Setelah melewati hari-hari yang begitu melelahkan dengan harus menggunakan tongkat, Jungkook akhirnya bisa lepas dari benda yang sangat menyusahkannya. Terlebih kala kakinya yang sempat sedikit lemah karena tidak bisa menopang tubuhnya kala berusaha tidak menggunakannya. Ia bersyukur saat ini.
Rasa syukurnya bertambah kala mendapat begitu banyak perhatian dari Jihyo. Entah itu dari menyiapkan makanan atau mempersiapkan segala keperluannya, padahal Jungkook bisa melakukannya seorang diri. Hanya saja, Jihyo memiliki kekuatan penuh yang membuat Jungkook tidak bisa berkutik.
Jungkook pada dasarnya sudah ke kantor untuk bekerja. Bahkan kali ini, ia tengah memerhatikan dirinya di dinding yang terbuat dari cermin. Agenda yang membuatnya harus sedikit memperhatikan diri sebab ia akan melakukan wawancara di salah satu stasiun televisi, membuat Jungkook harus berpakaian sangat rapi--terlihat berkarisma. Pembaruan game yang dilakukan perusahaan pada dasarnya membawa dampak yang begitu drastis untuk perusahaannya di industri game dan menjadi pusat perhatian ataupun topik panas di Korea Selatan hingga beberapa negara di dunia..
Wawancara tersebut tidak lama lagi. Ia hanya perlu merapikan sedikit dasinya yang terpasang asal kemudian mengikuti salah seorang staf stasiun televisi itu. Hingga, Jungkook kini berada disebuah ruangan—banyak kamera menyorotinya. Jungkook mencoba untuk tidak peduli, kembali mengikuti arahan agar dirinya duduk di sofa yang telah disediakan dan sesi wawancara itu kemudian di lakukan.
“Selamat Siang, Tuan Choi.” Seorang pembawa acara wanita menyapa Jungkook yang dibalas anggukan oleh Jungkook.
“The Adventure Story Season II begitu menggemparkan industri game. Bagaimana perasaan anda kala perilisan season terbaru kali ini membawa dampak baik untuk kalangan pencinta game, bahkan Perusahan itu sendiri?” Sang pembawa acara itu membuka topik yang membuat Jungkook tersenyum tipis—tidak terlalu kentara.
“Sebuah peruntungan yang sangat besar. Setelah suksesnya season pertama, kami mencoba untuk membuka gerbang dengan melakukan sedikit pembaruan dan ternyata menjadi terobosan untuk Dream Tech. Game The Adventure Story, baik season I atau II semakin dikenal dan dicintai. Itu lebih dari cukup,” ucap Jungkook panjang lebar.
“Dengan suksesnya setiap perilisan game dari Dream Tech tentu akan menjadi bahan evaluasi untuk proses perkembangan di masa depan nanti. Selain merencanakan untuk perangkat baru, tentu kami akan meningkatkan penyimpanan data dan juga keamanan setiap pengguna.” Ia menambahi.
Pembawa acara itu mengangguk paham. “Tentu, semua pencinta game akan menantikan perilisan yang baru dari Dream Tech. Dan lagi, apa ada yang Tuan Choi ingin sampaikan saat ini?”
Tawaran itu, membuat Jungkook kembali tersenyum lebar. “Ya, sedikit. Banyak hal yang kulalui dalam perilisan ini bersama dengan tim. Akan tetapi, dukungan dari orang terkasih—tunanganku, memberiku cara pikir pandang yang lain. Aku berterima kasih untuk semua orang yan terlibat, termasuk kepada tunanganku yang senantiasa bersamaku.”
“Tu—tunangan?” Jihyo tergugu mendengar siaran langsung dari salah satu stasiun televisi. Terlebih, kali ini bukan hanya ia sendiri, hampir semua karyawan Dream Tech tengah menonton untuk melihat sang atasan mengeluarkan sepatah katanya di bagian utama kantor.
Taekyung yang ada di dekatnya, mengerutkan dahi. “Kalian sudah tunangan? Kapan? Jungkook sepertinya belum pernah cerita,” ucapnya yang mendapat anggukan dari Jimmy—pria itu sudah semakin baik setelah keluar dari rumah sakit tempo hari itu.
Sungguh, Jihyo berada dalam kondisi bingung untuk menjawabnya. Terlebih kali ini ia menjadi sorotan dari semua orang yang menantikan jawaban atas pertanyaan Taekyung dan Jimmy. Jihyo tersenyum canggung. “Aku tidak tahu harus berkata apa. Master belum membahas sejauh ini.”
Jawaban yang membuat semua orang kecewa—tidak sesuai yang diharapkan. “Bisa jadi, Jungkook akan segera melakukannya. Memberikan pengumuman ke publik, bukanlah hal yang bisa dianggap enteng bagi Jungkook. Ia pasti tidak asal bicara dan lagi, berita ini tentu bisa tersebar begitu cepat, termasuk ke orang tua Jungkook yang ada di Beijing karena kontrak pekerjaan.” Taekyung menambahi.
“Orangtua Master?” Jihyo mengulang kata yang membuatnya panas dingin.
Sangat lucu melihat ekspresi Jihyo bagi Jimmy kali ini. “Tentu, Jihyo. Kau harus mempersiapkan diri mulai sekarang. Sepertinya, tidak lama lagi kau akan bertemu dengan calon mertuamu.”
Jihyo tidak berpikir sampai sana. Ia hampir melupakan jika Jungkook memiliki orang tua yang sangat jauh dari dirinya. Mereka berada di Beijing. Sial, Jihyo tidak tahu harus melakukan apa kali ini. Jungkook memang mampu membuatnya tidak bisa berkutik kali ini.
‘Master, kau harus menjelaskan maksudmu nanti!’ batin Jihyo yang menjerit.
***
Jihyo memainkan jemarinya dengan gugup. Semula banyak hal yang ingin ia ucapkan, malah mulutnya terasa keluh. Alhasil, ia pun memilih untuk menatap pemandangan luar dari jendela, berharap Jungkook mengatakan satu kata saja untuk memecah keheningan ini setelah Jungkook menjemputnya di kantor untuk pulang—kala pria itu tidak masuk ke kantor karena memiliki banyak urusan di luar.
Walaupun malam sudah datang, ia tetap bisa menggunakan taksi. Semua dimudahkan kala dirinya tidak memiliki kendaraan pribadi. Mungkin nanti, setelah memiliki banyak uang. Hanya saja, Jungkook tetap memaksa untuk mengantarnya pulang.
Sekali lagi, Jihyo hanya bisa menghembuskan napas kasar. Amatannya yang fokus ke depan langsung tersentak kala Jungkook tidak belok di perempatan tadi. Jihyo melirik ke belakang sambil menunjuk. “Master, arah ke rumahku lewat.”
“Aku tahu.”
Ingin rasanya Jihyo memukul kepala Jungkook yang mendadak dingin kali ini. Apa ia melakukan kesalahan? Akan tetapi, jika mengingat semua hal, tidak ada satupun kesalahan yang masuk ke dalam kepalanya. Lalu, kenapa Jungkook? Oh, sepertinya sedang PMS.
Jihyo pun berdecak sebal. “Lalu, Master akan membawaku ke mana kali ini?”
“Ke apartemenku. Aku memiliki kejutan manis di sana.” Kemudian senyum yang selalu ia sukai perlahan terbit, melelehkan es yang sempat memancarkan aura dingin.
Jihyo tidak berkata atau bertanya lebih banyak lagi. Ia lebih baik melihatnya secara langsung saja dan berharap sesuatu yang Master ciptakan kali ini begitu mengagumkan—seperti rilisan perangkat lunaknya. Walaupun begitu penasaran, Jihyo berusaha untuk menahan diri. Itu sekitar delapan menit hingga mereka tiba di sebuah gedung yang begitu tinggi dan besar. Kawasan apartemen elit—tempat Jungkook bersantai dan beristirahat selain di kantor.
Jihyo seketika terdiam. Jika bukan Jungkook yang membuka pintu dan hendak menawarkan diri untuk membopongnya jika hanya berdiam diri di dalam mobil saja, mereka pasti akan terus mengulur waktu. Jihyo bergegas, berusaha mengimbangi langkah Jungkook yang tidak terasa kini mereka sudah tiba dan kali ini, Jungkook menempelkan sebuah kartu di depan pintu—kunci apartemennya yang memang premium.
Namun, tidak ada yang istimewa saat berada di dalam. Lampu bahkan mati. Mendadak ia heran, apa Jungkook membual?
“Master, ini ....” Jihyo tidak melanjutkan perkataannya saat ia merasa seorang diri sekarang ini. Jungkook tidak ada di sisinya dan entah kenapa Jungkook meninggalkannya. “Sial sekali! Master memang menyusahkan saja!” Sambil merogoh ponselnya dan menyalakan senter. Kali ini, ia berjalan mengikuti istingnya—tidak tahu akan berhenti ke mana.
Namun, menurut Jihyo, apartemen ini begitu luas untuk dihuni seorang saja. Jihyo menebak, apartemen ini memiliki luas yang mengalahkan rumah sewanya. Ia yakin dengan itu. Hanya saja, Jihyo mencoba untuk melupakan hal itu dan memilih untuk menemukan sesuatu dan seketika ia menghentikan langkah. Kedua matanya menyipit, dapat melihat pancaran cahaya dari sebuah pintu yang terbuka.
“Aku yakin di pasti ada di sana!” Hingga Jihyo segera ke tempat itu. Lucunya, ia tidak mendapatkan keberadaan Jungkook.
Jihyo hanya menemukan sesuatu yang membuatnya terkejut. Sebuah dekorasi makan malam serba putih yang dihiasi lampu dan bunga baby breath. Terlihat sangat romantis kala pemandangan sekitar mendukung —Jihyo menebak taman buatan di apartemen Jungkook yang membuat kesannya semakin romantis. Di sana pun terdapat tempat pembakaran kecil—beserta perlengkapannya dan beberapa soju. Mendadak ia lapar melihat itu.
Akan tetapi, sebelum itu, ia harus menemukan Jungkook. “Master? Kau di mana?” Tidak ada sahutan sama sekali. Jihyo sedikit kesal karena itu, tetapi Jihyo harus mengubur rasa kesalnya itu kala merasakan lampu apartemen ini yang perlahan menyala dan di dekat pintu untuk memasuki taman ini, terlihat seorang pria dengan gagah memegangi buket bunga mawar merah yang mengembang cantik.
Jihyo tertegun. Masih berdiri di tempatnya dan tidak terasa Jungkook kini berada di hadapannya—sangat dekat.
“Master, aku kira kau meninggalkanku!” ucap Jihyo sebal, sebisa mungkin menyembunyikan keterkejutan dan rasa kagumnya.
Jungkook tersenyum lebar. “Ingat, Sayang. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu, dan ....” Jungkook menjeda sesuatu yang seperti ingin ia katakan dengan bertekuk lutut di hadapannya. “Biarkan aku selalu berada di sisimu, Sayang. Izinkan aku menanggung semua duka dan sukamu. Mari membuat hidup ini semakin berwarna, saat ini hingga maut memisahkan kita.”
Perkataan Jungkook yang membuat Jihyo kehabisan kata-kata. Napasnya tercekat. “Master ....”
“Kau pasti sudah melihat siaran di televisi. Tidak, bukan hanya tunangan, aku ingin mengikatmu dalam ikrar suci ikatan pernikahan. Jadi, Nona Shin Jihyo, maukah kau menjadi pendamping hidup dari pria ini?” tanyanya dengan posisi yang sama.
Semua isi hati pria itu telah dikeluarkannya. Rasa takut yang sebelumnya menguasai, perlahan reda. Pun jika Jihyo membutuhkan waktu, ia akan memantapkan diri untuk menunggu. Hingga tahun demi tahun berlalu, Jungkook akan terus menanti jawaban Jihyo.
Bagi Jihyo, memang terasa terburu-buru. Namun, jika melihat kebelakang dan beberapa hal yang sempat terjadi, ia tidak ingin merasakan sebuah penyesalan. Terlebih, bagaimana tulusnya Jungkook selama ini—menjadikannya sosok yang paling bahagia.
Jihyo ingin menjawab iya! Tetapi kedua matanya yang biasa melempar sinis kepada Yeonjun, mengeluarkan begitu banyak air mata. Ia menangis begitu saja yang membuat Jungkook panik.
“Sayang, a—apa aku melukaimu? M-maafkan aku, katakan! Aku—“
Jihyo menggelengkan kepala. Melihat Jungkook yang bangkit dan mendekat kepadanya karena khawatir, Jihyo lantas menghamburkan diri dalam dekapan Jungkook—menyembunyikan wajahnya yang sembab karena tangis. “Kau tidak melukaiku, Master. Aku ... aku tentu tidak bisa menolak!” kata Jihyo disela tangisnya. Jungkook masih bisa mendengarnya dengan jelas.
“Sayang? Kau sungguhan?”
Dalam pelukan itu, Jihyo mengangguk. “Ya, aku menerimanya Master, dan hanya ingin menjalani sisa hidupku di masa depan nanti bersama dengan Master. ”
Ucapan Jihyo membuat Jungkook begitu bahagia. Ia bahkan bingung, harus tersenyum atau menangis—terlebih Jihyo memberikan balasan di luar dugaannya. Ia sedikit terbawa suasana, sembari mengeratkan pelukan itu dan mengecup pucuk rambut Jihyo yang wanginya terasa candu.
“Syukurlah. Aku sangat senang mendengarnya. Itu berarti, Ayah dan Ibuku tidak akan sia-sia melakukan perjalanan ke Busan.” Jungkook mengatakannya dengan santai.
Alhasil, Jihyo yang dapat mendengarnya sangat jelas, mengurai pelukan itu dengan tiba-tiba. “T—tunggu, Ayah dan Ibu Master hendak ke Busan?” tanyanya memastikan pendengarannya.
Walau sedikit bingung, Jungkook mengangguk. “Setelah melihatku disiaran berita, mereka mempercepat jadwal pertemuan dengan putranya. Mungkin besok.”
Lagi, Jihyo terkejut. Matanya membulat. Sial. Ia belum mempersiapkan diri. Bagaimana jika kedua orang tua Jungkook tidak menyukainya? Oh, bahkan ia mendengar jika kedua orang tua Jungkook begitu perfeksionis dan membuat semua orang tidak bisa berkata-kata.Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wishlist : Be With You
RomanceShin Jihyo adalah gadis yang dikenal barbar dan penggila game online. Walaupun begitu, ia adalah lulusan terbaik di jurusan ilmu komputer dan berusaha untuk menjadi bagian dari Dream Tech---perusahaan yang mencetuskan game kesukaannya yang dikenal d...