Suatu pagi yang cerah, ditambah kucauan indah burung-burung yang bernyanyi seolah menyambut hari. Menghiasi langit biru dengan sayap-sayap kecilnya. Cuaca yang hangat membuat siapa pun ingin menyambut hari dengan sama cerianya. Termasuk aku, aku tersenyum sembari mengayun-ayunkan kakiku untuk menggerakkan ayunan yang aku duduki, membiarkan angin sepoi menerpa rambut panjangku. Tak lama kemudian Kak Eric duduk disebelahku dan ikut memperhatikan burung-burung yang berterbangan melewati halaman rumah kami. Keringat nampak membasahi rambut pirangnya setelah dia membantu Kak Yanuar mengangkut koper-kopernya ke bagasi mobil. Ya, hari ini kak Yanuar akan kembali ke Australia. Sedih, tapi aku sedikit lega.
"Kak Yanuar dah siap?" tanyaku ke Kak Eric, ku lirik sedikit wajah peluhnya yang kini kedua mata indah itu tengah tertutup, berusaha meredakan gerah yang dia rasakan.
"Belum," jawabnya singkat. Aku terdiam, kuhela nafas pelan sambil mengangguk sebagai respon yang ntah Kak Eric lihat atau tidak.
Cukup lama keadaan hening hingga suara kak Eric kembali terdengar, "Jangan sedih," ucapnya sambil merapihkan rambutku yang sedari tadi terkena angin. Sedangkan aku hanya terdiam. Menyadari keanehan dari sikap ku, aku merasakan sebuah usapan lembut di pucuk kepalaku.
"How about a date with me?" tanya Kak Eric dengan wajah usilnya.
"So cheesy," ujarku sambil menjauhkan mukanya dengan telapak tangaku. Tak lama kemudian tawa renyah mengalun menyentuh gendang telingaku disusul dengan suara lain yang membuatku kembali merasakan sebuah kesedihan samar namun mampu bertahan hingga waktu yak tidak ditentukan.
"Kita berangkat sekarang," ucap Kak Yanuar sambil menunjukkan senyum teduh miliknya.
Mobil Mercedes Benz bewarna navy melaju pelan membelah jalanan kota yang ramai akan kendaran. Melewati jalanan aspal padat pertokoan hingga jalanan sepi yang hanya terdapat beberapa perumahan berjajar seolah menambah kesan perpisahan. Hening, hanya desingan mobil yang dikendarai Kak Eric yang terdengar disusul dengan bunyi musik pop yang diputar oleh salah satu stasiun radio dengan volume rendah terdengar. Seperti biasa, memperhatikan jalanan adalah hal favorit ku, hingga sebuah suara menyapa runguku.
"Ric," panggil Kak Yanuar yang mampu menarik seluruh atensi ku. Sedangkan Kak Eric yang sedang menyetir hanya bergumam pelan sebagai tanggapan.
"Kalau dipanggil tu jawab, jangan cuma hmm hmm doang," omel Kak Yanuar tepat setelah aku kembali mengalihkan pandanganku keluar jendela mobil.
"Apa sih, Kak?" nada suara yang terdengar sedikit kesal.
"Jangain Rara, jangan keasikan ngurusin dance mulu," ucap Kak Yanuar yang membuatku menunduk. Sungguh aku tidak ingin percakapan ini berlanjut.
"Iya," jawab Kak Eric yang dapat kurasakan bahwa dia menatapku dengan ekor matanya.
Sesampainya di bandara, aku hanya menatap kosong Kak Yanuar dan Kak Eric yang sibuk memindahkan koper milik Kak Yanuar. Kak Eric membantu Kak Yanuar tanpa mengatakan apapun. Namun, raut muka murung tercetak jelas di wajah tampannya. Aku hanya diam memperhatikan hingga sebuah tepukan pelan datang dari Kak Yanuar dan Kak Eric yang kini keduanya duduk di samping kanan dan kiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa || Kim Sunwoo
Dla nastolatkówJatuh bukan sekedar kata, malainkan rasa Jika aku ditakdirkan menjadi hujan, maka aku akan selalu berdiri, dan siap kau jatuhkan berkali - kali . . . #tentangrasa - disclaimer: all about halusinasi penulis sebagai fans Eric dan Sunwoo garis keras so...