00. 45

89 22 2
                                    

Taekyung menghentikan laju mobilnya di area parkiran Kafe Purple lantas keluar dari mobil. Sesuai perintah Jungkook, ia akan mengecek dan melakukan beberapa hal. Lagipula, tidak mungkin jika tidak ada kamera CCTV di tempat seperti ini. Untuk itu, Taekyung mengedarkan pandangannya, menatap setiap inci area yang mengelilinginya Kafe Purple dan ia menemukan sebuah CCTV kecil di lampu jalan—tepat di hadapan Kafe Purple yang menjadi saksi terjadinya kecelakaan tadi.
 
“Yeona, tamatlah riwayatmu!” Taekyung sontak bergegas masuk ke dalam Kafe Purple untuk menanyakan soal CCTV. Benar saja, itu adalah milik Kafe Purple. Namun, Kafe Purple nyatanya sulit untuk memberikan salinan kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu.
 
Taekyung tentu harus mendapatkannya. Mereka melakukan negosiasi—Taekyung hanya mengambil sepotong kejadian sewaktu kecelakaan itu terjadi. Walau sulit, pihak Kafe pun akhirnya memberikan salinan itu.
 
Oleh karenanya, Taekyung kini berada di ruangan kecil yang menampilkan layar monitor—semua kejadian yang terjadi di beberapa titik. Termasuk titik luar Kafe Purple yang begitu jelas menyorot.
 
“Kejadiannya beberapa jam yang lalu. Saat makan siang.” Taekyung hanya memberikan informasi kecil, karena pada dasarnya ia juga tidak terlalu tahu. Sehingga, staf Kafe Purple itu langsung berusaha menemukan potongan kejadian yang Taekyung maksud.
 
“Stop! Itu!” Taekyung menunjuk layar saat kejadian itu terjadi. Sebuah mobil hitam melintas sangat cepat dengan plat mobil yang terlihat jelas. “Berikan aku salinan bagian ini. Aku akan mengurusnya ke kantor polisi. Kalian yang mencoba untuk menghentikannya, akan mendapatkan hal buruk. Mengingat, korbannya adalah pemilik Dream Tech.”
 
Taekyung mengatakannya dengan datar dan sorot mata yang tajam, sehingga salinan CCTV itu ia dapatkan walau harus menjelaskan panjang lebar pada manajer Kafe Purple.
 
Taekyung tersenyum tipis seraya mengamati sebuah benda kecil di tangannya yang berisi kehancuran seseorang.
 
“Hari ini kau harus membayar semuanya, Yeona. Kehancuranmu kini ada di depan mata!”
 
***
 
Jungkook belum juga terbangun dari tidurnya. Padahal dokter mengatakan Jungkook akan terbangun. Perasaan Jihyo tentu terasa sangat campur aduk, ia tidak bisa tenang kala Haeso terus  menyuruhnya. Haeso pun sudah kehabisan kata-kata untuk membuat Jihyo yang pada dasarnya keras kepala untuk itu.
 
Haeso lantas memilih mengamati Jihyo dari sofa yang sejak tadi menanti bangunnya Jungkook. Ia bisa melihat aura Jihyo yang dilanda mabuk asmara dan rasa cintanya kepada Jungkook yang takut akan kehilangan. Kedua tangan Haeso spontan mengepal kuat karena menahan amarah, Yeona benar-benar tidak memiliki hati dengan bermain sejauh ini. Tidak pernah Haeso pikirkan sebelumnya. Obsesi yang menguasai pikiran dan hati Yeona yang dikenalnya memiliki kepribadian sangat lugu.
 
Haeso juga sedih atas kejadian yang terjadi. Terlebih, Taekyung belum juga memberikan kabar apapun. Ia hanya berharap, semuanya akan baik-baik saja. Meninggalkan sofa empuk itu, Haeso mendekat ke arah Jihyo.
 
“Biarkan Jungkook istirahat dulu, oke? Kau belum mengisi perutmu, Jihyo! Sekarang sudah sore, oh tidak lama lagi petang dan jangan menyiksa dirimu seperti ini! Jangan mempersingkat nyawamu,” ucap Haeso sedikit kesal. Sejak tadi ia sudah membujuk, tetapi Jihyo tidak ingin mendengar.
 
“Tetapi, Jungkook? Dia juga belum makan.”
 
Haeso ingin tertawa mendengar Jihyo. Bahkan, detik itu juga menepuk jidat. “Tentu dia tidak lapar, lagipula dokter mengatakan Senior akan bangun dan biarkan semuanya berjalan dengan lancar. Kau harus makan, aku akan keluar untuk membeli makanan dulu!” Haeso berkata tanpa menantikan jawaban Jihyo.
 
