1. Incident

191 3 0
                                    

Bising kendaraan menemani malam hari seorang pria jangkung, berkulit kuning langsat, pemilik rahang tegas, pundak yang tegap, juga tingginya sekitar 175 sentimeter. Tak hanya suara kendaraan, sebatang rokok juga menjadi temannya malam ini. Duduk di keramaian, tetapi pria itu tetap mempertahankan wajah datarnya.

Dia duduk di antara orang-orang yang saling bercengkerama. Membuka mulut membicarakan hal banyak, entah keluarga, pekerjaan, atau teman.

"Gimana, Cak?" Pemilik pundak yang baru saja ditepuk seseorang itu mendongak. Dia menaikkan sebelah alisnya.

"Apa?" balasnya.

Andra duduk di hadapan sahabatnya sembari melepas sarung tangan yang digunakan. Dia juga merapikan rambutnya yang acak-acakan karena memakai helm. "Ramai, kan? Daripada lo cuma diem doang di rumah, mending di sini," ujar Andra. Dia menuangkan air ke gelas kecil kosong yang ada di atas meja lalu menenggaknya sedikit.

Sahabat Andra mengembuskan napasnya dengan pelan membuat asap rokok keluar dari mulut dan hidungnya. "Gak buruk."

Andra-pria bertindik di telinga-tersenyum tipis melihat sahabat sekaligus atasannya itu. Seorang Aaric Cakra Naresh, pria cuek 90% menurut orang-orang. Namun, bagi Andra, Cakra tidak secuek itu, hanya membatasi diri. Untuk itu Andra mengajak Cakra ke arena balap sekarang, agar pria itu bisa merasakan kebisingan orang-orang.

Alasan lain Andra mengajak Cakra juga agar Cakra tidak terlalu sering memikirkan pekerjaan. Sebagai pembuat sebuah aplikasi, tentu saja Cakra pasti muak berada di depan komputer terus-menerus.

"Sebentar lagi gue main. Kalau gue menang, kita tambah minumnya, oke?" tawar Andra sembari mengangkat gelas miliknya, menunggu sambutan Cakra.

"Oke." Cakra turut mengangkat gelasnya dan menyentuh gelas Andra. Dua sahabat sejak SMP itu mulai menikmati minuman mereka.

"Ndra, gas ke garis start!" teriak salah satu teman Andra dalam perkumpulan itu.

Andra mengacungkan jempol untuk menjawab. Lalu dia menepuk pundak Cakra. "Gue tinggal bentar! Jangan aneh-aneh lo," peringat pria itu.

"Hm," balas Cakra. Toh, siapa juga yang mau berbuat aneh-aneh di tempat ramai begitu.

Netra Cakra berfokus pada pertunjukan di depannya. Andra, sang sahabat sudah berbaris bersama seorang lawannya di garis start. Kedua pria yang ingin balapan itu sama-sama memainkan gas motor mereka sambil menunggu aba-aba untuk mulai.

Lantas seorang wanita berpakaian seksi datang sambil membawa bendera. Begitu bendera di terbangkan, saat itu juga Andra dan lawannya mulai menancap gas. Adu kecepatan dan sama-sama tidak mau kalah untuk mencapai garis akhir.

Ketika Cakra sedang serius mengamati Andra, kursi di hadapannya ditempati oleh seorang perempuan. Perempuan berkuncir ekor kuda itu menyunggingkan senyum sembari menuang minuman. "Kayaknya baru pertama kali gue liat lo," ucap perempuan itu.

Cakra tak menanggapi, dia kembali mengalihkan tatapan ke arena balap, menonton Andra yang sedang adu kecepatan. "Boleh kenalan?" tanya si perempuan lagi.

Tak mendapat tanggapan lagi. Perempuan dengan rambut dikuncir itu semakin tertantang dengan sikap cuek Cakra. "Jangan cuek-cuek jadi cowok, gue makin penasaran," lirihnya sambil mengusap pelan punggung tangan Cakra yang ada di atas meja.

Dengan cepat Cakra menepisnya, memberikan tatapan tak suka. "Lancang!" hardiknya kemudian beranjak untuk meninggalkan perempuan penggoda itu.

Cakra menuju ke garis akhir karena sebentar lagi sahabatnya itu akan menyelesaikan rutenya. Sejak ada wanita lancang itu suasana hati Cakra menjadi buruk. Cakra berdiri di pinggir arena, bersedekap dada menatap fokus motor sang sahabat yang mulai mendekat.

My Indifferent HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang