00. 35

99 31 12
                                    

Jimmy keluar dari toko kue itu setelah mengambil kue yang dipesannya—lebih tepatnya, ia mendapat gratisan dari sang Bibi. Padahal Jimmy selalu ingin membayarnya, ia memiliki uang, lagipula ia salah satu petinggi di Dream Tech—mampu untuk membayarnya. Namun, begitulah, Bibinya keras kepala sekali.
 
“Huft, lupakan saja, Jimmy! Dan ayo kita pulang, tubuh ini terasa remuk, sialan!” katanya dengan jengkel. Hampir mendekati mobilnya, tetapi seseorang menahan pergerakannya kala ia hendak memasuki mobil.
 
Jimmy menyipitkan mata sipitnya, kemudian menghembuskan napas kasar. “Kau lagi. Ada apa kali ini? Serius, aku lelah dan tidak ingin membicarakan apapun, oke?”
 
Akan tetapi, gadis itu—Yeona—menggelengkan kepalanya, seraya melepaskan jemarinya yang menahan pergelangan tangan Jimmy. “Aku minta maaf, Jim. Hanya beberapa menit saja, aku ingin membicarakan sesuatu.”
 
Namun, Jimmy menggelengkan kepalanya. “Tidak. Itu membuang waktuku saja—“
 
“Kumohon ....” Sambil mengatupkan kedua tangannya. Sialan. Jimmy benci berurusan seperti ini, hidupnya sudah terlalu pelik. Hanya saja, Jimmy sedikit penasaran akan keberadaan gadis itu—mantan kekasih sahabatnya—Jungkook.
 
“Baiklah. Katakan dengan cepat. Aku harus segera pergi ke suatu tempat!” ucapnya final. Yeona bahagia dibuatnya, hingga mengenggam jemari Jimmy, tetapi segera melepaskannya ketika mendapat tatapan mematikan dari pria itu.
 
“Aku, aku hanya ingin bertanya soal Jungkook. Bagaimana kabar Jungkook?” tanyanya dengan hati-hati dan langsung pada intinya.
 
Pertanyaan yang membuat Jimmy bersedekap dada. “Ya, Yeona! Kenapa tidak menanyakan langsung kepada Jungkook tentang kabarnya? Kenapa bertanya padaku? Aku memang sahabatnya, tetapi tidak semua kutahu, mengerti?” ujarnya menahan rasa kesal yang mengira Yeona akan mengajukan pertanyaan apa setelah pertemuan pertama mereka. Nyatanya hanya pertanyaan tidak bermutu seperti itu. “Dan baiklah, aku akan mengatakannya, setelah kau tinggalkan Jungkook begitu saja dengan skandalmu itu,  Jungkook kini baik-baik saja, bahagia dengan pilihannya untuk tetap hidup dan bertemu dengan orang yang tepat!”
 
“Aku tidak melakukan skandal itu, Jim! Aku tidak mengkhianati Jungkook. Memang salah, aku pergi, tetapi aku melakukannya untuk menata masa depan. Jungkook pun paham dengan itu, tetapi nyatanya dia malah menganggapku pergi untuk meninggalkannya dengan pria lain.”
 
Yeona ingat yang Jimmy katakan 3 tahun lalu. Skandal yang melibatkan namanya sebagai model pendatang baru yang berhubungan dengan aktor ternama, padahal mereka hanya dipasangkan dalam sebuah proyek. Mereka berseteru, terekam dikepala Yeona kala Jungkook menyuruhnya untuk memilih tetap berada berada di Busan bersamanya, atau tetap pada pendiriannya untuk ke New York—mengejar impiannya. Tentu saja, Yeona dengan segala mimpi yang menggebu-gebu memilih untuk membesarkan karirnya dan mereka pun berakhir begitu saja, padahal Yeona tidak pernah menganggap hubungan mereka berakhir. Kesalahpahaman itu, merusak semuanya dan tanpa ada klarifikasi apapun lagi setelah banyak hal dilalui keduanya. Semua kenangan hancur begitu saja.
 
Jimmy sebenarnya tidak tahu secara detail, hanya melihat sekilas pada waktu itu dan Taekyung yang tahu bagaimana detail kejadian itu. “Aku tidak tahu harus mengatakan apa, tetapi sudahlah, jalani hidupmu sekarang tanpa tahu bagaimana keadaan Jungkook sekarang—“
 
“Tetapi apa salah aku ingin tahu? Aku masih menginginkan masa-masa itu kembali lagi. Aku masih mengharapkannya, Jim! Aku masih mencintainya dan terbayang-bayang dengan dirinya!” ucap Yeona dengan menggebu-gebu. Matanya memerah menahan tangis.
 
Sungguh, Jimmy sangat jengkel berada di posisi ini. “Lupakan perasaanmu itu! Lagipula, Jungkook sudah punya pasangan—“
 
“Aku tidak peduli, Jim! Hanya aku pasangan Jungkook! Aku akan memperbaiki semuanya. Kau pasti bertanya alasanku ke sini bukan? Itu alasannya. Omong kosong dengan pemotretan di Busan, itu hanya peralihan saja.” Yeona memotong perkataan Jimmy membuat pria itu mematung tidak percaya.
 
Ia menggelengkan kepalanya. “Bodoh sekali kau, Yeona! Sekalipun aku tidak suka dengan hubungan Jungkook dengan pasangannya sekarang, kau pikir aku akan membiarkanmu? Obsesimu, ingin sekali kubenturkan ke mobilku, kau harus tahu itu!”
 
Jimmy sungguh sangat heran. Sekelas Yeona, model papan atas di New York,  nyatanya kini menyimpan rencana buruk untuk mendapatkan keinginannya. Bahkan, keras kepalanya Yeona, membuat Jimmy sangat jengkel. Sekalipun ia pernah menyukai Yeona yang dulunya menjadi tetangganya—itu sebelum ia mendapat kabar mengenai hubungannya dengan Jungkook, ia mengakhiri semuanya. Lagipula, itu masa lalu, ia sudah menguburnya dalam-dalam.
 
Jimmy tidak ingin terlibat apapun. Jungkook sudah sangat banyak membantunya selama ini. Itu kenapa, ia tidak rela akan hubungan Jungkook dengan si anak magang—bagaimana kejadian kemarin kembali terulang?
 
Lantas, pria itu menggelengkan kepalanya. “Kuharap kau tidak melakukan apapun, Yeona. Terima nasib yang sudah kau ukir sendiri dan menyingkirlah dari hadapanku! Aku harus lekas pergi!” Memberikan bahasa isyarat melalui jemarinya. Yeona jengkel dengan itu, pun membiarkan Jimmy melakukannya. Tidak ada gunanya jika ingin meminta bantuan ataupun sejenisnya, karena Jimmy yang saat ini di hadapannya bukanlah Jimmy yang ia kenal dulu.
 
Yeona tersenyum getir mengamati mobil Jimmy yang telah berlalu—menghilang dari pandangannya. “Tidak, Jim. Aku harus memperbaiki semuanya dan aku akan melakukannya.”
 
***
 
Kedua bibir tebal itu terus mengeluarkan alunan indah, seraya mengamati sekitar yang amat indah dengan berjalan kaki—menyusuri taman di sore hati. Keduanya menuntun begitu saja dengan hati yang begitu berbunga-bunga ditambah kali ini, Jungkook—pujaan hati menemaninya sembari memasukkan kedua tangan di saku celana. Jungkook hanya bisa tersenyum geli melihat tingkah menggemaskan kekasihnya itu.
 
“Hati-hati, Sayangku!” ucap Jungkook kala melihat betapa aktifnya Jihyo. Bahkan masih tidak terpikir kala mereka memutuskan untuk berjalan kaki, menikmati indahnya Busan di sore hari dan meninggalkan mobil yang saat ini cukup jauh dari tempat mereka berjalan.
 
Spontan, Jihyo mengangguk sembari mengamati Jungkook. Ia berjalan mundur terlebih dahulu—berhadapan dengan Jungkook. Ia begitu leluasa mengamati senyum pria itu dan rasa-rasanya ia ingin membawanya pulang. “Iya, Master. Aku akan berhati-hati. Lagipula, jika jatuh tidak—“
 
“Tidak akan jatuh, karena aku akan ada untuk melindungimu, tidak akan mengizinkanmu terluka, Nona,” katanya.
 
Jihyo lantas menghentikan langkah, beriringan juga dilakukan oleh Jungkook. Tanpa berpikir apapun lagi, ia mendekat dan memeluk Jungkook amat erat—hingga ia dapat menghirup aroma maskulin Jungkook yang sangat memabukkan. Jungkook membalas pelukan hangat Jihyo, juga memberikan kecupan ringan di pucuk rambutnya.
 
“Terima kasih.”
 
Dua kata yang menguar dengan suara agak berat, seperti tengah menahan nangis di dalam dekapan itu. Jungkook buru-buru melepaskannya untuk melihat wajah Jihyo, tetapi Jihyo menolak.
 
“Biarkan seperti ini, Master. Aku menginginkannya dan berharap ini tidak akan pernah berakhir,” katanya lagi ditengah tangis yang tertahan.
 
Jungkook menghela napas mendengarnya. Memilih untuk mengusap punggung Jihyo amat lembut, memberikan gadisnya ketenangan. “Tentu, apapun yang gadisku ini inginkan. Lakukan selama apapun, Sayang. Akan tetapi, berhentilah menangis, oke? Biarkan aku melihat—“
 
Dalam dekapan itu, Jihyo menggeleng. “Wajahku sedang tidak baik-baik saja. Aku jelek sekarang,” katanya dengan pipi merona.
 
Sangat menggemaskan. Akan tetapi, Jungkook tidak memedulikan itu, sehingga kini ia dapat menangkupkan kedua pipi Jihyo. Jungkook masih melihat air mata itu, dan menghapusnya dengan pelan. Jihyo memejamkan mata akan sentuhan Jungkook. Bahkan kala kini jarak mereka semakin menipis—tidak ada jarak sama sekali yang membuat bibir keduanya saling bertabrakan, memberikan sensasi yang menggelora dalam tubuh.
 
Tidak ada penolakan sama sekali atas tindakan Jungkook kepada Jihyo. Bahkan, Jihyo terlihat begitu menikmatinya dan kini mengalunkan lengannya ke leher pria itu. Tidak memedulikan sekitar mereka kala tempat perhentian sementara mereka adalah taman di belakang rumah sewa Jihyo. Bahkan, kala perlahan langit tiba-tiba menjatuhkan tetesan-tetesan air hujan. Ciuman mereka hanya berhenti sejenak untuk mendapatkan pasokan udara lebih banyak dan kembali menyatukan kedua bibir mereka. Menciptakan gairah panas di tengah hujan dengan udara dingin menggelitik tubuh.
 
Keduanya melakukan itu, menyalurkan rindu, cinta dan kasih sayang yang di rasakan. Hingga, Jungkook menyudahi ciuman panas itu dan memberikan kecupan singkat di bibir Jihyo yang kini sedikit membengkak karena ulahnya—di tengah hujan yang kini melanda dan mereka yang serasa kehilangan begitu banyak napas.
 
Jungkook tersenyum di balik itu. “Aku mencintaimu, sangat mencintaimu dan melebihi cintaku kepada diriku sendiri, Shin Jihyo!”
 
Pengakuan yang ditelan air hujan masih dapat Jihyo dengar. Tidak peduli apapun  di sekitarnya, ia memberikan anggukan dengan isakan yang hendak keluar walau ditutupi oleh hujan yang turun.
 
“Aku juga sangat mencintaimu, Master,” katanya. Ia sangat ingin mengatakan itu dan sangat senang mendengar terus terang Jungkook. Setidaknya, Jihyo dapat menyakinkan dirinya jika Jungkook mencintainya dan terdengar sangat tulus, tentu tidak bisa membuat masa lalu atau apapun itu menjadi alasan Jungkook menarik kata-katanya.
 

Tbc.

Halo guys, balik lagi, hehehe. Semoga ngga ada tipo ya dan intinya, sampai ketemu di part selanjutnya❤

Wishlist : Be With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang