iii. Wati

91 7 0
                                    

Wati, seorang perawan tua berkali-kali melewati rumah Tanjung, lalu ke kebun, kemudian ke sawah. Begitu terus yang hari itu dia lakukan: mengelilingi desa. Hal itu dilakukannya hanya sekedar untuk mencari Tanjung. Karena dia sangat suka kepada lelaki itu. Tetapi sampai sekarang, dirinya masih belum menemukannya juga. Biasanya dia akan dengan mudah menemukan lelaki itu, tetapi mengapa hari ini sulit sekali?

"Teluk, kamu lihat Si Ganteng ngga?" tanya Wati kepada adiknya itu. Ya, Wati juga anak Pak RW sama seperti Teluk. Hanya beda ibu saja.

Kini, Teluk sedang fokus berlatih bola di lapangan. Sebenarnya dia masih tidak terima atas kekalahannya kemarin, makanya di pertandingan yang akan datang dia berjanji tidak akan kalah lagi oleh Tanjung.

"Si Ganteng siapa sih, Mbak?" tanyanya sambil kakinya fokus memainkan bola. "Si Tanjung? Ngapain sih nyari dia?" Mungkin karena sudah sering kakaknya mencari Tanjung, Teluk sudah bisa menebak siapa yang dimaksud kakaknya itu.

"He... Mau nyari tau aja urusan orang! Kamu lihat Si Ganteng engga?!" tanya Wati lagi.

Teluk kemudian berhenti memainkan bolanya. Sebal dengan ocehan kakaknya, apalagi dia menanyakan Tanjung yang baru mengalahkannya kemarin. Teluk tambah muak mendengar nama itu.

"Kalau aku tahu Tanjung di mana, Mbak emang mau apa? Lagian, apa juga untungnya Mbak ketemu dia?"

Wati menjitak kepala adiknya. "Ih! Punya adik kurang ajar banget sih? Ditanya malah jawabnya muter-muter. Ya pengen ketemu aja. Ada urusan penting!"

"Mbak, ngapain sih nyari cowok brengsek itu, hah? Emang ngga ada apa cowok yang lebih baik dari dia? Arjuna di desa ini itu banyak, Mbak! Lagian si Tanjung juga ngga ganteng-ganteng amat." Teluk tidak suka kakaknya menyukai Tanjung. Pokoknya apapun yang berhubungan dengan Tanjung, dia tidak akan pernah suka.

"Ya iyalah Mbak nyari dia, muji dia. Karena Mbak kan cinta mati sama Tanjung! Pokoknya, Mbak cuma mau nikah sama Tanjung," jawab Wati spontan. Kemudian pergi lagi mencari si pujaan hati.

Teluk makin kesal. Dia langsung menendang bolanya sekeras mungkin. Tak terima dengan semuanya yang berhubungan dengan Tanjung. Mengapa harus Tanjung, Tanjung dan Tanjung? Mengapa Tanjung selalu membuatnya kesal? Mengapa Tanjung selalu menang di matanya? Mengapa? Mengapa? MENGAPA!

[.]

Setelah dari lapangan, Wati memutuskan untuk berkunjung ke rumah Jaki. Dia tahu Jaki adalah kawan Tanjung yang paling dekat. Siapa tahu sekarang Tanjung sedang berada di sana.

"Jaki, kamu lihat Tanjung nggak?" tanya Wati begitu Jaki muncul dari dalam rumah.

Jaki memegang perutnya yang mulai lega. Dia baru saja buang air besar, sudah kedatangan tamu tak diundang yang tiba-tiba menanyakan Tanjung.

"Tanjung lagi ke hutan," jawab Jaki.

Wati mengerutkan kening. "Ngapain Tanjung ke hutan?"

"Ngejar burung."

"Ngapain Tanjung ngejar burung ke hutan?"

Belum sempat menjawab pertanyaan Wati itu, Jaki memegang perutnya lagi. Perutnya yang sudah lega, tiba-tiba kembali sakit. Ini pasti gara-gara dia menghabiskan sambal banyak sekali waktu bakar-bakar semalam!

"Haduh! Nggak tau deh, Wat! Udah ah! Aku mau berak lagi!" kata Jaki sambil terbirit-birit masuk lagi ke dalam.

Sedangkan Wati masih mengernyit bingung, kepalanya penuh pertanyaan. Sedang apa Tanjung di hutan? Kenapa dia mengejar burung di sana? Burungnya lepas? Tapi setahunya, Tanjung kan ngga punya burung? Kecuali burung di tubuhnya. Haha.

Ah, rindu memang menyebalkan bagi Wati. Wati sedih sekali karena hari itu ia tidak bisa bertemu dengan Tanjung. Hari pun sudah siang, dia merasa lapar. Sekarang, lebih baik dia pulang dulu untuk makan siang. Perkara Tanjung, nanti akan dicari lagi, pikirnya.

Misi mencari Tanjung terhenti dahulu. Wati pun pulang dengan perasaan agak kecewa.[]

Selendang Mayang ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang