07

28 24 3
                                    

"Rasanya Ical pengen marah sama tuhan kenapa Ical nggak di kasih bahagia kenapa Ical terus menderita, tapi lama kelamaan Ical ngerti ternyata tuhan sayang sama Ical, tuhan buat Ical kaya gini biar Ical tegar dalam menghadapi masalah,Ical juga mandiri, Ical pinter lo kakak Caca Ical selalu juara 1" oceh Faisal dan diakhiri kekehan.

Raisa menghapus airmata Faisal.
"Sekarang Ical udah tumbuh jadi anak yg pinter, bertanggung jawab menjaga 4 adek juga, jadi yg perlu Ical inget orang orang yg sayang sama Ical ya".

"iyaa kakak Caca".

"Nangis nangis nya udahan dulu kak Ical, Hamzah bang Az sama yg lain udah laper ni" ucap Hamzah yg ada di pangkuan Azam.

"Berdoa dulu ya sebelum makan" ucap Azam.

Semua makan dengan hening sesekali ada saja ocehan Hamzah dengan Fahri yg tidak mau mengalah.

"Udah jam 7 pulang Sa" ujar Azam.

"Gw nginep sini aja deh Zam" jawab Raisa tak mengalihkan atensinya dari Hamzah.

"Besok sekolah Sa".

Raisa lalu beralih menatap Azam dan berdecak.
"Gw males pulang".

"Besok kita kesini lagi, atau terserah mau kemana" .

Raisa memicingkan matanya.
"Awas boong"

"iyaa".

"Kita pulang dulu ya adek adek" ucap Raisa dada dada.

"Dah yok pulang " ajak Raisa menggandeng tangan Azam.

Raisa  sekarang mengerti makna keluarga yg sebenarnya . keluarga nggak harus dari ikatan darah,yg penting saling menyayangi, menguatkan satu sama lain.
Orang tua yg kita anggap sebagai panutan kita bahkan bisa saja merusak masa depan anaknya, dengan ambisius orang tua untuk anaknya berhasil dengan memaksa, dan berakhir mentalnya terganggu.

"Mau mampir beli makan dulu?" tanya Azam.

Raisa yg bersandar di bahu Azam sambil menikmati angin malam pun menatap kaca motor Azam.
"Ngga ah".

"Udah sampe Sa".

Azam yg tak mendapati Raisa bergerak pun berusaha menoleh kebelakang ternyata Raisa tertidur.

Satpam yg membuka pintu pun tak tega melihat wajah nona nya yg masih terlihat memar memar.

"Di gendong bawa langsung ke kamar nggak papa den, ada bibi juga di dalem" ucap satpam tadi.

"Mamanya Raisa ada?" tanya Azam.

"Nggak ada den aman".

"okee, permisi pak" jawab Azam sambil menggendong Raisa ala bridle style.

"Alhamdulillah non Raisa akhirnya pulang" ucap bibi yg menangis, sosok Raisa yg ceria hiperaktif, sekarang tergantikan dengan Raisa yg dingin, sering menyendiri.

"Iya bi, kamar Raisa dimana bi" tanya Azam.

"Di atas pintu no 2 den yg ada namanya Sasa".

"Makasih bi".

Bibi hanya berharap Raisa selalu dikelilingi kebahagiaan.

Setelah membaringkan Raisa ke kasur tak lupa Azam menyelimuti tubuh Raisa, memandang Raisa beberapa saat lalu tersenyum, mengelus rambutnya.

Saat melangkahkan kaki hendak pulang Azam terbatuk menutup mulut takut tidur Raisa terusik, nafas Azam ngos ngosan, Azam  terus memukuli dadanya agar batuknya sedikit membaik tapi masih saja dan apa ini Azam mimisan,sepertinya ini hanya efek kurang istirahat, saat hidung Azam sudah tidak mengeluarkan darah lagi Azam pamit pada bibi untuk pulang.

.
.
.

"Non sudah siap belum?,temen non Raisa sudah menunggu di bawah".

"Ohh Tita ya bi? suruh keatas dulu aja".

"Bukan non, temen non yg semalem nganter non pulang".

"Ohh iyaa sebentar lagi Raisa turun".

Saat menuruni tangga satu persatu manik Raisa terfokuskan pada manusia ciptaan Tuhan yg sangat indah. Azam, kenapa dia begitu sempurna dengan alis tebal, bahkan Raisa yg perempuan pun kalah dengan alis Azam, hidung yg mancung bak perosotan, kulit mulus yg putih tapi manis sangat manis nggak ngebosenin. Raisa salah tingkah saat Azam juga terus menatapnya.

"Pagi Sa".

Raisa hanya tersenyum dan mengangguk.

"Berangkat yok" ajak Azam sambil menggandeng Raisa.

"Sasaaaa!!" teriak tita dari dalam mobil dan beralri seperti anak kecil.

"Ihh pantes tadi gw samper kata bibi udah duluan ternyata sama babang Azam yg ganteng mirip doyoung" ucap Tita sambil menabok Raisa.

Raisa yg di tabok pun hanya bisa sabar menghadapi sifat halu sahabatnya.

"Hai Zam" genit Tita mengedipkan matanya.

"Hai juga Risqita" sapa Azam balik.

"Zam" teriak Riki.

Riki ini bisa dibilang teman Azam karena disaat yg lain merundung atau mengacuhkan Azam Riki yg selalu membela Azam, bukan karena Azam tidak berani karena jaman sekarang  tahta menjadi no 1, Azam terlalu malas harus berurusan dengan orang yg merasa paling di atas.

"Wahh Riki kenapa mirip Haruto" guman Tita yg masih didengar Raisa.

Raisa meraup muka Tita.
"Istighfar Ta Istighfar jangan halu terus".

Tita mencebikkan bibirnya.
"Kan mirip Sa berarti dia ganteng".

"Serah lo dah".

"Oh iya gw sama Riki ada urusan, gw duluan ya Sa, nanti istirahat gw jemput" ucap Azam.

Raisa menganggukkan kepalanya.
"Iyaa hati hati".

Azam melangkah maju merapikan anak rambut Raisa yg terkena angin.
"Gw pengen liat senyum lo dulu".

Raisa yg salah tingkah mencubit tangan Azam.
"Modus".

"Bentar aja Sa".

Berusaha menutupi kegugupannya Raisa pun tersenyum, senyum yg menurut Azam sangat indah, karena senyumannya begitu tulus.

Raisa semakin memekik dalam hati saat Azam menepuk kepalanya dan pergi.
"Semangat Sasa".

Tita yg melihat Raisa malu malu anjing pun hanya bisa mendengus, tapi tak urung tita bahagia karena Raisa pelan pelan bisa tersenyum lagi.

"Tata Riki ganteng semoga kita ketemu lagi" teriak Tita melambai lambai ke arah Riki dan Azam yg mulai menjauh.

Riki pun membalas lambaian Tita.

"Hiii seneng banget akhirnya bisa deketan Ama mas crush" Kikik Tita.

" Riki anak bahasa Ta?".

Tita tersenyum mengangguk

"Ya udah yok ke kelas belajar rajin kan udah disemangati ayang" sindir Tita sambil menggandeng Raisa.

"Paan si bukan ayang kok" elak Raisa.

"Belum aja". balas Tita.

Menurut gw part ini gajeee banget pake banget tapi gpp meng pd aja lahh:)


AZAM MAHESWARA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang