Rindu hampir terlonjak kaget. Suara bariton Arsa membuat tubuhnya bergidik ngeri. Pria itu sudah seperti demit yang ada di mana-mana, muncul dengan tiba-tiba. Hari ini sepertinya kesialan beruntun sedang hinggap, menyentil kesabaran.
"Loh, Mas Arsa abis nyalon juga?"
"Nggak lah. Tuh, nungguin temen." Arsa terkekeh geli. "Jadi HP-mu kenapa Rin? Kok panik gitu?"
Rindu mengikuti arah pandang Arsa. Melalui kaca transparan kelihatan kawan pria itu adalah perempuan yang rambutnya sedang di tata. Temen, ya. Ceweknya beda lagi, bukan yang di kafe waktu itu.
"Iya ... ini, HP-ku mati, habis baterai. Bingung nggak bisa order ojek daring," tutur Rindu diikuti helaan napas berat.
"Lo cantik," celetuk Arsa tiba-tiba. Pandangnya tidak bisa lepas dari sosok Rindu.
Seharusnya Rindu senang mendapat pujian semacam itu, tetapi rasa ilfil yang justru hadir membuatnya harus mengulum senyum tipis. Diperhatikan seperti itu pun membuatnya risih. "Saya duluan ya Mas."
"Tunggu. Sorry, gue cuma bicara jujur." Arsa menahan lengan Rindu lalu tidak lama melepaskannya sebab gadis itu bersikeras menarik kuasa. "Gue antar ya? Kayaknya lo mau pergi ke acara penting kan?"
"Nggak perlu, takutnya ngerepotin. Temen Mas juga nanti gimana?" Sehalus mungkin Rindu menolak tawaran Arsa. Menghadapi play boy cap ikan teri kayak dia sungguh membuang tenaga.
"Gampang, dia juga masih lama. Gue janji bakal langsung anterin lo ke lokasi, nggak ada maksud lain. Pure membantu. Ya kali lo mau jalan kaki."
Seketika muncul sebuah ide yang membuat Rindu akhirnya mengiyakan ajakan Arsa. Lagi pula ia harus cepat-cepat sampai di rumah Ira. Keduanya pun akhirnya memasuki mobil Rolls Royce milik Arsa.
"Jadi tujuannya mau ke mana Mbak?" ucap Arsa bermaksud mencairkan suasana seraya perlahan mengemudikan mobil keluar parkiran.
Rindu menahan tarikan senyumnya seraya menggeleng pelan. "Ke rumahnya tante Ira. Mas Arsa tau kan?" Ia melirik Arsa, barangkali pria itu berubah pikiran dan jadi enggan mengantarkan. Hanya itu ide yang terlintas.
"Tau dong." Ekspresi Arsa masih terlihat santai, tidak merasa terbebani atau pun berubah kesal. Setelah itu tidak ada percakapan yang berarti, keduanya kadang larut dalam pikiran masing-masing hingga empat puluh menit berlalu. Baru saja melewati pos jaga perumahan elit yang dituju, sebentar lagi mereka akan tiba di rumah Ira.
"Lanang lembur ya hari ini. Kenapa ngga nganterin lo pakai sopir? Kalian berantem?"
Niatan awalnya ingin membuat Arsa mundur, malah Rindu yang sedikit terpancing emosinya. "Hubungan kami baik-baik aja, Mas. Memang akunya yang nolak buat diantar sopir," bela Rindu mencoba tenang.
"Oh gitu. Kirain lagi berantem."
Ingin sekali rasanya Rindu melepas high heels 7 cm yang dipakai kemudian dilemparkan ke wajah Arsa. "Memangnya kenapa kalau lagi berantem?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Revenge
RomanceDendam yang muncul akibat doktrin dari almarhum sang ayah, membuat Rindu Sediakala harus memilih antara memiliki anak dari Lanang Lakeswara atau mengakhiri hidup pria itu. Namun saat tekadnya sudah bulat, Rindu justru mendapatkan perlakuan baik sert...