Sang empu memilih mendengus sebal. “Apa dia tidak punya telinga? Aku sudah mengatakan tidak lapar, pun lapar akan makan setelah Master sadar. Lagipula, mana berselera aku jika seperti ini,” ucapnya dengan lirih. Kini membiarkan jemari lentitnya mengusap rambut Jungkook serta perban yang terlilit itu. Hal itu Jihyo lakukan cukup lama dan ia sungguh semakin tidak bisa menahan diri.
 
“Master, bangunlah. Kumohon, bukankah aku bisa meminta sesuatu kepadamu?” Seketika ia mengingat taruhan yang penuh drama itu. Dengan isakannya yang kembali mengurai, Jihyo mengangguk. “Aku tidak meminta apapun. Aku hanya meminta Master bangun. Hanya itu dan kumohon bangunlah  ....”
 
Sementara Jungkook yang telah sadar sejak tadi, tersenyum dalam diam. Memang benar, ia sangat senang melihat Jihyo yang mengkhawatirkannya dan memperlihatkan rasa tidak ingin kehilangan. Hanya saja, jika ia terlalu lama larut dalam aktingnya, ia akan melihat Jihyo menyedihkan seperti ini. Oleh karena itu, Jungkook memilih untuk mengakhiri akting luar biasanya.
 
Dengan perlahan, ia menggerakkan jemari yang Jihyo pegang, yang beriringan dengan kedua matanya terbuka amat pelan. Jihyo yang merasakan adanya pergerakan, langsung menoleh ke arah Jungkook yang tersenyum hangat kepadanya.
 
“Master ... akhirnya kau bangun juga!” Lantas Jihyo kembali terisak.
 
Jungkook rasa ingin merutuki dirinya sendiri melihat penampilan kekasihnya yang kini amat berantakan dengan mata membengkak. Jungkook menggelengkan kepala, sembari melepaskan alat bantu pernapasan yang dibantu oleh Jihyo.
 
“Jangan banyak bergerak dulu! Aku, aku akan memanggil dokter!” ucapnya setelah memperbaiki posisi Jungkook, hendak memencet tombol darurat tetapi dihalang oleh Jungkook.
 
“Aku baik-baik saja, Sayang. Tidak perlu memanggil dokter. Dia akan datang sendiri untuk memeriksa rutin dan apa ini? Kenapa tidak memperhatikan dirimu?” tanyanya sembari memperbaiki rambut Jihyo yang sedikit berantakan dan berakhir mengusap kedua pipi tembem yang basah itu. “Sudah. Aku baik-baik saja. Duduklah di sini!”
 
Perintah yang membuat Jihyo membulatkan mata. “Mana mungkin bisa duduk di ranjangmu, Master. Memang muat, tetapi itu akan mengganggu pergerakanmu—“
 
“Tetapi aku ingin merasakan dirimu,  Sayang. Kemari saja.” Jungkook memotong perkataan  Jihyo yang belum usai. Gadis itu tampak berpikir. Kala menoleh ke arah Jungkook, pria itu memberikan isyarat untuk dirinya duduk di ranjang yang sama. Jihyo akhirnya mengalah saja walau ia beranjak ke sana dengan sedikit ringisan.
 
“Kau sangat mengkhawatirkanku tetapi tidak memperhatikan dirimu. Katakan, bagian mana yang sakit?” Jungkook bertanya ketika Jihyo kini duduk di sampingnya—mereka berbagi ranjang dan pertanyaan itu membuat Jihyo sedikit berpikir.
 
“Kepalaku hanya sedikit pening, tetapi aku baik-baik saja. Pada dasarnya, Master’lah yang terluka parah.” Sembari mengusap kepala yang diperban itu. Ia melakukannya begitu lembut hingga Jihyo tidak menyadari mempersempit jarak dan memberikan kecupan ringan di kening yang terbalut perban. “Terima kasih, Master. Master menyelamatkanku dari maut. Master menggantikan posisiku. Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa lagi.”
 
Jihyo berujar dengan mengunci mata Jungkook, jemarinya yang lentik tidak terasa menyentuh bibir Jungkook yang tebal. Sekelibat, Jungkook mengecup jemari itu. “Tidak perlu berterima kasih, Sayang. Aku bahkan rela menukar nyawaku untuk dirimu sekalipun, karena aku sangat mencintaimu,” ucap Jungkook dengan tenang. Namun, Jihyo langsung mengarahkan jari telunjuknya pada bibir Jungkook.
 
