Cerita tentang Samudra

14 3 0
                                    

Hari yang cukup cerah membuat setiap insan bersemangat untuk melakukan aktivitasnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari yang cukup cerah membuat setiap insan bersemangat untuk melakukan aktivitasnya. Tapi tidak termasuk aku. Pagi hari, aku membuka mata dengan kesunyian yang kembali hadir ditempat di mana beberapa hari terakhir Kak Yanuar selalu membuka hari dengan senyuman khas miliknya dan secangkir susu hangat.

Aku terduduk di meja makan yang cukup besar untuk ditinggali oleh ku dan Kak Eric. Menatap kosong porselen mahal yang tertata rapi dalam rak kaca sembari ditemani alunan musik klasik dari piringan hitam yang berada di sudut ruangan. Terdiam sambil menunggu Kak Eric untuk menyentuh sarapan pagi yang kusiapkan beberapa menit lalu.

Berselang cukup lama hingga sebuah tepukan pelan mendapat di lenganku. Aku menoleh dan melihat Kak Eric sudah rapi dengan seragamnya. Aku dapat melihat sebuah senyuman terulas di wajah menawannya.

"Good morning," sapanya.

"Morning," balasku. Aku terdiam, menatap kosong sepiring nasi goreng yang mulai mendingin.

"Kak," panggilku yang mendapat tatapan 'apa?' dari laki-laki di depanku.

"Nanti..," aku terdiam, lidahku kelu, mendadak otakku tidak dapat memproses kata-kata yang akan ku utarakan. Melihat keterdiamanku dapat ku lihat alis sebelah kanannya naik ke atas sambil menatapku bingung.

"Nanti belajar olimpiadenya di rumah Samudra?" tanya Kak Eric mewakili yang akan ku ucapkan. Aku mengangguk samar.

"Lalu kenapa?" tanyanya. Sedangkan aku hanya menggeleng. Ragu dan takut bergelanyut di hatiku. Walaupun sudah sebulan ini aku terus belajar bersama dengan teman Kak Eric itu. Namun, tetap saja.

"Dek," panggil Kak Eric membuatku memusatkan perhatian padanya.

"Nanti, belajarnya kan malem, kamu sama Haechan dulu ya pulangnya? Aku masi harus ngurus beberapa hal di club dance," ujarnya membuatku tertunduk.

"Kenapa harus dia si kak?" tanyaku.

"Hanya dia yang dapat aku percaya selain Maraka," jawabnya. Aku menatap matanya, namun hanya ada kabut kekhawatiran yang sangat pekat terpantul dari netra matanya.

"Feeling ku ngga enak, kak," ucap ku pelan.

"Jangan matiin atau biarin handphone mu mati, kalau ada hal buruk terjadi segera hubungi aku kapanpun kamu butuh," ucap Kak Eric sambil meraih handphone milikku. Meng-otak atiknya sebentar kemudian menyodorkan benda pipih tersebut kepadaku.

"Sudah, kamu tinggal pencet panggilan darurat yang langsung tersambung ke milik ku," ucapnya membuatku sedikit tenang.

***

Siang harinya, di tengah hari yang terik. Aku terdiam menatap tumpukan kertas-kertas dihadapanku. Lelah menghampiri otakku melihat setumpukan soal latihan olimpiade biologi di depanku. Ku ketuk-ketukkan pensil yang sejak tadi kugenggam erat ke kepalaku. Berharap aku dapat mengingat materi apa saja yang sudah aku baca dan aku pelajari. Namun, nihil, aku menghela nafas jengah sebelum sebuah tawa ringan mengalun dari remaja laki-laki yang ku kira sedang fokus mengerjakan soal di hadapannya.

Tentang Rasa || Kim SunwooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang