ABPL - SEMBILAN

23 10 0
                                    


9. Kekhawatiran

***

.

.

.

.

.

"Perasaan ini masih jam tujuh pagi dah, Rel. Ngapa sih nggak mau diem dulu bentaran gituh? Ya, maksud gue, jangan muter-muter mulu. Seluruh tempat basecamp udah lo puterin berapa kali tuh, coba hitung?"

"Orang lagi bingung, mana bisa ngitung."

"Gue tanya Farel, bukan tanya sempaknya Farel."

Erchandra mengentuk kepala Rivanka. "Tolol kuadrat dikali dua!"

"Apa sih elah, Chan? Pagi gini lo udah berdosa, main getok pala orang."

"Gitu doang juga sakit, dasar lemah kau bangsat! Mau gue obatin kagak?"

Rivanka memicingkan matanya. "Gue mencium bau busuk. Niat lo kagak akan benar buat ngobatin orang, nggak perlu, gue bisa ngobatin sendiri."

"Berburuk sangka sama orang baik itu dzolim. Jangan gitu lo, Van, berdosa sekali."

"Nggak usah so' bawa-bawa dzolim dah, kalau lo sendiri sering berdosa sama orang lain. Tuhan tahu mana orang baik dan mana orang yang berpura-pura baik."

Pria yang tadi sedang berkeliling memutari seluruh tempat di basecamp, itu menimpali kedua pria yang sedang beradu emosi. Alfarel bertepuk tangan. "Lord Rivanka dilawan, ya, siap-siap dah buat mengakui kekalahan."

"Nggak seru ah, dua lawan satu, kalah lah gue."

"Orang jagoan tuh mau lawan berapa orang juga bakalan dilayanin, nggak peduli mau sepuluh lawan satu juga dia hadapi. Kalau lo lawan dua orang aja ngeluh, berarti kejagoan lo masih dipertanyakan." jelas Rivanka, menjelaskan secara rinci.

Erchandra menggidikkan bahu sebelah kanannya. "Serah deh. Emang gue bukan jagoan," sahutnya dengan malas. Dia pun beranjak pergi, memilih untuk masuk ke dalam kamar miliknya.

"Sejak kapan Chandra jadi baperan gini, pak?" tanya Rivanka.

"Mungkin dia lelah, Van. Kasih dia waktu istirahat dulu aja, nanti lo ajak ngobrol baik-baik."

"Pasti, pak. Agak siangan gue datangin dia lagi, buat minta maaf."

Alfarel menepuk pundak Rivanka. "Tetap dewasa meski umur masih lebih dewasa dia. Gue nggak mau kalau ASU hancur karena sebuah ego dari salah satu anggotanya."

Rivanka menganggukkan kepalanya patuh.

"Nitip basecamp, ya, Van. Gue mau ke sekolah dulu, khawatir uy gue." Alfarel mengusap-usap wajah frustrasi.

Dia berdiri dari tempat duduknya, mengambil helm dan memakainya.

"Khawatir kenapa, pak? Ada masalah 'kah? Atau lo butuh bantuan kita buat bantu cari jalan keluar?"

"Nggak perlu, ini masalah pribadi." Alfarel beranjak dari ruangan santai, berjalan menuju halaman depan. "TITIP BASECAMP, KALAU NGGAK AMAN KABARI GUE LANGSUNG." teriaknya sambil menyalakan mesin motor.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ANNOYING BUT PERFECT LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang