8. Melamar

22 1 0
                                    

Cakra menghentikan motornya di depan pagar tempat kos Fika. Dia mengantarkan Fika untuk bersih-bersih dan ganti baju sebelum nanti akan berangkat ke restoran bundanya. Fika turun dan dia bergegas masuk ke area kosnya, sedangkan Cakra menunggu di depan pagar.

Cakra menyibukkan dirinya memainkan ponsel di atas motornya sembari menunggu Fika bersiap. Lumayan lama berkutat dengan ponselnya, perhatiannya teralihkan ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Ia kira Fika, tetapi ternyata bukan. Terlihat seorang gadis baru saja turun dari motor ojek online. Gadis itu menatap bingung ke arah Cakra sekilas, lalu hendak membuka pagar.

Namun, belum juga pagar terbuka, gerakannya terhenti. Gadis itu memilih mendekat ke arah Cakra. "Mas? Masnya lagi apa ya di sini?" tanya Zahra penasaran, sekalian antisipasi kalau cowok di depannya berbuat aneh di kos perempuan.

"Nunggu Fika," jawab Cakra tanpa ragu.

Zahra sedikit mengerutkan keningnya, ada apa pria itu mencari sahabat di kosnya. "Fika?" ulang Zahra.

"Iya."

"Ada perlu apa?"

"Saya cuma nunggu dia siap-siap, setelah itu kami pergi," jawab Cakra.

Dengan ragu Zahra mengangguk. Dia kembali menuju ke pagarnya dan masuk ke area kos. Langkah kakinya dengan cepat membawanya ke depan pintu kamar kos Fika. Mengetuknya dengan pelan sambil memanggil gadis itu. "Fik! Fika!" panggilnya.

Kemudian, pintu terbuka dan muncullah Fika yang sudah rapi dengan baju atasan berwarna ungu pastel dan celana jin. "Kenapa, Zahra?" tanya Fika sambil mengambil sepatu sandalnya di rak sepatu depan kamar.

"Itu di depan ada cowok bak malaikat nungguin lo. Beneran? Itu siapanya lo, hah? Sejak kapan lo ada kenalan cowok malaikat gitu?" cerca Zahra.

Fika sedikit menghela napas, dia beranjak dan menatap serius sahabat di depannya. "Itu cuma kenalan aja. Gue sama dia ada sedikit urusan yang harus diselesaikan. Nanti setelah selesai, yaudah," jawab Fika belum ingin terbuka tentang keadaannya. Meskipun Zahra sudah tahu kejadian di malam itu, tetapi Fika belum ingin membeberkan siapa pelakunya.

"Ya ... urusan apa?" tanya Zahra lagi.

Fika tersenyum simpul. "Nanti kalau udah kelar, gue beritahu lo ya? Tapi gak sekarang. Sekarang gue mau pergi dulu, titip kamar yak! Bubay, Zahra!" pamit Fika sebelum dia kembali diserang banyak pertanyaan. Fika berlari kecil menghampiri Cakra yang masih berada di depan pagar.

"Ayo!" ajak Fika membuat Cakra menoleh dan memasukkan ponselnya ke saku celana.

Zahra mengikuti langkah kaki Fika yang mendekati Cakra. Lalu tatapan matanya mengarah ke motor Cakra yang sudah melaju meninggalkan indekos. "Sebenernya siapa sih? Temennya Fika? Tapi kok kayaknya gue pernah lihat dia?" gumam Zahra masih dilingkupi rasa penasaran.

***

Beberapa menit kemudian, motor Cakra berhenti di halaman parkir restoran dengan papan bertuliskan 'Anja Resto'. Fika pun turun mengikuti langkah Cakra yang menuju ke sebuah ruangan yang lebih privasi. Sepertinya Winda sudah melakukan reservasi tempat.

Masuk ke sebuah ruangan, Fika bisa melihat sosok Winda sedang duduk dengan tenang seraya mengaplikasikan ponsel. Sontak saja wanita itu mendongak begitu mendengar suara pintu dibuka. "Eh, Fika. Ayo masuk!" perintah Winda, tidak lupa dengan senyum manis miliknya.

Fika mengangguk, dia berjalan lalu duduk di kursi sebelah Winda. Sementara Cakra duduk di hadapan gadis itu. "Gimana kerjanya hari ini?" tanya Winda.

"Berjalan lancar, Tante."

"Syukurlah. Ini, Nak Fika, pesan dulu." Winda menyodorkan buku menu ke arah Fika.

Fika membuka buku menu tersebut, mengamati satu per satu menu yang tertera. Gadis itu cukup terkejut melihat harga menu, seumur hidup Fika belum pernah masuk ke dalam sebuah restoran. Ini adalah pertama kalinya. "Pesan apa aja yang kamu mau, Fika," ujar Winda sembari mengusap rambut Fika yang dikucir.

My Indifferent HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang