Rina tiba tiba pergi ke belakang meninggalkan Raisa, Raisa yg mengira sudah aman mencoba untuk berdiri, dia berteriak kaget saat tiba-tiba Rina menusuk bahunya dengan sebuah gunting.
"Sakit ya?" tanya Rina tanpa rasa bersalah.
Raisa hanya terdiam memejamkan matanya menikmati ketajaman benda itu yg menusuk nusuk bahunya, bahkan bahunya sekarang seperti orang cacat, luka yg kemarin saja belum mengering sudah ditambah lagi, tetapi itu semua tidak sebanding dengan luka yg ada dihatinya.
Lagi lagi Rina menusuk Raisa dan menggoreskan guntingnya ke sebelah bahu Raisa yg belum terkena goresan.
"Kamu tahu Raisa menyiksa kamu itu hasrat terbesar yg harus saya lakukan, karena kalo saya tidak melakukan itu saya merasa hidup saya tidak bergairah".
Merasa sudah puas Rina berdiri.
"kamu bisanya cuma nyusahin jadi ga salah kan kalo saya memang menganggap kamu tidak berguna, saya sudah puas tapi jujur saya kecewa karena sekarang kamu tidak pernah memohon ampun saat saya siksa".
"Kamu takut sayang? butuh mama? Butuh pelukan mama? sini mama peluk sayang" ucapnya mendekati Raisa mengelus surainya.
Rina menjedotkan kepala Raisa ke pinggiran tangga.
"Cih jangan harap saya melakukan itu".
"Saya lelah terimakasih atas waktunya anak tidak berguna".
Raisa mengusap darah yg mengalir di dahinya.
"Di saat hujan petir, biasanya ada mama yg selalu memeluk saya dengan erat, menemani saya, tapi saat itu, saya hanya bisa menangis dengan tubuh ringkih, sambil berharap anda datang menemui saya, tapi apakah pernah anda mengingat saya? Tujuh tahun saya merayakan ulang tahun saya dengan satu lilin tanpa ada mama papa, permintaan saya hanya satu, '~KEMBALIKAN KELUARGA SAYA SEPERTI DULU, HANYA ITU".
"Langkah Rina terhenti saat mendengar kata kata Raisa, Rina tak bergeming.
"Setiap senja, saya menanti anda didepan jendela, berharap anda datang memeluk saya dengan kasih seorang ibu, hingga kini saya sudah lelah dan saya sudah tidak membutuhkan anda,saya tidak butuh keluarga, anda lihat sekarang? Anak yg anda anggap tidak berguna, yg anda buang bagai kotoran ini masih bernafas tanpa bantuan anda!" ucap Raisa menggebu gebu sembari menghapus air matanya yg menetes tidak peduli darah yg mengalir di bahunya.
"Maka dari itu hidup jangan hanya berharap" jawab Rina dan pergi begitu saja.
Raisa masih terduduk dan tak bergeming pikirannya kosong, hidup dia hanya dikelilingi dengan luka, Raisa sudah muak andaikan bunuh diri tidak berdosa mungkin Raisa sudah melakukan hal itu dari dulu.
Dia berdiri dan menatap tajam manik Luna yg mengintipnya dari balik pintu kamar, kenapa Luna harus datang di kehidupannya pikir Raisa, walaupun keluarga dia sudah hancur tanpa ada kehadiran Luna, tetapi akan lebih baik jika Luna tak hadir di tengah tengah keluarga yg sudah retak ini.
Ingin menjadi selayaknya kakak adik cih jangan harap, lebih baik dia mati sia sia dari pada harus menjadi kakak dari Luna.
Raisa sekarang berada di balkon kamarnya menatap kosong langit malam di saat seperti ini dia hanya butuh rumah.
Apa definisi rumah sesungguhnya,tempat berkeluh dikala resah,atau cuma tempat berpulang karena tak ada tempat lain. Selain itu, tempat bersinggah?.
Pikiran dia tiba tiba terfokuskan pada Azam.
Apa boleh Raisa menganggap Azam sebagai rumah, Azam bahkan selalu mengerti keadaan Raisa hanya melalui tatapan mata tanpa harus bertanya.
Pikiran Raisa buyar saat tiba-tiba mendengar dering hp dan ternyata itu telpon dari Azam ah panjang umur sekali.
Azam
"Lo lagi sedih ya Sa?".
Raisa tersenyum Azam juga selalu mengetahui keadaan dan isi hatinya tanpa harus melihatnya secara langsung.
"SOTOY".
"Beneran sa, mesti Lo lagi sedih kan soalnya langitnya gelap gada bintang yg menemani bulan, bahkan bulan pun pengen ikut hilang juga karena tertutup awan mendung".
Raisa terkekeh.
"Ga jelas Lo Zam".
Raisa mendengar Azam yg berdecak.
"Gue serius Sa. lo dimana, lagi apa, udah makan belum?". tanya Azam bertubi tubi.
Kali ini Raisa juga ikutan berdecak.
"Satu satu kali Zam".
"Gue sekarang di balkon kamar, lagi liat liat langit yg gelap, gue udah makan aman"ucapnya.
"Yakin".
"Iya kaleng rombeng" jawab Raisa sembari tertawa.
Azam mencibir, hingga hening beberapa saat.
"Dalam dua hari ini gue ga bisa temuin lo, dan gue juga ga sekolah tapi setelah gue balik gue akan ajak lo jalan ke mana pun lo mau tanpa ada kendala".
"Kalo gitu gue juga ga sekolah ah males ga ada lo" bohongnya.
"kenapa? Kan ada tita".
"Dia ikut bokap nya keluar kota".
"Tapi harus sekolah Sa masak bolos".
"Terserah gue lah lo aja ga sekolah" tekanannya.
"Kan gue ada urusan" bela Azam.
"Terserah dah ah gue capek mau tidur dulu".
"Oke good night sweet dream Sasa" ucap Azam setelah itu sambungan telpon pun terputus.
Raisa tersenyum bahkan hanya mendengar suara Azam saja Raisa sudah kembali baik tanpa harus megobati lukanya.
Ternyata kalo bersyukur bahagianya keliatan banget yaa.
Bersambung

KAMU SEDANG MEMBACA
AZAM MAHESWARA
ContoAzam hadir di kehidupan Raisa dengan tiba tiba. Azam membuat hidup Raisa kembali berwarna Azam yg mengajarkan banyak hal kepada Raisa manisnya kehidupan. Sejak saat itu Raisa tau bahwa di dunia banyak hal yg indah, nggak cuman luka, pahitnya aja. t...