Kamar mandi minimalis menjadi saksi penyatuan mulut mereka. Rindu menyambut Lanang dengan perasaan ragu, perlahan meremas kemeja pria itu kala bibir mulai dipagut lembut. Satu kesalahan fatal tengah dilakukannya. Sedikit membuka jalan memberikan kemudahan bagi lidah Lanang untuk bergerilya di dalam. Cukup lama ia melumat, sesekali menggigit bagian bawah. Tangannya menekan tengkuk Rindu agar lebih menengadah, pun deru napas saling bersahutan menaikkan hasrat pada diri.
Cukup. Lanang memilih menghentikan aksinya. Memberi jarak sembari mengatur gejolak yang timbul. Pikirnya, tidak sekarang untuk melakukan hal itu lebih jauh.
Rindu mencengkeram kemeja Lanang semakin kuat. Dadanya bergerak naik-turun untuk meraup lebih banyak oksigen. "Kamu bilang apa ke bu Erna sampai beliau nggak keliatan curiga?"
"Curiga untuk apa? Saya bilang apa adanya kalau kita saling suka, terutama kamu yang confess duluan."
Rindu mengdengkus. "Bagus. Aku jadi keliatan gampangan di mata bu Erna dan kamu terlalu percaya diri banget."
"Bu Erna ngga mungkin berpikiran seperti itu, apa lagi soal kamu. Beliau orang yang bijak." Tangan Lanang bergerak naik, ibu jarinya mengusap bibir bawah Rindu yang membengkak.
Tatapan Lanang saat ini sulit Rindu artikan dengan jelas. Ekspresi minim yang diagihkan cukup membuatnya bingung untuk menerka apa yang sedang pria itu rencanakan.
"Poin terpentingnya, setelah kita menikah nanti derajatmu bakal terangkat lebih tinggi. Duniamu pasti berubah seratus delapan puluh derajat dan kamu harus siap. Saya akan ubah kamu jadi permata berharga, Rindu."
***
Manik hitam Rindu memindai bangunan di hadapannya dengan takjub meski wajahnya saat ini tidak ekspresif. Sekuat tenaga mengatupkan bibir rapat-rapat mencoba menutupi kegugupan. Rumah bak istana negeri dongeng yang dulu setiap malam sering ia dengar dari mendiang sang ayah rupanya betulan ada. Bukan. Ia memang sering melihatnya di internet, tapi siapa sangka akan betulan menjejakkan kaki di sana.
Rumah mewah tingkat satu di daerah Pantai Indak Kapuk ini terlihat sangat megah dengan arsitektur seperti di kerajaan. Desain eksteriornya dihiasi pahatan klasik yang rumit dan dibalut dengan warna cat dinding perpaduan putih dan emas terlihat seperti masih baru. Perawatan hunian sangat terjaga juga terasa dari bersihnya halaman luas serba hijau yang terpampang indah. Rindu berani bertaruh tidak ada daun kering yang berjatuhan.
Rindu layaknya debu kecil yang tidak sengaja singgah di sana. Perbedaan status sosial tampak sangat kontras bila disandingkan dengan kehidupannya. Jika cerita mendiang sang ayah benar, seharusnya ia juga berhak atas kekayaan ini bukan? Sayangnya sampai saat ini hanya terdengar seperti bualan belaka.
"Permisi Non, Bapak boleh minta kunci mobilnya?"
Suara pria paruh baya mengalihkan fokus Rindu untuk menoleh. "Oh, maaf. Ini tolong ya Pak, terima kasih." Ia memberikan kunci mobil Lanang kepada satpam yang kini sedang mengulum senyum hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Revenge
Lãng mạnDendam yang muncul akibat doktrin dari almarhum sang ayah, membuat Rindu Sediakala harus memilih antara memiliki anak dari Lanang Lakeswara atau mengakhiri hidup pria itu. Namun saat tekadnya sudah bulat, Rindu justru mendapatkan perlakuan baik sert...