Dingin!Itu lah yang aku rasakan ketika pertama kali menginjakan kaki di sebuah daerah bernama Graise. Satu daerah yang berada di kawasan gunung tertinggi di kerajaan Moera.
Peperangan di kawasan barat kerajaan Arsakha sedang berlangsung saat ini, akan tetapi aku memutuskan untuk meninggalkan medan perang, meninggalkan keempat saudaraku Altan, Al, Arun dan Zalwa di sana.
Bukan tanpa alasan mengapa aku berani meninggalkan mereka dan menginjakkan kaki di daerah mengerikan ini. Semua sudah aku rencanakan dari jauh-jauh hari.
Kalian tidak lupa kan kalau aku memiliki kemampuan melihat masa depan? Tentu saja semua aku lakukan tak lepas dari takdir yang sudah di gariskan.
Aku hanya tinggal menjalaninya saja.
Meski saat ini aku tidak bisa berbohong, jika sertus persen denyut jantungku berdebar lebih kencang dari biasanya.
Berjalan di bawah awan hitam yang menutupi terik matahari di atas cakrawala dan melewati pepohonan mati dengan jarak pandang pendek akibat kabut tipis yang menghalangi, ini semua kulakukan demi sampai di sebuah bangunan yang di kenal sebagai Kastil Zwart, tempat tergelap yang pernah kulihat di alam semesta ini.
Krekk!!!
Terdengar kertak dahan patah yang terinjak.
Jalanku berhenti. Ada langkah kaki lain rupanya selain aku di sini.
Kakek Zam berpesan, jangan menoleh kebelakang jika aku mendengar suara langkah kaki lain. Karena sebenarnya, aku tak sendiri di tempat yang terlihat sepi ini.
Iya, Kakek Zam. Kakek tampan penjaga perpustakaan Istana itu. Kalian ingat dia?
Hampir satu minggu kemarin tanpa sepengetahuan saudara-saudarku, Ibunda juga Ayahanda, aku menemui Kakek Zam dan berdiskusi dengannya mengenai tempat ini. Karena menurutku dia adalah satu-satunya orang yang bisa kuajak berdiskusi untuk hal ini. Dia memiliki banyak pengetahuan dan pemahaman di banyak bidang ilmu, bahkan pengalaman hidupnya jauh lebih banyak dibandingkan guru-guruku yang lainnya.
Tidak sedikit pertanyaan yang kuajukan padanya, terutama bagaimana cara aku untuk bisa sampai dan masuk ke kastil Zwart. Dan ya, darinya aku mendapatkan banyak jawaban yang kubutuhkan.
"Sedang apa kau di sini?"
Ujung dari sebuah pedang belati menempel tepat di leher kananku.
Aku menghela napas pelan. Tenangkan dirimu El, ini baru awal. Kau tidak boleh berhenti di sini.
Aku mengangkat setengah kedua tangan dan memutar badan.
Kudapatkan seorang pria dengan baju besinya sudah menatapku tajam.
"Aku tersesat." Kataku.
"Kau tahu kalau daerah ini adalah tempat terlarang untuk dikunjungi oleh rakyat awam sepertimu?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pangeran Kelima
FantasyKisah Ellio yang sering di hantui banyak pertanyaan tentang dirinya sendiri. Mengapa dia bisa membaca pikiran orang lain? Mengapa dia mampu melihat masalalu dan masa depan orang lain hanya dengan menatap wajahnya? Dan bagaimana bisa dia mengendali...