“Apa yang Master katakan?”
 
Namun, Jungkook memilih untuk tersenyum tipis sembari mengecup jari itu. Bersamaan dengan Haeso yang masuk ke dalam dengan bungkusan dipegangnya. “Jihyo, aku ....” Haeso tidak melanjutkan perkataannya. Langkahnya juga sontak berhenti kala melihat pemandangan yang ada di depannya. “Maaf, aku sepertinya mengganggu momen kalian, tetapi aku sungguh tidak bermaksud dan syukur Senior sudah sadar.”
 
Jihyo sangat malu kala Haeso tiba-tiba datang dan melihat kemesraannya dengan Jungkook. “Haeso, itu tidak seperti yang kau lihat. Maksudku ....”
 
Haeso terkekeh. “Aku akan menaruh makanan di sini. Jihyo, makan makananmu dan aku permisi sebentar, aku harus menghubungi Taekyung.”
 
Jihyo tentu tahu maksud Haeso yang meninggalkannya. Apalagi kala sebelum meninggalkannya, Haeso mengedipkan mata. Jihyo bisa gila, Haeso pasti akan mengejeknya setelah ini.
 
“Kau belum makan, bukan?” Jungkook langsung mengalihkan fokus Jihyo.
 
“Iya, tetapi aku tidak lapar.” Namun, suara perut Jihyo merusak aktingnya. Jihyo sungguh tidak tahu harus berkata apa lagi. Terlebih, Jungkook tertawa renyah mendengarnya.
 
“Tidak perlu berbohong. Kau harus makan, Sayang. Aku akan menyuapimu kalau kau masih tetap tidak ingin makan.”
 
Jihyo rasanya ingin terbang, sekalipun mereka baru saja ditimpa hal buruk, Jungkook berusaha mengalihkan semua hal yang membuat lara dan hanya memperlihatkan cinta juga kasih sayangnya.
 
Sungguh, siapapun pelaku yang membuat hal buruk ini terjadi, ia akan memberikan perhitungan. Ia berharap Taekyung bisa menemukan pelakunya sehingga ia bisa menjambak rambut pelaku itu.

***

Yeona tertidur setelah lelah mengedor pintu, berteriak dan menanti Haeso membuka pintu. Tentu ia khawatir, kala melihat bagaimana pandangan Haeso setelah mendengar semuanya. Jelas, Haeso tidak akan mendukungnya. Hal itu merangkak ke ingatannya sehingga membuatnya terbangun dengan ketakutan.
 
Yeona mengusap wajahnya, berusaha untuk tetap tenang. “Tetapi aku hanya mencoba untuk kembali mengambil milikku, apa itu salah?”
 
“Dia! Dia'lah yang tidak tahu diri dengan mengatakan hal itu semua! Aku sama sekali tidak bersalah!” Yeona kembali mengingat setiap kata dari Jihyo yang kembali membuatnya marah dan kesal.
 
Namun, kemarahan itu perlahan pudar kala ia mendengar suara derap langkah. Yeona yang sejak tadi memilih duduk di lantai, bangkit dan mendekat ke pintu.
 
“Itu pasti, Haeso! Sepertinya, Haeso berubah pikiran lantas mendukung sepupunya. Haeso! Buka pintunya! Sudah kuduga kau akan kembali,” ucap Yeona yang kembali mengedor pintu. Ia dapat mendengar suara langkah kaki itu yang semakin dekat.
 
“Kau pasti sepemikiran denganku, bukan? Cepat buka pintu ini dulu!” Ia kembali berteriak sangat keras. Kebahagiaan begitu terlihat di wajahnya, bahkan kala knop pintu berputar menandakan pintu akan terbuka lebar.
 
Yeona tentu bersiap untuk menghamburkan diri ke Haeso. Akan tetapi, ia ternyata harus mengurungkan niatnya itu.
 
“Nona Min Yeona! Anda harus ditahan atas kasus tabrak lari terhadap Choi Jungkook, pendiri Perusahaan Dream Tech!” ucap seorang berseragam sembari membawa borgol, hendak mengenakannya pada Yeona yang lantas menggeleng tidak percaya.
 
“Kalian salah! Saya tidak—“
 
“Silakan jelaskan hal itu saat tiba di kantor polisi nanti, Nona!” Yeona tidak bisa melakukan pemberontakan kala polisi wanita itu langsung saja memborgol kedua tangannya dan membawanya ke tempat yang tidak pernah Yeona bayangkan sama sekali.

Tbc.

Halo guys, maaf ya baru update lagi🥰 See you next chapter teman²🥰❤

Wishlist : Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang