14: Ketahuan

70 7 0
                                    

Rindu berdoa dalam hati semoga Lanang tersandung batu lalu jatuh agar bisa ia manfaatkan untuk kabur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rindu berdoa dalam hati semoga Lanang tersandung batu lalu jatuh agar bisa ia manfaatkan untuk kabur. Sayangnya dua kaki jenjang beserta aura dewasa yang menggoda iman seakan menghipnotis gadis itu untuk berhenti memaki. Sialnya beralih menjadi terkesima. Hanya karena mimpi semalam, langsung membuat Rindu kalang kabut begini.

Ada dua kemungkinan. Pertama mimpi itu adalah gambaran yang akan terjadi di masa depan, dan yang kedua datangnya dari setan. Pasti opsi kedua!

Namun, sejak kapan Lanang terlihat sangat berkarisma? Padahal hanya memakai setelan jas hitam tanpa dasi. Senyum sopan bibir itu dilemparkan pada Rita kemudian dua manik legam nan tajamnya beralih menatap Rindu, seakan dari awal memang gadis itulah alasan ia datang kemari.

"Rindu, ayo." Lanang kini berdiri tepat di hadapan Rindu. Menunggu respon seraya memperhatikan lebam pada wajah sang gadis.

Selama tiga hari suara bariton itu senyap lalu pada akhirnya bisa Rindu dengar lagi. Seketika senggolan siku Rita terhadap lengannya menyadarkan lamunan. "Hah? Ayo ke mana?"

"Minta restu Mama," jawab Lanang dengan ekspresi lempeng. Sedangkan Rindu mengerjap kebingungan.

Rita mendekatkan wajahnya seraya berbisik, "Mas Danu operasi plastik ya Rin?"

"Saya Lanang." Pria itu mengulurkan tangannya kemudian disambut hangat oleh Rita.

"Oh? Saya Rita. Kamu ... saudaranya Mas Danu?" Seakan tidak percaya, Rita masih saja mensangkut pautkan semuanya dengan Danu.

"Mbak Rita," Rindu menginterupsi sembari menggaruk keningnya yang tidak gatal, "jadi, aku sama Mas Danu udah nggak ada hubungan lagi. Kami udah putus. Dia ini Lanang, temanku."

Lanang berdeham seraya mengulas senyum simpul. "Calon suaminya Rindu," timpalnya.

"Maksudnya, Mas Danu oplas terus sekarang ganti nama jadi Lanang?" Tampang Rita sudah seperti manusia linglung seraya menunjuk rendah ke Lanang. Jujur saja, sebenarnya ia merasa tidak asing.

"Ya Allah. Intinya ini Mas Lanang beda orang lagi, Mbak!" seru Rindu sambil menarik lengan Lanang untuk segera pergi dari sana. "Aku sama Danu udah end. Besok senin aku ceritain, bye Mbak Rita!"

"Tapi Rin, senin masih dua hari lagi! Rindu!" Kepalang penasaran Rita mana bisa menunggu selama itu. Namun apa daya, ia hanya dapat bersabar selepas kepergian Mercedes Benz yang semakin menjauh.

Di dalam mobil yang sudah melaju beberapa meter, Rindu baru saja teringat sesuatu. "Stop. Turunin aku," titahnya seraya melepas kembali sabuk pengaman.

Lanang tentu saja tidak melaksanakan ucapan Rindu, ia tetap mengemudi memperhatikan jalanan di depan sana dengan tenang. "Nanti stop-nya kalau sudah sampai di rumah Mama. Kamu mau ngapain berhenti di sini?"

"Aku kan masih marah." Rindu memicingkan kedua matanya menatap Lanang. "Liat nih. Karya mantanmu itu belum ilang dan masih kerasa sakit," keluhnya sambil menunjuk bekas luka yang dimaksud.

Sweetest RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang