Tepat pukul 8 malam. Kedua kelopak mataku mengerjap. Menyesuaikan cahaya kuning keemasan yang perlahan masuk melalu retina mataku. Aku terdiam cukup lama. Sebelum tangan ku refleks bergerak menyibak selimut tebal yang membungkus tubuh kurusku. Ku tatap lamat-lamat keadaan sekitar, ketika aku menyadari bahwa pakaianku telah berganti
'Ah, rumah ibu,' batinku sebelum kembali membaringkan tubuh dan menutup kedua kelopak mataku menggunakan punggung tangan. Berniat untuk kembali tidur. Belum lama aku terdiam, membiarkan fikiranku kosong. Sebuah bariton lembut mengalun tanpa permisi. Sebuah suara yang sudah lama tidak kudengar. Perlahan tapi pasti, aku netraku melihat siapa sosok yang kini duduk di kursi sebelah tempat tidurku.
"Good Morning," candanya tak lupa dengan senyuman manis yang menghiasi wajah rupawan orang tersebut. Sedangkan aku hanya tersenyum. Mataku memindai, cukup banyak perubahan pada kakak tertua yang terpaut usia 5 tahun lebih tua dariku. Lagi-lagi dengan senyum merekah laki-laki itu membuka lebar kedua lengannya. Tanpa menunggu lama kutubrukkan badan ku hingga tenggelam dalam rengkuhannya.
"Hahahahaha," tawanya seakan menjadi candu yang telah lama tak pernah terdengar di telingaku.
"Kak, kenapa lama sekali," ucap ku pelan sambil menenggelamkan wajahku di dada bidangnya.
"Kau merindukanku hah?" ejeknya tak lama kemudian sebuah kecupan kurasakan mendarat di pucuk kepalaku.
Cukup lama posisi ini bertahan hingga sekarang tanpa sadar aku sudah duduk berhadapan di atas kasur king size milikku dengan kak Yanuar. Kupindai lamat-lamat penampilannya malam ini, postur tubuhnya yang tinggi. Namun, tidak se-atletis tubuh kak Eric itu dibalut hoodie hitam. Surai legamnya sangat berbeda dengan surai pirang kak Eric. Tubuhnya lebih kurus dibanding terakhir kali kita bertemu, kantung mata tebalnya menghiasi mata indah itu membuatku terenyuh.
"Ku dengar, Maraka kembali ke Makassar," ucapnya pelan dan hanya kubalas dengan anggukan kepala.
"Aku takut kak, aku takut mereka kembali membully ku seperti waktu itu," ucap ku pelan sambil menunduk. Dapat kurasakan pundakku kembali bergetar.
"Rara," kali ini kudengar suara bariton lembut yang kembali mengalun indah melewati kedua telingaku. Sedetik kemudian aku merasakan dekapan hangat kembali datang dan menenangkan.
"Kamu bisa menceritakan apapun, ingat? bentar lagi lulus, katanya mau nyusul kakak di Australia," ucapnya menenangkan.
"Aku takut.." lirihnya pelan.
"Kita bicara sama Eric ya?" ucap kak Yanuar tepat di atas telingaku.
"K-kak E-eric?" ucap ku terbata-bata.
"Iya, Kak Eric," ulangnya.
"Aku tidak yakin," ucap ku pelan. Namun, sepertinya kak Yanuar mendengarnya.
"Tenanglah Ra, ingat kata bunda? Dua pangeran akan menjaga putri kecil bunda," ucap kak Yanuar sambil terkekeh. Sedangkan aku hanya tertawa kecil setelahnya. Benar-benar sama seperti yang diucapkan Kak Eric.
Yanuar Leonard Adhitama
Dua pangeran akan menjaga putri kecil
bunda.
22nd July 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa || Kim Sunwoo
Teen FictionJatuh bukan sekedar kata, malainkan rasa Jika aku ditakdirkan menjadi hujan, maka aku akan selalu berdiri, dan siap kau jatuhkan berkali - kali . . . #tentangrasa - disclaimer: all about halusinasi penulis sebagai fans Eric dan Sunwoo garis keras so...