Wangi aroma makanan menggoda indra penciuman Lanang ketika memasuki dapur. Sosok mungil yang tampak sibuk mencicipi masakan, membuat sang pria penasaran hingga datang mendekat. Sudah lama sekali ia tidak melihat seseorang meramaikan dapurnya di pagi hari.
"Kamu masak?"
Rindu menoleh diikuti anggukan ringan. "Makanya tadi aku nanya cara pakai kompor listrik." Ia menyendok sedikit kuah sup, meniupnya, lalu meminta Lanang mencicipi. "Coba deh kurang apa?"
Lanang meraih tangan kanan Rindu kemudian menuangkan kuahnya sedikit ke telapak tangan itu. Lidah sang pria menyapu pelan, membuat Rindu sekilas bergidik lalu menarik kuasanya.
"J-jorok! Kenapa harus pakai tanganku sih?" Tatapan galak diagihkan Rindu.
"Ingin saja," Lanang mengedikkan bahu sambil menengok sup buatan Rindu. "Your food is flavorful. You cook with strong spices. Sup telur?"
"Nggak ngerti kamu ngomong apa, tapi iya ini sup telur." Rindu mematikan kompor kemudian beralih mengambil mangkuk. "Awalnya mau aku pakein wortel, tapi nggak ada."
"Enak. That's good, saya ngga suka wortel." Lanang memperhatikan Rindu. Gadis itu harum, tadi sudah mandi duluan. Pakaian rapi kantor telah dikenan, rambut ikat satu ke belakang dan poni tipis menghiasi wajahnya yang bulat. "Kamu nemu semua bahan dan bumbunya, yang punya dapur aja nggak pernah nyentuh mereka."
"Telur, daun bawang, dan daun seledri ada di kulkasmu karena aku nggak mungkin minta ke tetangga. Gula, merica, penyedap rasa juga ada di rak bumbu." Rindu memberikan mangkuk sup itu pada Lanang. "Aku kira kamu bisa masak. Dapurmu lengkap banget, sayang kalau setiap pagi cuma makan roti bakar."
"Thanks. Saya cuma bisa bikin kue, roti, selain itu jangan harap bisa layak buat dimakan." Lanang berlalu ke kursi pantry seraya meraih sendok.
"Kebalikannya, aku gagal terus kalau bikin kue atau roti." Rindu akui brownies buatan Lanang memang sangat enak, manis cokelatnya pas dan terasa lembut saat digigit. Jujur saja ia sedikit iri dengan kemampuan itu. "Kapan-kapan bagi ilmunya dong."
"Di dunia ini ngga ada yang gratis. Barter sama ilmu yang kamu punya juga." Lanang tersenyum tipis seraya menyantap sup.
Dengkusan pelan dilaku Rindu seraya membawa semangkuk sup kemudian duduk disebelah Lanang. "Karena kamu udah terima sup buatanku, sekarang lanjutin penjelasanmu yang sebelumnya."
Tawa ringan suara bariton Lanang terdengar menggelitik telinga Rindu. Gadis itu langsung memberikan ultimatum. "Kita sama, tapi juga berbeda. Lebih tepatnya saya bisa mengingat detail di masa lalu dengan sangat jelas. Suasana di stasiun, kegiatan yang orang-orang lakukan, kucing hitam putih di dekat tong sampah waktu itu, sampai ekspresi ibu-ibu yang ambil dompet kamu. Semuanya."
Rindu menyimak sambil meniup pelan sup buatannya sebelum disantap. Menurutnya fakta tersebut terdengar keren, sekaligus menyedihkan. Neraka mental. Mereka yang mengidap sindrom seperti itu terpaksa harus menerima semua memori yang terekam. Bahagia hingga yang menyakitkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Revenge
RomanceDendam yang muncul akibat doktrin dari almarhum sang ayah, membuat Rindu Sediakala harus memilih antara memiliki anak dari Lanang Lakeswara atau mengakhiri hidup pria itu. Namun saat tekadnya sudah bulat, Rindu justru mendapatkan perlakuan baik sert...