Art Exhibition

32 4 0
                                    

Terduduk di sebuah halte di persimpangan Jalan Ahmad Dahlan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Terduduk di sebuah halte di persimpangan Jalan Ahmad Dahlan. Kali ini berbeda dengan kala itu yang terik. Kali ini mendung memayungi siang dengan angin sepoi sebagai perhiasan.

Aku menatap kosong jalanan yang tampak ramai. Menunggu bus maupun angkutan umum yang datang. Sudah sejak setengah jam lalu sejak Kak Eric mengabari bahwa dia ada latihan. Namun, aku sama sekali tak merasa bosan. Namun, tanpa kusangka-sangka sepasang kaki berhenti di depanku. Hingga dapat kulihat laki-laki yang memiliki senyum manis yang khas tengah menatap kearahku dengan senyumannya itu. Ya, Haidar Chandra.

Tanpa menunggu lama aku pun menggeser duduk ku seakan memberi isyarat untuk laki-laki itu duduk. Netra kami bertemu. Manik hitam itu menatap tepat pada netra maduku. Cukup lama hingga aku memutuskan kontak karena teringat perpisahan terakhir kami yang bisa dibilang tidak baik.

"Keyra, sedang apa?" tanyanya memecah keheningan.

"Menunggu bus(?)" jawabku ragu dan terkesan balik bertanya.

Namun hal yang tidak ku perkirakan terjadi. Dimana sosok tersebut tertawa renyah. Kemudian tanpa kusadari akupun ikut memgulas sebuah senyuman.

"Kau ini, btw ngga sama Eric?" tanyanya dengan intonasi yang terdengar sangat hati-hati. Sedangkan aku hanya menggaruk lengan ku yang tidak gatal.

"Emm, dia, Kak Eric ada latihan," jawabku seadanya.

"Kenapa aku selalu menemukan mu ditempat yang unik?" tanyanya ke udara hampa. Sedangkan aku hanya diam. Menatap langit mendung yang sepertinya tidak akan menumpahkan hujan. Sedetik kumudian aku teringat akan ucapan Maraka.

"Bolehkah aku bertanya sesuatu?" gumamku pelan. Sedangkan lelaki disampingku hanya membalas dengan sebuah deheman.

"K-kau kenal dengan Maraka?" tanyaku hati-hati. Sedetik kemudian dapat kulihat tatapan mata yang penuh akan sorot keceriaan seketika meredup. Kemudian sebuah senyuman kembali terbit di bibir tebal pemuda itu. Sebuah senyuman yang dapat kutafsirkan sebagai senyum miris.

"Ya," jawabnya singkat. Kemudian netra maduku bertabrakan dengan milik Haidar. Hingga sebuah senyuman kembali merekah namun dengan sorot mata yang ntah kemana.

"Kamu, gadis kecil yang selalu diceritakan Mark?" tanyanya yang kemudian senyuman lucu terbit di wajah manisnya. Senyuman yang membuat kedua sudut bibirku terangkat tanpa sadar. Hingga sebuah tepukan pelan dapat kurasakan bersamaan dengan untaian kata-kata yang membuat pandanganku mengabur seketika.

"Aku akan menjaga gadis kecil yang selalu dijaga Maraka, karena dia selalu menjadi matahariku," lanjutnya dengan binar cahaya di matanya. Sudut bibirku terangkat dan hatiku menghangat. Keadaan kembali hening hingga sebuah bus datang dan berhenti tepat di depan kami. Tanpa berfikir panjang aku segera berdiri dan menaiki bus tersebut diikuti oleh Haidar di belakangku.

"Wanna play a playlist?" tanya lelaki itu ketika kami sudah mendudukkan diri di salah satu bangku dalam bus tersebut. Aku terdiam sebelum mengangguk dan mengambil salah satu earphone yang dia berikan kepadaku.

Tentang Rasa || Kim SunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang