18. Resmi

14 0 0
                                    

Pagi ini, Fika resmi menyandang status sebagai seorang istri dari Aaric Cakra Naresh. Setelah upacara pernikahan yang digelar dengan sangat sederhana, mampu mengubah status Fika saat ini juga. Jantung Fika berdebar kala dituntun untuk meraih tangan Cakra. Dengan perlahan mengarahkan tangan kekar Cakra ke bibirnya. Mengecupnya sedikit lama. Tak lama, terasa sebuah kecupan mendarat di keningnya.

Tidak, ini adalah bagian dari acara pernikahan, Fika tidak boleh terlalu berdebar. Setelah selesai sesi kecup mengecup, Fika menjauhkan dirinya dari Cakra. Dirinya mengembuskan napas, begitu lega karena bisa bernapas dengan benar. Kemudian Winda datang dengan senyum hangatnya. Memberikan pelukan ternyaman untuk Fika. "Kamu sudah menjadi anak perempuan bunda sekarang. Harapan bunda untuk kamu, pertahankan pernikahan ini sebisa mungkin ya? Bunda akan tetap di samping kamu, menyayangi kamu, menjadi bunda kamu."

Kedua mata Fika berkaca-kaca, dia semakin mengeratkan pelukannya. Pernikahan ini memang tak diharapkan, tetapi pertemuannya dengan Winda membawa perubahan. Dia merasakan berada di sosok seorang ibu yang selama ini tak pernah dia rasakan. Ternyata di balik kemalangannya karena kesalahan di malam itu, ada sebuah kebahagiaan yang diselipkan. "Makasih, Bunda."

***

Siang harinya Fika berada di ruang tengah rumah Cakra, ada Winda, Cakra, dan Andra yang turut mengobrol ringan. Satu-satunya kerabat dekat yang dimiliki Cakra dan Winda adalah Andra, dia adalah sahabat Cakra paling setia. Maka dari itu, Andra juga salah satu orang yang tahu tentang pernikahan Cakra, selain beberapa tetangga yang lain dan para karyawan Cakra.

"Ini susunya." Cakra menaruh segelas susu hamil di hadapan Fika. Dia melakukannya tentu saja karena perintah Winda. Katanya Cakra harus berlatih menjadi suami yang peduli terhadap istrinya.

"Ini juga teh hangat sesuai pesanan bunda," lanjut Cakra menaruh secangkir teh di hadapan Winda.

"Terima kasih." Fika dan Winda hampir bersamaan mengucapkannya.

"Gue kagak nih?" protes Andra tak melihat kehadiran minum untuknya, Cakra sendiri sudah menyeruput kopi susu.

"Biasanya juga lo asal ambil di dapur. Ngapain minta dilayani?" Andra berdecak kesal mendengar nada santai Cakra, dia pun berlalu pergi ke dapur membuat minum untuk dirinya sendiri.

"Cak, gulanya di mana?!" teriakan Andra terdengar dari dapur. Padahal kalau mau berjalan, tidak perlu mengeluarkan tenaga untuk teriak.

"Di lemari atas!" Cakra ikut-ikutan berteriak.

"Atas mana?!"

"Atas genteng!" balas Cakra, tersungging senyum jahil di bibirnya. Mendengar itu Winda dan Fika tertawa kecil. Tak lama setelahnya terdengar suara gebrakan dari dapur. Itu pasti tingkah Andra.

"Emang si*lan lo, Cak!" seru Andra disusul tawa dari ketiga manusia di ruang tengah.

"Oh iya, Fika. Besok kamu mulai masuk kerja?" tanya Winda setelah tawa mereka reda. Andra juga sudah kembali dengan segelas susu putih, duduk di sebelah Cakra.

Fika mengangguk menjawab Winda. "Iya, Tan—eh, Bun. Mungkin agak sore pulangnya."

"Kamu di laundry udah berapa lama sih?" Andra yang bertanya, lantas meminum susu buatannya.

"Empat tahun mungkin," jawab Fika.

"Hah? Serius selama itu?"

"Iya, Kak." Fika sengaja menambah panggilan 'Kak' ke Andra agar terdengar lebih sopan.

"Aduh, gue dipanggil 'kak'! Cak, lo iri gak?" goda Andra tersenyum nakal.

Cakra memutar bola matanya, terlihat malas karena tidak penting baginya. "Kagak!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 2 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Indifferent HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang