ABPL - DUADUA

17 2 0
                                    


22. Makanan Pedas

***

.

.

.

.

.

📍 Basecamp ASU , Pukul 00.00 AM

Pria tampan yang masih memakai pakaian khas untuk balapan motor, itu membaringkan tubuhnya di ubin lantai basecamp. Menjadikan tangan kiri sebagai pengganti bantal, sedangkan tangan kanannya dia pakai untuk memegangi perutnya. Selama berada di sirkuit, perut Alfarel terasa sangat sakit.

Seperti banyak api yang membakar perutnya.

"Tidur kok di lantai, bro?"

Alfarel mengarahkan pandangannya ke orang tersebut. "Bro, Jae. Apa kabar lo, kemana saja baru bisa ke mari?"

"Sibuk menjelajah kampung," jawab Jaendra.

"Aman dong sekarang? Sudah nggak ada perjudian hewan lagi 'kan?"

"Sedikit aman, banyak rusuhnya. Biasalah, masih ada satu komplotan preman bandel yang selalu mencari keribukan. Dan, mereka sangat aneh menurut gue."

"Aneh?" tanyanya mengulangi. "Apa se' aneh komplotan yang baru-baru ini kita taklukan?"

Jaendra menyeringai lebar. "Mereka lebih ke annoying. Di satu sisi, mereka mendukung gue untuk memberantas perjudian hewan. Tapi, di satu sisi lagi mereka melakukan perjudian itu."

"Itu bukan annoying, Jae!"

"Terus, apa lagi kalau bukan itu?"

Alfarel meringis kesakitan. "Menjadikan lo tumbal. Untuk mereka bisa menang dalam perjudian itu, kalau mereka mendukung lo untuk memberantas yang lain sedangkan mereka melakukan hal itu juga. Apa lagi opsi selain menjadikan lo tumbal mereka?"

"Sumpah, otak lo lancar! Gue saja sampai sekarang nggak pernah terpikirkan, apa yang lo katakan barusan."

Pria yang menjadi ketua ASU itu tersenyum penuh arti.

Alfarel meremas-remas perutnya, meskipun masih terhalangi oleh kaos dan jaket kulit kebesarannya itu. Dia meringis untuk kedua kalinya, dari jangka waktu yang hampir berdekatan. Membuat Jaendra berlutut dihadapannya, wajahnya tampak didominasi oleh kekhawatiran.

"Lo kenapa, bro? Muka lo sudah lah putih, ini ditambah pucet juga. Kentara banget kelihatannya," tanya Jaendra.

"Gue baik-baik saja, Jae."

Tangan pria itu memegangi kening Alfarel. "Panas, Rel. Lo demam. Kenapa lo memaksakan untuk ikut balapan juga?"

"Orang gue baik-baik saja," sanggah Alfarel.

Pria itu masih menyembunyikan kesakitannya.

Alfarel mengubah posisinya, menjadi duduk di lantai yang sama. "Sudah, bro. Gue bilang baik-baik, ya, memang lagi baik-baik. Nggak ada yang mesti lo khawatirkan."

ANNOYING BUT PERFECT LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang