xviii. dugaan

25 3 1
                                    

Begitu Mayang pulang, ia langsung melihat masakannya. Apinya sudah dimatikan. Tetapi ia menyadari bahwa ada yang membuka tutupnya. Dia merasa kecewa kepada Tanjung karena tidak melaksanakan janjinya. Mayang kira, Tanjung tidak akan mengingkari janjinya. Padahal Mayang melakukan itu hanya ingin menambah kepercayaannya kepada Tanjung.

Dia kemudian mencari Tanjung untuk menanyakannya. Tetapi, di rumah seperti tidak ada orang. Ibu dari pagi pergi kondangan. Tanjung entah ke mana.

"Tanjung?"

Begitu masuk ke kamar Tanjung, tidak ada siapa-siapa di sana. Mayang hanya mendapati sprei kasur Tanjung yang sudah acak-acakan. Padahal, tadi pagi dirinya sudah membereskannya. Apakah Tanjung sedang tidur-tiduran?

Tanjung mendapati anting di tengah kasur yang berantakan tersebut. Dia mengambil anting itu, dia ingat pernah melihat anting itu. Anting itu milik Wati. Ya, Mayang yakin anting itu milik Wati, apalagi semalam Wati main ke rumah. Bentuk dan warnanya sama.

Sedang apa Wati di kamar Tanjung?

Mayang kemudian kembali mencari Tanjung ke luar rumah. Rupanya, setelah dicari, Tanjung kini sedang berada di kebun tetangga. Tanjung sedang bekerja.

"Tanjung, kenapa kamu buka tutup bungkusan itu? Kamu ngga percaya sama saya? Atau kamu menyembunyikan sesuatu?" sapa Mayang menyerbu pertanyaan-pertanyaan.

"Maafkan aku Mayang, aku hanya penasaran bukan karena aku ga percaya sama kamu," kata Tanjung.

Mayang diam saja. Wajahnya seperti bete.

"Mayang, selain kukusan, sepertinya kamu resah karena suatu hal." Tanjung merasa begitu. Karena bagaimana mungkin Mayang marah hanya karena dia membuka kukusannya saja? Pasti ada hal lain lagi.

Mayang masih diam.

"Ada apa apa, Mayang? Tolong jangan mendiamiku seperti ini."

"Kamu tidur dengan Wati?" tanya Mayang akhirnya.

"Maksud kamu apa?"

"Jawab aja Tanjung. Kamu tidur dengan Wati? Jangan balik tanya lagi!"

"Kenapa kamu bilang seperti itu? Kamu pikir ini gak menyinggung perasaan ku? Ingat ya Mayang aku tidak tidur dengan Wati. Juga tidak pernah tidur dengan gadis lain!"  Tanjung kesal Mayang tiba-tiba menuduhnya yang tidak-tidak.

"Ya sudah."

"Ya sudah? Begitu saja? Heh kamu pikir  kamu itu siapa? Kamu emang sengaja memancing emosiku atau kamu mau mencari gara-gara hah?"

"Ya sudah kalau kamu tidak mau jujur." Mayang kemudian pergi dengan sebal.

Tanjung kesal. Ada apa ini sebenarnya?

"Mayang!" panggil Tanjung. Tetapi tidak dipedulikan oleh Mayang.

[.]

Tanjung akan mengejar Mayang. Tapi Jaki datang, membuat niat Tanjung untuk mengejar Mayang tertahan.

"Tanjung, kamu dipanggil ke rumah Pak RW!" kata Jaki.

"Pak RW? Mau apa Pak RW memanggilku?"

Jaki mengangkat bahu. "Enggak tahu. Kamu ke sana aja biar tahu lebih jelas. Sekarang aku mau pergi kerja dulu."

Jaki lalu pergi. Tak lama, Tanjung pun pergi ke rumah Pak RW. Siapa tahu memang ada hal yang penting sekali.

"Assalamualaikum," kata Tanjung begitu sampai di rumah Pak RW.

"Waalaikumsalam," balas Pak RW.

"Maaf, Pak. Ada apa ya memanggil saya? Apakah saya melakukan kesalahan lagi?"

"Tidak Tanjung. Tenang. Justru saya memanggil kamu kesini karena saya akan mencabut hukuman kamu. Karena sudah hampir satu bulan hukuman untuk boikot keluargamu."

"Wah, serius nih Pak? Hukuman ke keluarga saya dicabut?" Tanjung senang bukan main. "Terima kasih, Pak. Terima kasih banyak."

"Sama-sama. Lagian kan, sebentar lagi kamu mau menikah. Jadi tak adil rasanya bila kamu terus dijauhi oleh warga. Nanti bapak dibilang jadi RW yang kejam, lagi, sama orang-orang."

"Baik, Pak. Jadi mulai sekarang benar kan kami tidak diasingkan lagi di desa ini?" tanya Tanjung lagi memastikan.

Pak RW tersenyum sambil mengangguk.

"Ya sudah Pak kalau begitu saya izin pulang dulu. Saya mau segera memberitahu keluarga saya," ucap Tanjung.

"Ya sudah sana," balas Pak RW.

"Mari Pak." Tanjung pulang dengan senang dia tidak sabar menyampaikan kabar baik ini kepada ibu dan Mayang.[]










Selendang Mayang ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang