU!"
"EL HAMPIR TERUSIR DARI ISTANA INI KARENAMU!"
"Setelah Ravendra dan Ishan, sekarang El!Apa kau sengaja melakukannya?"
Kak Altan mendongak perlahan.
Sekarang dua pangeran Arsakha itu saling bertatap tajam, bak dua singa jantan yang siap saling menerkam.
"Jaga ucapanmu, Aleo!"
Aku menghela napas.
Tatapan tajam dan suara dingin itu aku tahu artinya.
"Altan tersinggung!" Ucapku pelan.
"Aku tidak pernah bermaksud seperti itu!"
"Lalu kenapa kau membiarkan El berdiri di ujung jurang dan seolah-olah memaksanya untuk melakukan sesuatu yang hampir mustahil El lakukan? Seharusnya kau melindungi adikmu, Altan! Bukan menjadikannya tumbal demi mempertahankan nama baikmu sebagai putra mahkota!"
Kak Altan menggeleng pelan. "Jangan berekspektasi besar padaku dan kau, terlalu meremehkan saudara kembarmu Aleo!" Altan memutar badan dan beranjak pergi setelah berhasil buat Al kehabisan kata-kata.
"K-" baru saja aku ingin mengejar Kak Altan, Arun menahanku dan menggeleng.
Aku menghela napas.
Al menoleh ke belakang. Dia melihat keberadaan kami, namun alih-alih menghampiri, Al justru pergi ke jalan yang sama dengan Kak Altan.
"Kalian pergilah ke Aula duluan. Aku akan bicara sebentar dengan Al."
Aku beranjak menyusul Al setelah kedua adikku mengangguk paham.
"Al, tunggu sebentar."
Langkah pangeran ke empat itu berhenti tanpa menoleh sama sekali.
"Yakk! Apa yang kau katakan pada Kak Altan tadi, bukankah itu keterlaluan?"
Al seketika memutar badannya, menatapku kesal.
"Keterlaluan kau bilang?"
Aku mengangguk polos.
"Tidak seharusnya kau berkata kasar seperti itu padanya. Kak Altan memiliki alasan sendiri kenapa dia melakukan hal itu tadi,"
"Hei! Dia hampir saja membuatmu terusir dari istana!"
"Kalau begitu kenapa bukan kau saja yang memanah burung pipit itu. Bukan kah kau ingin menunjukkan kalau kau lebih pantas darinya?"
"Kau sendiri yang melarangku agar tidak terlalu terobsesi untuk itu?" Al membuang wajah.
"Lagi pula aku tidak yakin bisa mendapatkan burung pipit itu." Sambungnya dengan suara yang lebih pelan, tetapi aku masih bisa mendengarnya.
"Ya, itu lah yang dirasakan Kak Altan tadi. Dia tidak yakin bisa melakukannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kelima
FantasyKisah Ellio yang sering di hantui banyak pertanyaan tentang dirinya sendiri. Mengapa dia bisa membaca pikiran orang lain? Mengapa dia mampu melihat masalalu dan masa depan orang lain hanya dengan menatap wajahnya? Dan bagaimana bisa dia mengendali...