Part:8

30.1K 3.5K 149
                                    

Udah Double Up nih, masa nggak ada Vote and comment nya...
....

Selama seminggu Alfanza disibukkan dengan dekorasi dan penataan Cafe milik Eric supaya lebih instagrameble, dan dia yakin dengan rencananya itu, Cafe akan lebih menarik perhatian pengunjung, apalagi di kalangan anak muda.

Untung saja Eric tidak pelit mengeluarkan uang, dia menyerahkan sepenuhnya urusan cafe pada Alfanza, dan tugasnya hanya mengamati saja dengan santai, sambil mengeluarkan uangnya sendiri untuk kebutuhan Cafe itu.

Alfanza sebenarnya merasa tidak enak, mengingat keuntungan yang diperoleh nanti.

Karena selain bangunan itu milik Eric, Eric juga banyak mengeluarkan uang untuk renovasi Cafe itu, dan rasanya tidak adil saja kalau dia yang malah mendapatkan 70 persen keuntungan Cafe.

Tapi Eric tampak tidak keberatan dengan hal itu. Aron bilang sih semua uang yang dikeluarkan itu dari hasil balapan abangnya. Dari pada dipakai pada hal yang tidak berguna, lebih baik untuk Cafe saja katanya.

Lagian uang jajan mereka tidak akan kekurangan hanya karena uang yang sedikit dia keluarkan.

Alfanza hanya diam dan menerima saja, walaupun sempat berpikir seberapa kayanya mereka berdua sampai seroyal itu pikirnya.

.....

Alfanza menopang dagunya menatap guru yang sedang menjelaskan pelajaran, tapi pikirannya menerawang ke postingan instagram Aron, dimana dia mempromosikan Cafe yang sudah siap beroperasi.

Dia sangat berharap kalau usaha mereka selama seminggu ini tidak akan sia-sia.

"Haa yang liat banyak nggak ya, kalau tetap sepi gimana"

"Sayang uang, waktu dan tenaga kami selama seminggu ini"

"Semoga rame deh, kalau Rame juga nguntungin buat gue, gue bisa keluar dari apartement bang Xavier dan punya penghasilan sendiri"

"Uang pemberian bang Xavier juga sudah menipis, gue harus lebih berusaha" batin Alfanza mengangguk mantap.

"ALFANZA" teriak seorang guru membuat Alfanza terperanjak kaget dan langsung berdiri.

"Haa ada apa buk?" Ujar Alfanza linglung, membuat teman-teman sekelasnya berusaha menahan tawanya apalagi melihat tatapan tajam guru yang mengajar.

"Kamu memikirkan apa, sedari tadi saya memanggil kamu, tapi kamu tidak mendengar" ujar guru yang bernama buk Tuti itu.

"Maaf buk" ujar Alfanza merasa bersalah.

"Sudahlah, kamu di panggil ke ruang kepala sekolah"

"Pemilik sekolah katanya mau bertemu kamu" ujar buk Tuti dan diangguki mengerti oleh Alfanza.

"Baik, saya permisi keluar sebentar buk" pamit Alfanza keluar dari kelas menghiraukan bisik-bisik teman sekelasnya, yang tidak jauh dari beasiswa yang diajukan oleh Alfanza seminggu yang lalu.

Sebenarnya hanya butuh satu hari dilakukan diskusi mengenai menerimaan beasiswa itu. Tapi katanya karena pemilik sekolah ada urusan, maka pemberitahuan Alfanza diterima atau tidak diundur terlebih dulu.

Karena memang keputusan itu harus langsung disetujui atau tidak oleh pemilik sekolah, tapi Alex seperti tidak mau diganggu dulu mengenai urusan yang ada sekolah, entah sibuk karena apa.

Alfanza menghela nafasnya pelan dan mengetuk pintu ruang kepala sekolah, setelah diperbolehkan masuk, Alfanza  mengucapkan salam kepada Reno dan Alex, kemudian duduk di sofa yang di ada di sana.

"Haa akhirnya hari ini datang, gue benar-benar berharap dapat beasiswa di sini, karena ini cuma satu-satunya jalan supaya gue tetap bisa sekolah di sini"

I'm Fine (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang