14. Kacamata yang pecah

21 3 0
                                    

Bunyi bel pertanda istirahat terdengar nyaring memenuhi satu isi sekolah. Semua murid berteriak gembira di dalam hati, termasuk Ria. Dia sudah tak sabar ingin pergi ke kantin karna selama pelajaran berlangsung perutnya terus berbunyi meminta diisi makanan.

"Tari kita ke kantin yok," ajak Ria pada temannya yang sedang membereskan meja.

"Ayok, aku juga sudah kelaparan, pelajaran hari ini menguras banyak energi," balas Tari sambil berdiri dari bangkunya.

Ria menoleh ke samping bangku Tari yang kosong dan baru teringat akan seseorang. "Dimana Zahara?"

"Tadi pas kamu ke toilet kepalanya tiba - tiba saja sakit, wajahnya juga terlihat pucat. Jadi Buk Ana menyuruhnya untuk istirahat di UKS."

Saat mereka sedang fokus berbicara, seseorang memegang bahu Ria, membuat perempuan itu terkejut dan berteriak. "Setan!"

"Hahahah, maaf ini aku," ucap Zahara yang tertawa mengingat ekspresi kaget kedua temannya.

Tari menatapnya dengan kesal lalu mencubit pipinya. Zahara mengaduh kesakitan dia segera bersembunyi di belakang tubuh Ria agar Tari tak dapat mencubitnya lagi. Ria yang berdiri di antara kedua temannya yang sedang saling cubit itu hanya bisa menghela nafas lelah.

"Sudah, ke kantin aja yuk," ajak Ria sambil menyeret kedua tangan temannya itu menuju kantin sekolah.

Di kantin terlihat banyak sekali murid yang sedang makan dan mengobrol. Karna mereka bertiga datang terlambat banyak bangku sudah di tempati oleh orang lain.

"Kita makan di tempat lain aja, aku gak mau nungguin orang makan perutku sudah keroncongan dari jam pelajaran pertama," usul Ria pada kedua temannya yang sedang sibuk mengantri membeli cilok.

"Oke," jawab Zahara dan Tari serempak.

Setelah membeli makanan yang mereka inginkan, mereka bertiga pergi dari kantin dan menuju ruang kelas. Namun terhenti saat melihat keributan di depan kelas. Banyak murid yang berkumpul dan mengejek seseorang. Saat mereka akan mendekat, seseorang berlari dari dalam kerumunan. Wajahnya di penuhi oleh emosi sambil megenggam erat sebuah kacamata yang terlihat rusak.

"Itu Rey, kan?" tanya Ria pada kedua temannya yang terlihat kebingungan.

"Oh iya, Rey yang sekelas sama kita," jawab Zahara. "Tapi dia terlihat seperti orang yang berbeda."

"Bukannya minta maaf sama Kaiya malah kabur, dasar pengecut!" ejek seseorang dan diikuti oleh tertawaan menghina dari murid yang lain.

Ria, Zahara, dan Tari yang mendengar ocehan itu menoleh ke belakang dan mendapati banyak murid perempuan menatap kepergian Rey dengan tatapan yang tak menyenangkan. Lisa keluar dari dalam kelas lalu mengajak ketiga orang itu untuk menjauh dari keributan.

"Ada apa tadi?" tanya Tari sambil duduk di salah satu bangku taman diikuti oleh Ria dan Zahara.

"Aku tidak tahu cerita sebenarnya tapi banyak anak perempuan di kelas bilang jika Rey menuduh Kaiya mendorongnya dan membuat kacamatanya jatuh dan pecah," jawab Lisa.

Tari sibuk menyimak ucapan Lisa, sedangkan Ria dan Zahara malah sibuk membuka bungkus makanan. Mereka berdua sudah siap untuk makan sebelum Lisa menyuruh mereka untuk mendekat. "Dengar ... tapi aku merasa ada yang aneh dengan laki-laki yang bernama Kaiya itu."

Tari, Ria, dan Zahara mengangguk setuju. Ternyata bukan hanya mereka yang berpikiran seperti itu. Lisa kembali memundurkan wajahnya, dia menatap langit yang gelap seolah ada sesuatu di sana yang sangat menarik untuk dilihat.

"Ada apa Sa?" tanya Ria memecahkan keheningan.

"Aku melihatnya saat Kaiya dengan sengaja menabrak Ray dan membuat kacamatanya terjatuh. Saat aku ingin membelanya, aku merasa ada sesuatu yang menghentikanku untuk bicara," jawab Lisa yang wajahnya kini sudah pucat.

Clair de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang