9. Kembali

23 2 0
                                    

Hari ini bulan di langit nampak lebih terang. Kaca jendela perpustakaan yang rusak membuat sinar bulan dapat dengan mudah memasuki ruangan yang gelap itu. Di dalam perpustakaan semua barang nampak berantakan dan berdebu. Sarang laba-laba menempel di pintu masuk. Para tikus memakan kayu dari rak yang telah rapuk.

Sebuah cahaya turun dari bulan, cahaya kebiruan ini seolah bintang jatuh. Dia turun ke dalam perpustakaan yang gelap itu. Cahaya tersebut lama-kelamaan membentuk sosok perempuan dengan kain berwarna putih hingga menutupi wajahnya.

"Aku kembali," ucapnya sambil membuka kain yang menutupi wajahnya.

Dia melayangkan dirinya ke segala sisi perpustakaan, seolah melihat keadaan ruangan itu. "Kenapa perpustakaan ini seolah ditinggalkan lama sekali?"

Sebuah sosok seperti api yang memiliki mata dan mulut muncul. Mahluk itu menjawab, "Kau memang sudah lama tak kembali ke sini, mungkin sudah tiga bulan."

"Rasanya baru sehari aku meninggalkan tempat ini, apa waktu di bumi berbeda dengan di alam bawah sadarku?" tanya perempuan yang bernama Clair itu.

Mahluk api menganggukkan kepala. Sebuah penglihatan muncul di hadapan Clair. Di sana dia melihat Kaiya yang menjalankan kehidupan sekolahnya dengan normal seperti biasa, laki-laki itu nampak lebih bahagia setelah kepergian Clair.

"Mungkin dia memang ingin mencari seseorang untuk mencintainya," gumam Clair pelan. Kepalanya menunduk seolah tak ingin melihat hal itu di depan wajahnya.

Si mahluk api menggelengkan kepalanya lemah. "Tidak ada alasan yang membenarkan perilakunya yang menyakitimu dan manusia yang ada di sekolah ini."

"Tapi dia sudah berubah, Virgo. Kau tak lihat, dia sudah bahagia!" jawab Clair setengah memekik. Raut wajahnya tak bisa diartikan. Dia marah namun ada sedikit kelegaan di wajahnya.

"Kau benar, tapi tujuanmu kembali bukan untuk membalas perbuatannya namun untuk mewujudkan beberapa impian anak di sekolah ini. Kekuatanmu masih ada, gunakan itu untuk orang yang tepat," papar Virgo.

Sebuah buku melayang ke arah mereka berdua. Clair langsung menangkapnya saat ketika buku itu hendak jatuh ke lantai di depannya. Cukup lama baginya untuk menyadari jika itu buku yang sama yang pernah digunakan Kaiya untuk mengurungnya. Entah kenapa air matanya menetes dan mengenai buku berukirkan kayu di sampulnya itu.

"Aku ... kembali," lirihnya pelan.

Malam yang tenang bersama sinar bulan telah berubah menjadi langit jingga yang cantik. Suara bunyi pagar sekolah yang terbuka terdengar. Beberapa anak yang datang pagi mulai memasuki area sekolah, ada yang berjalan kaki dan ada juga yang diantar menggunakan motor atau pun mobil. Suara mereka riuh bersamaan dengan bunyi sapu lidi yang menyapu halaman sekolah.

"Selamat pagi Pak Ijal," sapa para murid pada seorang guru yang berdiri di samping gerbang. Dia melihat kelengkapan seragam murid satu-persatu dengan matanya yang tajam.

Pak Ijal berdeham pelan lalu menyapa balik, "Ya, s-selamat pagi anak-anak."

Guru yang terkenal sangat disiplin itu bisa menjadi sangat imut jika sedang gugup. Karna tak biasanya para murid menyapanya, jika bisa mereka ingin menghindarinya. Setelah kepergian para murid yang tadi beberapa yang lainnya terlihat akan memasuki gerbang sekolah.

"Astaga Pak Ijal," ucap seseorang yang terkejut mendapati sosok guru itu yang berdiri di depan gerbang.

"Kenapa Riki, kamu gak senang melihat Bapak sepagi ini?"

"E-Enggak Pak, malah seneng karna ini pertama kalinya kami datang pagi tapi sudah di sambut seorang guru yang teladan seperti Bapak," jawab Riki sambil berjalan ke arah Pak Ijal.

Laki-laki berkulit sawo matang itu mendekati gurunya yang nampak masih marah. Dia menyalami tangan Pak Ijal lalu menarik temannya yang lain untuk menyalami tangan guru itu juga. Wajahnya nampak selalu sering tersenyum dan lesung di pipinya menambahkan kesan manis.

"Kami permisi dulu Pak," pamit Riki begitu pula ketiga temannya yang lain.

Pak Ijal hanya mengangguk. Dia kembali memperhatikan gerbang di mana para murid sudah banyak yang datang. Jika guru berkacamata itu melihat ada seragam yang tak lengkap dia langsung memanggil nama anak itu dan menanyakan alasan anak itu tak memakai salah satu atribut seragamnya. Seperti saat ini, Ria tertahan di gerbang sekolah karna lupa memakai dasi.

"Aduh, maaf Pak, Ria buru-buru datang sampai lupa memakai dasi."

"Lain kali jangan kau ulangi lagi. Kembali lah ke kelas, bel masuk akan segera berbunyi."

Ria tersenyum dan berterima kasih pada gurunya itu. Dia segera berlari menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Nampak di ruangan itu sudah penuh dengan teman sekelasnya, ada yang mengobrol ataupun mengerjakan tugas akuntansi minggu kemarin yang tak sempat mereka selesaikan di rumah.

"Selamat pagi Ria," sapa Zahara sambil menepuk pundak Ria yang memaku di tempat.

"Selamat pagi juga Za," sapa balik Ria. Dia segera terbangun dari lamunannya dan berjalan ke bangkunya.

Perempuan berkuncir kuda itu mengeluarkan lembar kertas tugas akuntansinya. Dia sempat tertahan di pintu masuk kelas karna memikirkan tugasnya yang belum selesai. Sebelum akhirnya sebuah kertas tugas yang telah selesai terjulur di hadapannya.

"Pasti belum ngerjain tugas, ini lihat punyaku dulu. Sebentar lagi bel masuk bunyi," ucap Tari sambil menyerahkan lembaran kertasnya pada Ria yang masih tak bergerak untuk mengambilnya.

Ria tersenyum tak enak dan mengambil tugas itu. "Makasih Tar, maaf ngerepotin."

"Santai, aku juga baru selesai ngerjain tugasnya malam ini."

Ria terlihat menunduk dan raut wajahnya nampak sedih. Sambil menyalin tugas Tari dia berucap, "Aku kecapekan karna kerja, jadi gak ada waktu buat ngerjain tugas dan aku juga gak ngerti sama tugasnya."

"Aku paham Ria, tapi kalo selalu kerjain tugas mepet begini kamu bakal kesusahan sendiri, nanti tanya di chat aja kalo ada yang kamu gak ngerti, aku sebisa mungkin bantu jawab," balas Tari.

"Iya Ria, nanti aku juga bantu," tambah Zahara yang baru saja selesai piket kelas. Dia kembali duduk di bangkunya di sebelah Tari sambil menoleh ke arah Ria yang masih mengerjakan tugasnya.

"Makasih ... kalian teman-teman terbaikku," ucap Ria sambil memeluk kedua temannya itu. Membuat Tari dan Zahara geli sendiri.

"Astaga Ria, lanjutin aja itu tugasnya."

"Bener, bentar lagi bel masuknya bunyi."

Ria melepaskan pelukannya dan kembali menyalin tugas Tari. Membuat kedua temannya bernafas lega. Tari mengeluarkan gorengan dari bawah kolong mejanya. Dia menawarkannya pada Zahara dan Ria. Tentu di sambut baik dengan tangan teman-temannya itu sudah mengambil beberapa gorengan.

Mereka berdua makan sambil melihat Ria yang mengerjakan tugas, sedangkan Ria sibuk mengunyah sambil menulis tugas secepat yang dia bisa. Hari itu seperti hari biasanya di sekolah, sebuah ingatan biasa yang mungkin saat mereka telah dewasa nanti akan selalu mereka ingat.

--------------------------------------------------------------

22 Juli 2023
🎵Sofia - Claire Cottril

Clair de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang