Redflag - Bagian 5

16.1K 1.1K 22
                                    

Yardan mengucapkan terima kasih pada seorang bapak-bapak yang baru saja mengantarkan dua gelas teh hangat lalu menyerahkan segelas minuman manis tersebut pada perempuan yang duduk disampingnya. Hujan masih setia mengguyur dengan deras dan belum ada tanda-tanda untuk reda dalam waktu dekat. Ditatapnya sosok Ara yang sejak kedatangannya ke warung makan tersebut hanya terdiam, disaat biasanya Ara akan tersulut emosi dan mengumpat setiap kali melihat dirinya.

Awalnya Yardan tidak mau peduli ketika dirinya melihat Ara memasuki kawasan pemakaman umum, tetapi ketidakpeduliannya jelas tak dapat dibendung ketika perempuan itu mulai meraung-raung, menangis histeris sambil memeluk gundukan tanah yang tak lain adalah makam ayahnya. Alhasil Yardan hanya diam dan terus mendengarkan semua keluh-kesah Ara ---iya, dia menguping semua yang gadis itu cetuskan dan merasa penasaran dengan apa yang menimpa seorang Arabella. Karena untuk pertama kalinya Yardan melihat seseorang menangis sehisteris itu.

Ara tidak menolak bahkan saat Yardan membawanya ke tempat ini seolah dia terlalu lelah dan pasrah. Merasa lelah sepertinya juga wajar mengingat seberapa kuatnya wanita itu menangis, tidak heran kalau sekarang kedua mata Ara sangat sembab.

"Diminum dulu mumpung masih anget!" Titah Yardan pada Ara, perempuan itu masih belum bereaksi untuk beberapa saat sampai akhirnya dia mengulurkan tangan dan memegang gelas tehnya dengan kedua tangan.

Yardan harap Ara tidak akan membuangnya karena gelas itu bukan miliknya. Ketakutan Yardan tidak terbukti ketika Ara mulai meminum teh manis hangat tersebut hingga sisa setengah. Sehaus itukah?

Yardan ingin bertanya apa yang telah terjadi pada Ara, tetapi dia ingat bahwa dirinya tidak memiliki hak untuk itu. Hubungan mereka juga memiliki trust issue tersendiri bagi Aya sehingga Yardan lebih memilih untuk terdiam dan meminum teh miliknya.

"Gue laper." Pria itu terhenyak. Sebelah alisnya terangkat saat melihat Ara tampak celingukan seolah mencari sesuatu.

"Apa?"

Ara menoleh dan menatap Yardan tanpa ekspresi. "Gue laper," ulangnya tanpa ragu yang anehnya justru terlihat sangat lucu dimata Yardan.

Lelaki itu menganggukan kepalanya dan lalu memanggil pemilik warung untuk memesan makanan, kebetulan Yardan juga belum makan jadi dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kapan lagi Yardan bisa makan bersama orang yang membencinya, 'kan?

"Ayam goreng, tahu, tempe, dan sambal, ya? Ada lagi?" Tanya si Bapak yang sedang mencatat pesanan mereka.

"Ada jengkol?" Pertanyaan tersebut tercetus dari mulut Ara yang sukses membuat Yardan terkejut. Apa katanya?

Si Bapak nampak tersenyum. "Ada, Mbak. Sekalian?" Ara mengangguk lalu kembali memainkan sedotan diatas gelasnya.

Sedangkan Yardan masih mencerna apa yang baru saja dirinya dengar. Pria itu sontak menarik sudut atas bibirnya, menarik sekali. Disaat kebanyakan orang enggan memakan makanan satu itu ditempat umum karena baunya yang agak mengganggu, Ara justru memintanya tanpa ragu.

"Lo makan jengkol?" Ara kembali melirik ke arahnya.

"Kenapa? Gue gak boleh makan jengkol makan sama lo juga? Reno suka ngelarang gue tiap mau pesen jengkol karena katanya bau, lo juga mau larang gue? Emang apa salahnya kalo gue mau makan itu? Apa gue bakal bikin orang-orang pingsan cuman karena jengkol?" Mata Yardan melebar saat Ara tiba-tiba menangis lagi sampai membuat beberapa pasang mata tertuju ke arah mereka.

Pria itu berdecak. Kenapa juga Ara harus menangisi hal yang tidak perlu ditangisi? Padahal Yardan bertanya baik-baik.

Dia lantas langsung membekap mulut Ara hingga suaranya teredam. "Jangan nangis! Heh, Arabella berenti nangis sebelum orang mikir gue apa-apain lo!" Wanita itu menghentikan tangisannya namun masih menyisakan sebuah isakan, air matanya terjatuh ke atas tangan Yardan dan si empu langsung menarik kembali lengannya.

TOUCH (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang