"Dingin amat yah AC-nya, perasaan udah digedein tapi tetap aja ... dingin BANGET," keluh Frisanti sembari melirik Rindu yang duduk di sebelahnya kemudian Lanang yang berada di sebelah Auriga sebagai supir dadakan.
Mereka menyewa mobil Alphard, sebelumnya Auriga sudah datang duluan untuk mengurus semuanya. Semenjak lima belas menit yang lalu Rindu, Lanang dan Frisanti dengan selamat sampai di bandara Ahmad Yani, Semarang. Tepat pukul delapan malam. Kini, fokusnya untuk mengisi perut dulu sebelum beristirahat di hotel.
Hari jum'at setelah pulang kerja sangat efektif tuk langsung berangkat pergi liburan—menghadapi long weekend. Masih ada sabtu dan minggu yang dimanfaatkan untuk berjalan-jalan meski tujuan awal bukanlah untuk itu.
Di sepanjang perjalanan Frisanti sebagai penengah mencoba mencari topik pembahasan, tetapi kakak laki-laki dan calon iparnya sangat tidak bisa diajak bekerjasama. Merusak suasana. Sudah benar keputusannya untuk ikut mengembalikan kehangatan yang sempat hilang selama empat atau lima hari ini, feeling-nya bekerja.
"Yang, Yang, berhenti di depan situ deh ada sate kambing. Kayaknya enak, ulasan di google lumayan," ujar Frisanti kepada Auriga seraya memperhatikan gawainya.
Auriga memelankan mobilnya sembari menekan sein mobil. "Berapa ratingnya?"
"Empat koma lima. Aku lapeeer. Karena ada dua orang yang lagi puasa bicara jadi ngikut aja kan ya," sindir Frisanti dengan nada sedikit kesal. "Menepi aja Yang, jangan parkir dulu."
Auriga sih menurut saja, mencoba santai seperti biasa. Mobil itu pun dengan halus sampai di depan kedai sate yang dimaksud. Frisanti berdeham pintu pun dibuka kemudian Lanang dan Rindu sudah turun duluan. Sekuat tenaga ia menepuk punduk Auriga dari belakang, membisikkan sesuatu hingga membuat pintu mobil itu kembali tertutup tanpa keduanya turun.
"Ayo cepet gas! Udah gapapa, aku yang nanggung kalau mas Lanang marah, cepetan Yang!" seru Frisanti sembari memperhatikan Rindu dan Lanang yang berjalan masuk ke dalam kedai tanpa menoleh ke belakang.
"Astaga, awas aja kalau gaji gue kena potong gara-gara ini doang," sungut Auriga sembari menancap gas sesuai perintah.
Frisanti terkikik puas kala menoleh ke belakang, Rindu dan Lanang yang telat menyadari langsung meneriaki mobil dengan wajah kebingungan juga menahan marah. "Mas Lanang ngancem doang paling, Yang. Kamu udah berjasa banget selama ini, terus tambah yang sekarang, biar mereka baikan dulu baru kita jemput lagi nanti. Yuk ah, makan di mana ya enaknya Yang?"
Rindu dan Lanang yang tertinggal hanya bisa menatap nanar kepergian laknat mobil yang kian menjauh. Benar-benar sangat niat meninggalkan mereka, bila bercanda pun sudah keterlaluan. Dapat disimpulkan jika Frisanti adalah otak di balik peristiwa itu, siapa lagi.
"Rin, Rindu." Lanang menahan lengan Rindu yang hendak beranjak dari depan kedai. Sudah menjadi tontonan beberapa orang disekitar ternyata kepekaan gadis itu agak tumpul sebab tampak tidak peduli. "Aku lapar, Rin."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sweetest Revenge
Roman d'amourDendam yang muncul akibat doktrin dari almarhum sang ayah, membuat Rindu Sediakala harus memilih antara memiliki anak dari Lanang Lakeswara atau mengakhiri hidup pria itu. Namun saat tekadnya sudah bulat, Rindu justru mendapatkan perlakuan baik sert...