Dendam yang muncul akibat doktrin dari almarhum sang ayah, membuat Rindu Sediakala harus memilih antara memiliki anak dari Lanang Lakeswara atau mengakhiri hidup pria itu.
Namun saat tekadnya sudah bulat, Rindu justru mendapatkan perlakuan baik sert...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
OSO Ristorante. Di sanalah Lanang sekarang, memesan sebuah ruangan private pada restoran itu. Ia berdiri tepat dekat jendela dalam diam memperhatikan langit dan gedung-gedung yang terhampar luas di daerah Thamrin. Bundaran HI yang tampak sibuk di bawah sana pun menjadi sorotan langsung. Suasana ibu kota di malam hari memang yang terbaik. Meski sudah gelap, cahaya dari lampu-lampu yang menyala seakan siap sedia selama 24 jam, menghilangkan kekhawatirannya soal warna hitam di langit. Ia merasa bisa mengistirahatkan matanya setelah seharian berkutat dengan tulisan-tulisan padat pada dokumen.
"Nang," Auriga datang masih mengenakan setelan jas hitam tanpa dasi, "ini CCTV yang lo minta dua hari lalu."
Lanang yang mengenakan setelan jas abu sedikit membalikkan badan seraya menerima tab milik Auriga. "Thanks." Jemarinya menekan tombol mulai, bersamaan dengan itu ada sebuah panggilan masuk pada gawainya. Manik legam itu terlihat menajam ketika melihat nama yang terpampang di sana.
"Ada apa?"
[Aku baru balik loh dari London, dan belum dapat sambutan 'baik' dari kamu.]
Lanang fokus memperhatikan situasi yang terekam pada potongan CCTV di tab. Alisnya perlahan menukik kala salah satu wanita di video itu menampar seseorang.
"Let's meet for dinner or wherever you would like to go."
Rekaman itu terus berlanjut hingga memperlihatkan lemparan gawai ke wajah seorang gadis berperawakan mungil.
[Are you serious? OMG. Oke, aku shareloc.]
"Suamimu?" Lanang memberikan tab ke Auriga. Akhirnya sekarang jelas kenapa Rindu mendiamkannya selama dua hari dan mungkin akan terus berlanjut. Ia kira tidak akan sefatal itu, nyatanya mendapat kekerasan yang membuat hatinya ikut mencelos.
[I've told you, jangan bahas dia pas kita lagi ngobrol berdua. Udah aku kirim lokasinya ya, see you sayang.]
Suara pintu terbuka dari belakang menjadi atensi Lanang usai panggilan telepon dengan wanita diseberang. Auriga pun dengan sigap menyambut kedatangan tamu istimewa yang telah mereka tunggu sejak tiga puluh menit yang lalu.
"Auriga, kamu makin bugar saja sih. Kapan ajak orang tuamu ke rumah? Tante sudah nggak sabar loh jadi besan," canda wanita paruh baya itu sembari dapat kecupan sopan di pipinya dari Auriga.
Ira Triani Lakeswara. Ibu Lanang yang memiliki kendali kedua cukup berpengaruh di dalam keluarga besar terutama pada perusahaan. Presensinya sebagai istri dari direktur utama serta menjadi salah satu pemegang saham Lakeswara Grup membuatnya sangat disegani banyak orang. Sifatnya yang ramah juga supel tapi tetap bijak dan tegas dalam mengambil keputusan menjadi daya tarik tersendiri.
"Welcome home, Ma." Gantian Lanang yang menyambut wanita berumur 65 tahun itu dengan pelukan erat, tidak lupa senyum mengembang pada rupa.
"Terima kasih. Aduh pelan-pelan peluknya nak, gelungan rambut Mama nanti rusak nih," keluh Ira sembari menyudahi pelukan. Tarikan tinggi pada masing-masing ujung bibirnya diagihkan dengan senang hati lalu detik setelahnya memudar tergantikan tatapan kesal. "Anak durhaka kamu! Masa baru sempat ketemu mama hari ini? Sibuk banget Nang?"