15. Tugas kebersihan

18 3 0
                                    

Rey berjalan santai menuju kelasnya yang ada di lantai dua. Kemarin dia sudah cukup kesal dengan kelakuan para fans Kaiya. Dia tak ingin bertemu dengan orang - orang fanatik itu lagi. Sesampainya di depan kelas Rey melihat bangkunya telah menjadi tempat berkumpulnya para perempuan yang menghinanya kemarin.

"Masih pagi dan mereka sudah berkumpul," gumamnya pelan seraya mengusap wajahnya frustasi.

Rey tak berniat sama sekali ingin masuk ke dalam kelas. Apa lagi setelah melihat mereka dengan sengaja mengotori bangku dan mejanya. Laki - laki itu lebih memilih pergi ke kantin dan menemui temannya dari kelas yang lain.

"Tumben pagi - pagi kamu ada di kantin."

Rey memutar bola matanya jengah setelah melihat siapa yang barusan mengajaknya berbicara. Dia tak menjawabnya dan berlalu pergi untuk menemui temannya yang sudah menunggu di meja kantin paling ujung.

"Masih pagi itu mukamu sudah tidak bersahabat," celetuk temannya setelah Rey duduk di sebelahnya.

Rey tak membalas dan lebih memilih membaringkan wajahnya di atas meja. Ia memejamkan matanya perlahan. Walau suasana kantin sedikit berisik dia tak terlalu mempedulikannya. Tapi sebuah percakapan di meja belakangnya membuat ia penasaran.

"Beneran Ria kamu mau cari perempuan itu," ucap Tari serius.

Ria megangguk. Memang sejak kemarin dia sudah penasaran dan berusaha mencari tahu sendiri perempuan yang memberikan ia kertas permintaan. Namun ternyata mencarinya tak semudah itu. Dia sangat membutuhkan bantuan dari teman-temannya oleh sebab itulah saat ini Ria meminta bantuan Tari dan Zahara.

"Aku rasa kamu punya niat lain selain ingin tahu tentang kertas permintaan itu," tutur Zahara yang memang sejak tadi sudah merasa penasaran dengan tujuan Ria mencari perempuan itu.

Hanya ada keheningan setelah penuturan Zahara. Ria hanya menunduk dan belum menjawab. Tari dan Zahara yang tak ingin memaksakan temannya untuk berbicara lebih memilih diam dan melanjutkan makan.

Rey mendengarkan pembicaraan mereka tanpa disengaja. Ia mengenal mereka bertiga. Tentu saja karna mereka sekelas dengannya. Tiga sahabat itu sudah seperti permen karet karna selalu menempel setiap saat. Mereka juga selalu terkena hukuman bersama dan kadang tidak masuk sekolah secara bersamaan.

"Aku penasaran siapa perempuan yang mereka cari," gumamnya pelan sambil melirik ke arah bangku tempat mereka duduk.

Bel pertanda masuk berbunyi nyaring. Semua murid yang ada di kantin bergegas menuju kelas masing - masing. Termasuk Rey yang saat ini sedang berjalan malas ke kelasnya. Dia melirik ke arah temannya yang masih saja tertawa saat dia menceritakan apa yang terjadi kemarin.

"Hahaha, maaf soalnya itu lucu," kekeh teman Rey.

"Apanya yang lucu."

Melihat tatapan tajam Rey, temannya itu terdiam dan menoleh ke arah lain. "Sudahlah Rey, jangan dipikirkan itu saran dariku."

Rey terdiam sesaat kemudian ia menepuk kepala temannya. Orang itu hanya bisa meringis sambil memegang kepalanya dan tanpa disadari ia malah menabrak tembok. Rey yang melihat itu hanya bisa tertawa.

"Awas lu ya!" bentaknya kesal.

"Makanya Fik, aku saranin jangan dipikirin," ucap Rey yang mengulang kalimat temannya itu.

Fiki hendak membalas perbuatan Rey namun dia teringat jika jam pertama sudah di mulai. Ia langsung berlari menuju lantai tiga yang letaknya lumayan jauh dari kantin. Rey berhenti tertawa saat melihat temannya itu sudah pergi. Langkah kakinya kini ia tujukan ke kelasnya yang ada di lantai dua.

Clair de LuneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang