Dendam yang muncul akibat doktrin dari almarhum sang ayah, membuat Rindu Sediakala harus memilih antara memiliki anak dari Lanang Lakeswara atau mengakhiri hidup pria itu.
Namun saat tekadnya sudah bulat, Rindu justru mendapatkan perlakuan baik sert...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Saya juga nggapapa mas, permisi." Hendak buru-buru beranjak, tetapi tangan pria itu menahan lengan Rindu hingga ia terpaksa urungkan niat.
"Kamu ngga ingat, Rin? Aku yang waktu itu kamu tolong di Grand Indonesia. Moonbucks, ingat?"
Perlahan ingatan dua tahun lalu terlintas pada benaknya. Kopi beracun. Rindu pernah bekerja menjadi pegawai di salah satu kedai kopi di sana lalu tanpa sengaja dan niatan tertentu malah menolong pria itu.
Ekspresi Rindu berubah sedikit cerah. "Oh! Iya, lo yang waktu itu. Untungnya nggak viral, jadi tempat kerja gue aman."
"Kamu lebih takut tempat kerjamu tutup karena di investigasi polisi ketimbang nyawaku kenapa-napa?" Arya terkekeh seraya mengulurkan tangan. "Waktu itu kita belum kenalan in proper way. Aku Arsa. Arsa Lakeswara. Suaramu bagus, minusnya kurang lama nyayinya."
Arsa Lakeswara?
Mengindahkan rasa cemas yang muncul dengan kekehan, Rindu membalas uluran tangan Arsa diikuti senyum simpul. "Salam kenal, Arsa. Makasih loh."
"Sekarang kamu kerja jadi penyanyi kafe?" tanya Arsa, melepaskan tautan tangannya.
"Iya, tapi tadi gue cuma jadi pengganti aja, ngulur waktu," tanggap Rindu terlihat canggung.
"I see. Aku ke sini bareng teman," Arsa menunjuk seorang wanita yang duduk di sudut ruangan membelakangi mereka. "Mau join sama kami ngga? Tadi dia juga muji suaramu."
Rindu menarik senyumnya lebih tinggi lagi. "Duh jadi malu. Titip makasih ya ke temen lo dan maaf gue udah janjian sama saudara," Rindu menunjuk Frisanti yang sedang sibuk mengaduk minuman dan berfokus pada gawai, "mungkin lain kali. Nggakpapa kan?"
Arsa memperhatikan Frisanti cukup lama lalu mengangguk pelan dengan senyum menawan. "Oke, lain kali mungkin kita berdua aja? Aku duluan ya, Rin."
Sedikit bingung pasca kepergian pria itu, Rindu langsung menghampiri Frisanti lalu duduk di hadapannya. "Maaf ya Mbak nunggu lama, tadi gue ngobrol dulu sama temen."
"Nggakpapa santai aja. Suara lo ya ampun bagus banget sih! Gue sebagai cewek aja bergetar nih hati mungilku," tutur Frisanti dengan penuh semangat.
"Jangan lebay deh." Rindu tertawa geli. "Thank you Mbak. Um, soal panti gue terima kasih banget udah mau jadi donatur lagi."
"Selama gue masih hidup, Panti Asuhan Amanah bakal terus dapat sokongan dari keluarga Lakeswara. Kemarin ada kesalahpahaman sama kepala panti, tapi sekarang udah beres kok! Jadi lo nggak usah khawatir, oke?" Frisanti menaik turunkan alis. "Dan harusnya terima kasih ke mas Lanang, berkat dia ayah nggak ikut campur lagi soal panti."
Hati Rindu terasa lebih ringan sekarang. "Mas Lanang?"
Frisanti mengangguk antusias. "Detailnya lo tanyain sendiri ke dia. Oh ya, yang itu tadi siapa Rin? Lo masih single kan?"