xvii. rencana baru Wati

31 3 0
                                    

Sore itu, Wati main ke rumah Tanjung. Dia membawa kue. Katanya, kemarin dia juga habis dari kota.

Di rumah, ibu, Tanjung dan Mayang memang kebetulan sedang berkumpul di teras rumah.

"Mayang, Tanjung, kalian berdua makin rukun aja ya," kata Wati memulai percakapan. "Sebagai sahabat aku ikutan seneng. Yang satu cantik yang satu ganteng."

"Ada apa sih?" Tanjung bertanya sinis. Pasti Wati datang ke sana ada maunya, seperti yang sudah-sudah.

"Tanjung, sebenarnya aku ke sini mau minta maaf," balas Wati. "Kemarin ayah aku udah hukum kamu dan keluarga supaya semua warga mencueki kamu. Tapi bagaimana pun juga kan, kamu sahabat aku, aku ga mungkin ngelupain persahabatan kita. Semoga kalian bahagia ya."

"Mayang, aku itu kenal Tanjung sejak kecil," katanya kepada Mayang bercerita. "Tanjung itu benar-benar orang yang baik loh. Oh iya, Tanjung, orang di luar itu ga usah tau kita udah baikan lagi. Yang pasti aku akan bahagiain kamu. Aku minta maaf juga atas perlakuan adikku Teluk yang udah selalu kurang ajar ke kamu. Yang udah biarin aja ya lupain aja."

"Saya juga rasa emang harusnya begitu, kita hidup harus saling berbuat baik kepada orang lain," kata Mayang.

"Aku juga dari dulu kagum sama Tanjung. Tapi sekarang aku udah ikhlas, kok. Mendingan segera aja ibu nikahkan Tanjung dengan Mayang. Teluk juga nggak ada di desa ini lagi, jadi nggak ada yang bakalan ganggu kalian lagi."

"Iya, kita tunggu tanggalnya aja," kata Ibu.

"Tunggu apa lagi?" tanya Wati heran. "Mereka berdua kan, udah sama-sama cocok, Bu. ibu jangan kelamaan nanti keburu ada orang yang ngambil loh. Kalau ada masalah, biar Wati bantu buat nyelesaiin masalahnya. Beneran, deh!"

"Gapapa. Kita ga akan besar-besaran pestanya yang penting sah. Yakan?" kata Ibu.

Sedangkan Tanjung masih heran dengan berubahnya sikap Wati yang tiba-tiba baik itu. Bukan maksudnya Wati selalu jahat kepada keluarganya, tapi Tanjung berpikir, Wati hanya ada maunya saja karena setahunya, Wati selalu bodo amat sama warga lain.

[.]

Mayang sedang memasak nasi di dapur. Dia kemudian berjalan menemui Tanjung ke teras.

"Tanjung saya mau ke pasar dulu, saya lagi masak nasi, ibu kan lagi nggak ada, kamu tolong jaga ya."

Tanjung yang sedang memperbaiki kipas angin, mengangguk. "Iya, Mayang. Saya tidak akan lupa."

Baru saja Mayang akan pergi, dia berbalik, seperti ada hal yang kelupaan. "Untuk bungkusannya jangan dibuka ya."

Tanjung mengangguk lagi sembari tersenyum.

Usai Mayang pergi, Wati datang. Dia menyapa.

"Hai Tanjung kamu lagi ngapain?"

"Lagi benerin kipas angin. Mau ngapain sih?" tanya Tanjung, dia mulai sebal Wati selalu mengunjungi rumahnya.

"Ada hal penting yang mau aku bicarain sama kamu," balas Wati. "Tapi jangan di sini ya soalnya gak boleh didengar orang. Di dalam aja ya."

Tanjung malas sekali untuk menurutinya. Sepenting apa sih memangnya? Tanjung pun terpaksa menuruti karena Wati menarik lengannya sampai ke dalam.

"Ada apaan sih sampe di tarik segala?" tanya Tanjung.

Wati memulai. Ia berkata, "Tadi kan aku udah bilang ke ayahku untuk segera mencabut hukuman kamu dengan keluarga kamu tentang semua warga yang ga boleh ngomong ke keluarga kamu dan mencueki keluarga kamu. Ya ayahku sih setuju aja cuma mungkin nggak dalam waktu dekat ini ya. Tapi kamu jangan khawatir. Ayah aku udah janji akan mencabut soal hujan itu kok."

"Wah ini kabar bagus," kata Tanjung. Wajahnya yang judes kini menjadi sumringah. "Makasih ya, Wat! Ibu sama Mayang pasti senang."

Dalam hati, Wati sebal. Dia kesal karena Mayang terus yang dipikirkan oleh Tanjung. Sedikit-sedikit ingat Mayang. Sebentar-sebentar ingat Mayang. Wati cemburu. Tapi tenang aja. Sebentar lagi kamu bakal nyebut dan mikirin namaku Tanjung, katanya dalam hati.

"Ini ada kue makan aja ya, Wat. Aku ke dapur sebentar," Kata Tanjung begitu ingat pesan Mayang untuk mematikan kompor.

Wati mengangguk. Selagi Tanjung ke dapur, Wati segera masuk ke kamar Tanjung. Dia mengacak-acak sprei tempat tidur. Lalu membuka antingnya yang selalu dia pakai ke mana-mana. Anting itu kemudian dia simpan di kasur tersebut. Seolah Tanjung sudah melakukan suatu perbuatan di sana.

Mungkin kekerasan tidak bisa membuat cinta Tanjung ke Mayang pergi. Tapi aku yakin, dengan cara ini pasti bisa! pikirnya

"Aku yakin kamu tidak akan bisa bertahan Mayang," gumam Wati. Ia pun kembali sebelum Tanjung memergokinya.

Sedangkan Tanjung ketika di dapur penasaran dengan apa yang dimasak Mayang, kenapa Mayang melarangnya membuka masakannya?

Ketika dibuka ternyata isinya hanya padi yang dikukus. Tanjung makin bingung. Untuk Apa Mayang memasak padi yang belum diapa-apakan itu?

Wati setelah kembali duduk di ruang keluarga langsung mengambil kue untuk dimakan supaya Tanjung tidak curiga dia sudah masuk ke kamarnya.

"Maaf ya Wat aku tinggal agak lama," kata Tanjung usai kembali.

"Gapapa kok Tanjung, yang penting aku udah nyampein ceritanya."

"Oke."

"Yaudah ya Tanjung aku pergi dulu ya. Makasih ya Kue nya." Wati kemudian pergi.

Wati yakin, rencananya kali ini tidak mungkin gagal lagi.[]











Selendang Mayang ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang