vii. rencana jahat

83 5 1
                                    

Hari sudah pagi. Ibu baru selesai membuat sarapan. Makanan pun sudah disajikan di meja makan. Mayang yang baru bangun tidur, disuruh untuk segera sarapan. Bidadari hanya tersenyum malu. Dia menurut, lagipula perutnya lapar. Semalam saja dia sampai ketiduran, tidak sempat makan apa pun. Kemarin dia sangat memikirkan selendangnya, sampai lupa untuk makan.

Begitu Mayang duduk di bangku makan, ia kebingungan. Makanan di bumi terlihat aneh. Biasanya, di kayangan ia hanya memakan buah-buahan saja. Kini termyata berbeda sekali!

"Ayo makan," kata ibu.

Mayang masih bingung dengan alat-alat makan di bumi. Dia meraih sendok dan piring, dibolak-balik, dan diraba-raba sebab tidak tau bagaiman cara menggunakannya. Di kayangan, dia hanya memakai tangan saja. Tidak ada sendok garpu segala, karena di sana sudah pasti bersih.

"Ayo ambil nasinya," ujar ibu dengan ramah.

Mayang lalu melihat ke wadah yang lain. Sepertinya nasi yang dimaksud ibu adalah sesuatu yang warna putih kecil-kecil. Mayang lalu mengambil centong nasi, tapi masih tidak tahu cara menggunakannya bagaimana. Maka dia ambil saja nasi itu langsung dengan tangannya.

Ibu hanya melongo saja melihat tingkah laku perempuan itu.

Lalu Mayang pun mencicipi langsung nasi itu, tapi tidak lama langsung dilepeh lagi. Tidak ada rasa, hambar. Dia tersiksa. Tidak biasa dia memakan makanan manusia.

Dia pun menangis, teringat dengan makanan di kayangan. Dia juga teringat ketika dia makan bersama saudari dan keluarganya di sana.

"Maaf ya. Nasinya terlalu keras, ya?" Ibu panik melihat Mayang melepeh makanannya.

"Tidak kok, Bu," balas Mayang. "Saya hanya tidak terbiasa."

Tanjung kemudian datang. "Mayang, aku udah mencari selendang kamu ke mana-mana dari pagi, tapi ngga ketemu," bohongnya. Ternyata Tanjung benar-benar tidak mau membiarkan Mayang kembali ke tempat asalnya.

"Siapa yang mencari selendang saya? Kenapa dia jahat sekali?" Mayang mengelap pipinya karena air matanya mengalir di sana. "Apa dia ga tau, karena ulahnya itu saya jadi terpisah dengan keluarga saya? Saya ngga bisa kembali ke negeri saya. Saya ngga bisa jadi bidadari lagi."

Tanjung berusaha menenangkan. "K-kamu jangan menangis. Mungkin selendang itu..."

"Masih ada harapan untuk kembali?" potong Mayang.

Namun Tanjung diam saja. Dia tidak rela bila Mayang pergi. Jika Mayang pergi, pasti dia tidak ingin kembali lagi ke bumi untuk menemuinya. Kalau sudah begitu, pasti Tanjung tidak akan bertemu Mayang lagi sampai kapan pun!

"Kok melamun?" Mayang menyadarkan Tanjung. "Selendang saya masih bisa kembali kan, Tanjung?"

"Mudah-mudahan aja, Mayang, aku akan terus berusaha mencarinya. Sekarang kamu terusin makannya ya, supaya kamu tidak sakit," jawab Tanjung akhirnya.

Dengan pelan Mayang mengangguk. Dia kemudian menatap lagi makanan dihadapannya. Walaupun dia tidak terbiasa dengan makanan-makanan itu, tapi dia lapar sekali.

Mayang pun terpaksa mengambil lauk tahu tempe dengan masih bingung karena baru kali ini ia melihat ada makanan berbentuk seperti itu.

[.]

"Si Gadis Asing itu memang benar-benar harus segera dienyahkan. Dia pikir dia itu siapa? Udah datang tiba-tiba terus pake mau ngambil harta aku paling berharga, berani sekali dia mengganggu macan yang lagi tidur."

Wati misuh-misuh tidak jelas di depan terasnya. Dia berkecak pinggang, mondar-mandir dan bersikap jutek kepada siapapun yang lewat di depan rumahnya. Tidak peduli orang akan mengatakannya seperti apa.

"Gadis siapa sih, Mbak?" tanya Teluk ketika baru pulang bermain bola.

"Gadis yang sama Tanjung di hutan! Bahkan sekarang Gadis itu nginep di rumahnya Tanjung, lagi."

"Hah, Tanjung nginepin gadis di rumahnya?"

"Iya, pakai tidur segala, lagi."

"Sekamar? Tidur berdua?"

"Ya gak tau deh!"

"Ya laporin aja sama Ayah. Itu kan udah ngelanggar undang-undang. Pantasnya emang mereka semua itu diusir!" Teluk masih sangat sebal dengan Tanjung rupanya.

"Kayaknya itu ide yang bagus. Kadang-kadang otak kamu bisa kerja juga ya," ucap Wati. "Tapi kayaknya ayah ga perlu turun langsung, biar aja Pak RT yang ngurusin. Ayah kan, RW."

"Jadi, ayah ngga perlu tau?" tanya Teluk.

"Kalau udah ada pion, biar aja pion yang maju. Jadi jendralnya ngga usah ikut! tau?"

Mereka lalu tersenyum puas dan sinis. Teluk setuju-setuju saja. Bila Tanjung sengsara, dia akan sangat senang. Dia akan puas sekali bila Tanjung memiliki masalah.[]







Selendang Mayang ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang