9. Alat Tes

30 1 0
                                    

Pukul 9 malam Fika baru selesai makan malam bersama Winda dan Cakra. Kini wanita itu sedang duduk di area depan restoran bersama Cakra setelah tadi Winda pamit untuk ke suatu tempat sebentar dan akan kembali. Satu kenyataan yang Fika tahu, ternyata restoran tempat dirinya makan adalah restoran milik Winda. Hal itu membuat Fika terkejut dan semakin gugup berada di lingkaran keluarga mampu seperti Cakra.

Keheningan menemani Fika dan Cakra saat itu. Tak ada yang membuka pembicaraan. Cakra sibuk dengan ponsel, sementara Fika memilih untuk memperhatikan restoran itu. Teringat dulu dirinya sedang kelaparan dan tak ada makanan di panti karena sudah dihabiskan oleh adik-adik pantinya yang lebih kecil. Saat itu bahkan Fika mempunyai niat untuk mencuri di toko, tetapi tidak jadi karena masih ada malaikat baik dalam dirinya. Sekarang, dia tak menyangka jika bisa merasakan makanan restoran.

Mengingat itu membuat kedua matanya berkaca-kaca, bahkan tanpa sadar air matanya menetes. Dengan cepat ia usap agar tak ada yang menyadari, melirik sekilas ke arah Cakra yang masih bermain ponsel. Suasana ini sangat tidak mengenakkan. Rasanya ingin cepat pulang, tetapi Winda belum juga kembali.

"Maaf ya sedikit lama," suara Winda mengalihkan keduanya. Cakra pun memasukkan ponselnya ke dalam saku lalu berdiri menyambut sang bunda.

"Ke mana aja sih, Bun?"

"Nih, Bunda beli tes kehamilan untuk Fika!" jawab Winda seraya mengangkat kantong plastik berwarna hitam.

Fika dan Cakra sama-sama terkejut. Keduanya sempat saling tatap sebelum memutus kontak matanya. "Bahasnya jangan di sini, Bun," bisik Cakra melirik area sekitar. Masih tersisa beberapa karyawan yang sedang mengemasi barang-barang bersiap untuk tutup.

"Yaudah. Fika, kamu ikut tante ya? Tante anter kamu pulang," ajak Winda bersiap untuk menggandeng Fika.

"Em, tante, saya bisa kok pulang sendiri —"

"Nggak nggak! Tante mau anter kamu sampai tujuan dengan selamat, kan tante yang undang kamu makan malam hari ini. Ayo!" ajak Winda lagi, kini menggenggam erat pergelangan tangan Fika. Wanita itu pun hanya menghela napas pasrah, mengikuti langkah kaki Winda.

Cakra mengikuti kedua wanita itu sampai di parkiran. Dia menuju ke motornya dan naik, bersiap untuk mengawal mobil Winda dari belakang. Sebenarnya bisa saja bundanya itu menyuruh untuk mengantar Fika pulang, tetapi entah kenapa malah mempersulit diri sendiri untuk mengantar Fika.

Kecepatan motor Cakra mengikuti kecepatan mobil Winda. Di dalam mobil, Winda menyerahkan kantong plastik tadi ke Fika. "Ini ya, tes kehamilannya. Udah tahu kan cara pakainya?" tanya Winda dengan tatapan masih fokus ke jalan.

Fika mengangguk pelan. Dia membuka bungkusan plastik yang berukuran sedang tersebut. "Tante, ini banyak banget," ucap Fika begitu melihat ada 12 buah tes kehamilan.

"Iya, Tante sengaja beli banyak supaya kamu bisa gonta-ganti alat tesnya dan biar hasilnya lebih jelas. Seminggu sekali bisa dicek."

"Makasih ya, tante," ucap Fika tulus.

"Iya. Tante yang harusnya makasih karena kamu mau deket sama tante kayak gini. Maaf juga ya untuk kesalahan Cakra?" Tak bosan Winda mengucapkan maaf pada Fika karena dia takut jika masih ada rasa sakit hati di hati Fika dan wanita itu berbuat nekat. Tidak akan Winda biarkan.

"Iya, tante."

Tak berselang lama, mobil Winda berhenti di depan pagar Fika. Sebelum keluar dari mobil, Fika berpamitan dengan Winda. "Tante, terima kasih ya udah undang saya untuk makan malam. Maaf juga kalau ada perkataan saya yang kurang berkenan."

"Sama-sama, Fika. Jaga kesehatan ya. Jangan lupa kabarin tante kalau ada apa-apa. Masih simpen nomor tante kan?"

Fika mengangguk. "Masih, tante."

My Indifferent HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang