Pagi hari yang cerah. Langit biru membentang bak permadani indah. Selaras dengan itu kicauan burung terdengar samar-samar bersaut-sautan bak sedang paduan suara. Sungguh menenangkan. Namun, hal ini tampak tak selaras dengan suasana hatiku. Aku hanya menatap kosong pemandangan jajaran rumah di perumahan elit di kotaku yang nampak sepi.
TTENGG TTENGG
Denting jam membuyarkan lamunanku untuk sekedar mengusap surai hitam ku yang sedikit kusut. Beberapa detik saja ketika aku hampir melamun segelas susu hangat tersaji di depanku bersamaan dengan seorang laki-laki, Ya Kak Yanuar. Surai hitamnya berantakan dia memakai kaus hitam polos dengan celana training abu yang ku yakin adalah milik Kak Eric.
"Sudah baikan? Kok di sini?" tanyanya melihatku sudah melamun di balkon kamarku. Sedangkan aku hanya menggeleng lemah. Perlahan langan besar itu menempel di dahiku dan gerakan-gerakan lain untuk memeriksa suhu tubuhku.
"Panasnya sudah turun," ucapnya. Sedangkan aku hanya menunduk sebelum bernafas berat.
"Aku mau tanya sesuatu," ucapku memecah keheningan. Sedangkan lawan bicaraku hanya menatapku teduh, netra cokelat madunya menatapku, di dalamnya aku bisa menemukan kesejukan dan ketenangan.
"Diantara kita bertiga, kenapa hanya aku yang memiliki nama Rajendra? Kenapa tidak Adhitama?" tanyaku pelan sambil menatap netra madu itu. Lamat-lamat dapat kulihat senyum simpul di wajah Kak Yanuar. Laki-laki yang lima tahun lebih tua itu mengusap suraiku pelan.
"Aku sudah menduga kamu akan menanyakan hal ini," jawabnya pelan.
"Tidak ada hal spesial, Rajendra memiliki arti tangguh, sedangkan Adhitama itu tampan. Ayah dan bunda ingin anak-anaknya tampan dan tangguh," jelasnya. Aku hanya diam sambil menatap lekat-lekat kedua bola mata bewarna cokelat itu. Semakin lama semakin dalam menggali kejujuran dari ucapannya. Berkali-kali aku meyakinkan dan membenarkan ucapan Kak Yanuar. Namun, aku tahu, dia berbohong. Lebih tepatnya menyembunyikan sesuatu.
"Kakak menyembunyikan sesuatu," ucapku sambil mengalihkan pandangan dan meminum segelas susu cokelat di hadapanku. Sedangkan Kak Yanuar menghela nafas berat.
"Sungguh, Ra. Kamu sudah menjadi gadis cantik yang cerdas. Bunda pasti bangga melihatmu dari atas sana," ucapnya mengalihkan pandangan. Sedangkan aku hanya diam, pandangan mataku mengabur.
"Kak, jangan mengalihkan pembicaraan," ucapku lirih. Berusaha menahan segala sesuatu yang tiba-tiba memuncak menghasilkan sedih yang menyesakkan rongga dada.
"Heummm, aku akan memberi tahumu, tapi tidak untuk saat ini," ucapnya final sebelum merengkuh tubuhku. Mungkin dia menyadari ketika aku kehilangan kontrol atas diriku untuk menahan getaran. Benar saja, tangis ku pecah ketika tangan lebar itu mengelus belakang kepalaku.
"Apa ini ada hubungannya sama kejadian kemarin?" tanya Kak Yanuar hati-hati dan aku hanya membalasnya dengan anggukan.
"Eric sudah menceritakan semuanya," lanjut Kak Yanuar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa || Kim Sunwoo
Fiksi RemajaJatuh bukan sekedar kata, malainkan rasa Jika aku ditakdirkan menjadi hujan, maka aku akan selalu berdiri, dan siap kau jatuhkan berkali - kali . . . #tentangrasa - disclaimer: all about halusinasi penulis sebagai fans Eric dan Sunwoo garis keras so...