Setelah seluruh murid telah diperiksa oleh dokter dan diberi obat, kepala sekolah memanggil orang tua mereka untuk menjemput mereka pulang. Jika ada orang tua murid yang sedang sibuk, murid tersebut akan diantarkan oleh wali kelas mereka.
"Angel!" teriak seseorang dari kejauhan membuyarkan lamunan Angel.
Siswi dengan baju kejuruan tata boga itu menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Dia tersenyum senang saat mendapati jika itu adalah kakaknya. Rika segera menghampiri adiknya itu dan memeluknya dengan erat.
"Kakak sangat khawatir," ucapnya dengan suara yang gemetar.
Angel mengelus pundak kakaknya yang gemetar. Suara isakan tangis mulai terdengar dari kakaknya. "Kakak aku baik-baik saja, kakak sudah banyak menangis hari ini."
Rika melepas pelukannya dan mengusap air matanya. Perkataan adiknya barusan memang benar, dia sudah banyak menangis. Rika tak ingin terlihat cengeng dihadapan adiknya namun air mata itu keluar sendirinya. Setelah mendengar kabar jika Angel terluka di sekolah, dia langsung meminta izin dari kantornya untuk menjemput adiknya itu.
"Maaf ... aku bukan melarang kakak untuk menangis hanya saja kakak pasti sudah lelah, aku ingin kakak menyimpan air mata itu untuk menangis bahagia bukan kesedihan," jelas Angel sambil memegang kedua tangan kakaknya.
Rika mengangguk dan tersenyum. Setelah keheningan sesaat Angel berusaha berdiri di bantu oleh Rika. Mereka berdua pergi ke luar aula untuk pulang ke rumah. Dari kejauhan sesosok mahluk memperhatikan mereka dengan senyuman yang tak bisa diartikan.
"Berhenti Kaiya!" teriak Clair saat Kaiya terlihat akan mengeluarkan kekuatannya lagi.
Kaiya yang mendengar teriakan itu berhenti tersenyum dan menoleh ke belakang. Dia memperhatikan Clair yang sedang berusaha berdiri dengan kakinya yang patah. Mahluk itu malah tertawa melihat hal tersebut, dia segera berpindah tempat ke sebelah Clair.
"Aku akan melepaskannya jika kau mau memberikan seluruh ragamu dan benar-benar menghilang dari dunia ini," ucap Kaiya sambil memainkan sebuah tali sihir biru di tangannya.
Clair segera menghentikan tangan Kaiya dan mengangguk setuju. Kaiya tersenyum senang, dia melepaskan tangan Clair dan mulai mengucapkan sebuah mantra. Clair menutup matanya dan terduduk lemah di lantai. Perlahan rasa sakit menjalar diseluruh tubuhnya. Rasa sakit yang sama saat Kaiya menukar raganya.
"Sakit ..." lirihnya pelan.
Karna tak sanggup menahan rasa sakitnya, Clair jatuh pingsan. Dia sangat berharap jika benar-benar bisa pergi dan tak melihat wajah Kaiya lagi. Clair memasuki alam bawah sadarnya, di sana dia melihat lapangan rumput yang luas dengan sebuah ayunan berdiri di tengahnya.
"Aku sudah lama tak bermimpi," ujarnya sambil duduk di ayunan.
Semilir angin datang dan mendorong ayunan itu pelan. Di atas terlihat langit berwarna biru terang bertemankan awan. Dan di bawah kakinya terbentangkan lapangan rumput yang luas, rumput itu bergoyang bersamaan dengan hembusan angin. Clair berpikir mungkin ini adalah dunia lain. Mungkin dia sudah diizinkan untuk beristirahat oleh Sang Kuasa.
"Ini sangat menenangkan tapi aku sendirian lagi," gumamnya pelan. Matanya nampak sayu dia menunduk sambil meratapi kedua kakinya yang tak menyentuh rerumputan.
Angin semakin kencang dan ayunan itu semakin tinggi, Clair menikmatinya. Dia merasa terbang dan melayang. Suara tawanya sungguh sangat menyenangkan untuk di dengar. Gadis berambut panjang sebahu itu sudah lama tak merasa bebas.
"Tak apa aku sendirian yang penting aku bahagia sekarang!" teriaknya saat ayunan itu meninggi.
Dia berpegangan sangat erat. Matanya tertutup menikmati angin dan ayunannya. Namun saat dia membuka mata langit sudah berubah menjadi gelap. Sang bulan terlihat di langit yang gelap. Sangat besar dari biasanya, seolah bulan itu tepat berada di hadapannya. Angin tak henti-hentinya mengayunkannya hingga ayunan itu mencapai titik tertinggi. Pegangan tangan Clair yang tak terlalu kuat berhasil menghempaskan tubuhnya ke langit.
Seolah ada kekuatan yang memperlambat laju tubuhnya, Clair malah melayang di langit. Dia menatap bulan itu yang bersinar terang. Saat hampir terjatuh sesuatu seperti sihir mengangkatnya ke langit lagi, cahaya biru terlihat memenuhi tubuhnya.
"Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Clair pada sang bulan yang ada di langit.
Bulan tak menjawab namun terlihat hamparan bintang di langit berkedip ke arahnya, seolah sedang berbicara kepadanya. Clair terlihat mengerti apa yang diinginkan oleh sang bulan, dia dengan cepat menggelengkan kepalanya. Dia pun membalas, "Aku sudah lelah."
Salah satu cahaya biru yang ada di tubuhnya membentuk entitas seperti sebuah api. Lama-lama api itu terlihat memiliki mata dan mulut. Clair membelalakkan mata saking kagetnya melihat mahluk aneh yang terbentuk di depannya ini.
"Astaga! Siapa kau?" tanya Clair sedikit berteriak saking takutnya.
"Perkenalkan namaku adalah Virgo," jawab si mahluk api.
Perempuan yang melayang di udara itu bersusah payah menenangkan dirinya. Dia memang sudah mati namun keanehan seperti ini tetap membuatnya merasa takut, dia takut dengan sihir berwarna biru. Itu mengingatkannya pada Kaiya.
"Virgo bukankah itu seperti nama zodiak."
"Ya, itu adalah nama sebuah zodiak di dunia manusia, tapi aku dipanggil seperti itu oleh sang bulan."
Clair mengangguk. Dia berusaha untuk setenang mungkin. Lagi pula mahluk itu tak bisa mencelakainya karna dia sudah di alam arwah, kan?
"Clair de Lune, namamu itu adalah pemberian dari seorang iblis. Mahluk yang menjebakmu selama ini adalah seorang iblis, dia terbentuk dari rasa kesepian manusia. Gaia sudah hidup lama di bumi, rasa kesepian di hatinya membuat sang bulan mengantarkanmu padanya. Namun kami tak tahu jika dia akan menjadi seperti itu, " jelas Virgo dengan serius.
Clair kembali menunduk. Dia tak tahu harus menjawab apa, rasa sakit hati, trauma dan rasa takutnya belum hilang. Walau nama itu berbeda tapi Clair sangat yakin bahwa yang sedang disebutkan oleh Virgo adalah Kaiya.
"Hahahah, walau kau tak menjelaskannya aku sudah tahu jika dia adalah iblis," balas Clair dengan tawa yang memilukan.
Virgo menatapnya dengan kasihan. "Oleh karna itu sang bulan akan memberimu kehidupan sekali lagi, jadi terima lah itu."
Clair menggeleng dengan cepat. Matanya menampakkan ketakutan yang sangat kentara. Keringat dingin dan bibirnya yang pucat menjelaskan semuanya. Dia tak ingin menerimanya sama sekali.
"Kau masih hidup Clair, kau berada di alam mimpimu sekarang, ini bukan dunia lain, tubuhmu kami sembunyikan. Untuk sekarang kau hanya memiliki jiwa seperti yang manusia katakan kau itu seperti roh gentayangan," ungkap Virgo yang berhasil membuat seluruh tubuh Clair melemas.
"A-Artinya aku masih bisa hidup, tapi kenapa?" tanya Clair yang sangat kesal.
Virgo tak menjawab lagi, mahluk api kecil itu memberikan sebuah penglihatan bagai sebuah televisi melalui kekuatannya. Clair yang masih terbang di langit menatap sesosok manusia yang sama dengan dirinya di penglihatan itu. Dia nampak bahagia bersama teman-temannya dengan senyuman bahagia, dia tak sendirian.
"Kau harus mengambilnya, kehidupan yang diberikan sang kuasa tak bisa tergantikan oleh sebanyak apapun kekuatan yang dimiliki oleh manusia, iblis, ataupun mahluk yang tak memiliki raga sekalipun," tutur Virgo sambil tersenyum menatap wajah Clair yang menangis.
Air mata mengalir di pipi putihnya yang pucat, dia tak menyadari hal itu hingga saat dia menatap wajahnya sendiri melalui pantulan mata Virgo yang melihatnya. Clair mulai terisak pelan, dadanya terasa sangat sesak. Seolah ada perasaan yang tak bisa dijelaskan dari dirinya yang sangat menuntut untuk di keluarkan. Perasaan itu di dapat dari kebohongannya terhadap diri sendiri bahwa ia bahagia sendirian.
"Aku ... tak ingin sendirian lagi," lirihnya pelan.
--------------------------------------------------------------
🎵Blue hair - TV girl
KAMU SEDANG MEMBACA
Clair de Lune
FantasyDi sebuah perpustakaan tua yang kosong penuh dengan rumor misteri yang aneh, terkadang ada yang melihat benda melayang atau suara tangisan kecil. Namun jika kau datang ke perpustakaan di tengah malam saat bulan bersinar terang kau akan melihat soso...